BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa kini, banyak sekali ditemukan berbagai
produk makanan atau jajanan yang menggunakan pewarna makanan. Penambahan
pewarna makanan ini bertujuan untuk membuat produk makanan tersebut lebih
menarik sehingga memberikan rangsangan kepada konsumen untuk membelinya, bahkan
penambahan pewarna tersebut juga dapat meningkatkan selera makan dari konsumen.
Penambahan pewarna pada produk makanan sudah menjadi suatu hal yang biasa di
kalangan masyarakat Indonesia, bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan yang wajib
ditambahkan pada berbagai produk makanan. Secara asal-usulnya, pewarna makanan
dibedakan menjadi pewarna alami dan pewarna buatan. Penggunaan pewarna makanan
yang sering digunakan oleh masyarakat adalah pewarna buatan atau pewarna
sintetik.
Penggunaan pewarna buatan sebagai bahan
tambahan makanan bukanlah hal yang baru lagi. Sejak abad ke-19 senyawa kimia
tersebut sudah dipakai sebagai bahan tambahan makanan (berupa bubuk, cair atau
pasta) Penggunaan pewarna buatan sangat diminati karena pewarna ini sangat
praktis seperti, lebih mudah didapat atau dibeli, mudah digunakan, hasil
terukur dan residunya mudah diketahui pada makanan yang ditambahkan pewarna
makanan, dimana dalam perkembangan dan peningkatan konsumsinya mulai muncul
berbagai dampak negatif terhadap kesehatan.
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya
sangat tegantung pada beberapa factor seperti cita rasa, tekstur,, dan nilai
gizinya, juga sifat mikrobiologis. tetapi sebelum factor – factor lain
dipertimbangkan, secara visual factor warna tampil lebih dahulu dan kadang –
kadang sangat menentukan
Selain sebagai factor yang ikut menentukan
mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indicator kesegaran atau kematangan.
Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan
adanya warna seragm dan merata.
Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan
digunakan, misalnya daun pandan atu daun suji untuk warna hijau dan kunyit
untuk warna kuning. kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaanya lebih praktis dan
harganya lebih murah.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
suatu bahan pangan berwarna antara lain dengan penambahan zat pewarna. FDA
mendefinisikan pewarna tambahan sebagai pewarna, zat warna atau bahan lain yang
dibuat dengan cara sintetik atau kimiawi atau bahan alami dari tanaman, hewan,
atu sumber lain yang diekstrak, ditamambahkan atau digunakan ke bahan makanan,
obat, atau kosmetik, bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut. Secara
garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk
dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna buatan
Penelitian ini dilatarbelakangi karena
adanya rasa keingintahuan untuk mengetahui macam macam zat pewarna yang beredar
di masyarakat dan akibatnya terhadap kesehatan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Zat Pewarna
Zat pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap
benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air.
Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan
kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang
gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya
tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah,
pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat
diperoleh dari hewan,
tumbuhan,
atau mineral.
Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan
yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan,
khususnya akar-akaran,
beri-berian, kulit kayu,
daun, dan kayu. Sebagian dari
pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
B.
Sifat-sifat Pewarna
1. Pewarna Alami
a. Larut dalam air
Contoh : Karamel, Anthosianin,
Flavonoid, Leucoantho sianin, Tannin, Batalain, Quinon, Xanthon, dan Heme.
b.
Larut dalam Lemak
Contoh : Karotenoid
c.
Larut dalam lemak dan air
Contoh : klorofil
d.
Stabil terhadap panas
Contoh :
Karamel, Flavonoid, Leucoantho sianin, Tannin, Quinon, Xanthon dan karotenoid
e.
Sensitif terhadap panas
Contoh : Anthosianin, Batalain, klorofil dan Heme.
2.
Pewarna Buatan
a.
Larut
dalam air
Contoh
: Sunset yellow, Tartazine, Brilliant Blue, Carmosine, Erythrosine, Fast Red E,
Amaranth, Imdigo Carmine, dan Ponceau 4R
b. Tidak larut dalam air
Contoh :
Rhodamon B, dan Methanil Yellow
c. Warnanya Homogen
C.
Sumber Zat Pewarna
- Pewarna alami
Pewarna
alami adalah bahan pewarna yang berasal dari alam. Biasanya pewarna alam ini
berasal dari tanaman dan hewan, misalnya kunyit, daun suji, daun pandan, daun
jambu, dan sebagainya.
Daun suji
(pewarna hijau) telah lama di gunakan untuk mewarnai kue pisang, serabi dan
dadar gulun. Kunyit (pewarna
kuning) untuk mewarnai nasi kuning, tahu serta hidangan lainnya. Daun jambu atau
daun jati untuk pewarna merah.
- Pewarna Buatan
Sumber
pewarna yang lain adalah sumber pewarna buatan yang mempunyai kelebihan yaitu
warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan
jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi kekurangannya adalah jika pada saat
proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya.
Proses
pewarnaan zat sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau
asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain
yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa
kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014% dan timbal tidak boleh dari
0,001% sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.
Pewarna
terlarang yang masih sering di pakai adalah Orange RN, Auramine, Rodamine B dan
methanyl Yellow. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan
karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa
tersebut untuk bahan pangan. Disamping itu, harga zat pewarna untuk industri
relatif lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan dan
biasanya warnanya lebih menarik.
D.
Penggolongan Pewarna
1.
Pewarna
Alami
Adapun
menurut winarno (1997) yang tergolong kedalam pewarna alami di antaranya adalah
:
a. Klorofil adalah zat warna alami hijau yang
umumnya terdapat pada daun sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
b. Miglobin dan haemoglobin ialah zat wara
merah pada daging yang tersususn oleh protein globin dan heme yang mempunyai
inti zat besi.
c. Karotenoid merupakan kelmpok pigmen
yang berwarna kuning, orange, merah orange yang terlarut dalam lipida ( minyak
), berasal dari tanaman atau hewan.
d. Anthosianin dan anthoxanthin tergolong
pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. warna pigmen
anthosianin merah, biru, violet, dan biasanya terdapat pada bunga, buah –
buahan, dan sayur – sayuran.
e. Antoxantin termasuk kelompok pigmen
flavonoid yang bewarna kuning dan larut dalam air. Antoxantin banyak terdapat
dalam lendir sel daun yang kebanyakan tidak digunakan sebagai makanan.
Yang termasuk kedalam Uncertified
Color ini adalah zat pewarna alami ( ekstrak pigmen dari tumbuh – tumbuhan
) dan zat warna mineral. Zat- zat pewarna yang termasuk Uncertified color
adalah :
a. Karotenoid sebagai pewarna
Golongan karoten menghasilkan
warna jingga sampai merah dan dapat larut dalam minyak. Zat-zat ini di gunakan
untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti margarin dan minyak
goreng.
b. Biksin
Biksin larut dalam lemak,
sedangkan non-biksin larut dalam air, dan warna yang di hasilkan adalah kuning
warna buah persik. Biksin sering di gunakan untuk mewarnai mentega, margarin,
minyak jagung, dan salab dressing.
c. Karamel
Karamel berbentuk amorf yang
bewarna coklat gelap dan dapat diperoleh dari pemanasan yang terkontrol
terhadap molase,hidrolisat pati, dekstrosa, gula invert, laktosa, sirup malt,
dan sukrosa
d. Titanium Oksida
Titanium Oksida berwarna
putih. Dalam bentuk kasar atau mutu rendah titanium oksida sebagai warna dasar
cat rumah. Secara tersendiri, titanium oksida digunakan dalam sirup yang
dipakai untuk melapisi tablet obat. penggunaan titanium oksida diizinkan sejak
tahun 1966 dengan batas 1% dari berat badan.
e. Cochineal, Karmin, dan Asam Karminat
Cochineal adalah zat berwarna
merah yang diperoleh dari hewan coccus cacti betina yang dikeringkan. Zat
pewarna yang terdapat di dalamnya adalah asam karminat. Karmin diperoleh dengan
cara mengekstrasi asam karminat. Karmin digunakan untuk melapisi bahan
berprotein dan memberikan lapisan warna merah pada jambu.
2. Pewarna Buatan
Yang termasuk zat pewarna
buatan yaitu golongan Certified Color. Adapun yang termasuk golongan Certified
Color yaitu :
a.
Dyes
Dyes
adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya
menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Dyes terdapat dalam benuk bubuk,
granula, cairan, campuran warana, pasta, dan disperse. Zat warna yang
stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam makanan.
Konsentrasi
pemakaianya tidak dibtasai secara khusus, tetapi di Amerika Serikat disaraankan
agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturing Practices (GMP), yang
apada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan
untuk memeperoleh efek yag diinginkan, jadi rata – rata kurang dari 300 ppm.
Tetapi, dalam prakteknya ternyata digunakan konsentrasi antara 5 – 500 ppm.
FD (Food Drag) dan C (Cosmetic Act) Dye terbagi atas 4
kelompok, yaitu:
1. Azo dye, terdiri dari :
a.
FD & C Red No. 2 (Amaranth)
Amaranth termasuk
golongan manazo yang mempunyai satu ikatan N = N. Amaranth berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut
dalam air menghasilkan larutan berwarna merah lembayung atau merah kebiruan.
b.
FD & C Yellow No. 5
(Tertrazine)
Merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut
dalam air, dengan larutannya berwarna kuning keemasan.
c.
FD & c yellow No. 6
Sunset yellow termasuk golongan manazo, berupa tepung
berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga
kekuning – kuningan
d.
FD & Red No 4 ( panceau sx )
Panceau sx berupa tepung
merah, mudah larut dalam air , dan memberikan larutan berwarna merah jingga.
2. Triphenylmethane dye . terdiri
dari :
a. FD & Blue no.1 ( briliant blue )
Zat pewarna ini termasuk triphenylmethane dye, merupakan
tepung berwarna ungu perunggu. bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna
hijau kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alcohol 95 %
b.
FD & green no.3 ( fast
green )
Tepung zat warna ini berwarna ungu kemerahan atau ungu
kecoklatan dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan
c.
FD & Violet no. 1 (
benzylviolet )
Zat warna ini berbentuk tepung berwarna ungu, larut
dalam air, gliserol, glikol, dan alcohol 95 %. menghasilkan warna ungu cerah.
tidak larut dalam minyak dan eter.
3. Fluorescein, terdiri dari :
FD
& C red No.3 ( Erythrosine )
Zat
pewarna ini termasuk golongan fluorescein. berupa tepung coklat, larutannya
dalam alcohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi, sedangkan
larutannya dalam air berwarna merah cherry tanpa fluoresensi
4. Sulfonated indigo , terdiri dari
:
a. FD & Blue no. 2 ( indigotin
indigo carmine )
Indigotine merupakan tepung berwarna biru, coklat, kemerah – merahan,
mudah larut dalam air dan larutannya berwarna biru.
b. Lakes
Zat pewarna ini di buat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes
pada radikal basa ( Al atau Ca ) yang dilapisi dengan alumunium hidrat (
Alumina ). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak
larut pada hampir semua pelarut. Pada pH 3,5 sampai dengan 9,5 lakes stabil.
Lakes pada umumnya mengandung 10 - 40% dyes murni, sifatnya tidak larut dalam
air dan lebih stabil terhadap pengaruh cahaya, kimia, dan panas. Pemakaian
lakes dapat dilakukan dengan cara mendispersikan zat warna tersebut dengan
serbuk makanan sehingga pewarnaan akan terrjadi.
E.
Tips Hindari Pewarna
Makanan Tidak Aman:
1. Carilah makanan
atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok
Untuk
produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya anda pilih makanan
atau minuman dengan warna yang tidak terlalu mencolok. Hal ini karena makanan
yang terlihat mencolok atau ‘ngejreng’, kebanyakan dari pewarna makanan
sintetis yang biasa digunakan untuk pewarna tekstil. Seperti halnya Rhodamin B
yang membuat warna makanan terlihat lebih ‘ngejreng’.
2. Test terlebih
dahulu jika memilih makanan atau minuman yang berwarna
Caranya,
uji cobalah dengan menempelkan makanan ke tangan atau kain. Jika warnanya
menempel dan sulit untuk dihilangkan, berarti makanan tersebut menggunakan
pewarna yang tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi. “Lebih baik anda
memilih warna makanan yang soft atau halus, karena pewarna makanan
alami warnanya tidak ‘ngejreng’ dan cenderung soft,” jelas drg. Rini.
3. Kenalkan sejak
dini pada anak
Tidak
cukup dengan mengetahui pewarna yang aman atau tidak aman, kenalkan juga sedini
mungkin pada anak-anak, makanan yang aman dan tidak aman. Sehingga anak-anak
mengetahui makanan yang boleh ia makan atau tidak. “Hal itu untuk
mengantisipasi anak, jika terpaksa ia harus jajan diluar, ia akan memilih
makanan yang aman,” ungkap wanita berkacamata itu.
4. Biasakan anak
sarapan dirumah
Biasakan
anak sarapan dirumah sebelum berangkat sekolah, dan beri bekal untuk makan
siang anak. Karena dengan anak sarapan pagi dirumah, maka meminimalkan anak
untuk jajan diluar yang memang belum terjamin keamanan dan kebersihannya.
5. Baca jenis dan
jumlah pewarna yang dipergunakan
Setiap
kali membeli makanan dalam kemasan, teliti dan baca jenis dan bahan pewarna
yang dipergunakan dalam produk tersebut. Hal ini untuk mengetahui jumlah
kandungan bahan pewarna yang dipakai di makanan tersebut.
6. Perhatikan
label pada setiap kemasan produk
Pastikan
di label makanan tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
yang tertulis POM beserta no izin pendaftaran. Atau jika produk tersebut hasil
industri rumah tangga, maka harus ada nomor pendaftarannya yang tertulis P-IRT
(Pangan Industri Rumah Tangga) dan nomor izin pendaftarannya.
BAB III
METODE
PENELITIAN
Identifikasi Zat Pewarna
Analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi tahap
pengukuran kadar pewarna sintetik yang teridentifikasi pada sampel (analisis
kuantitatif).
Untuk contoh makanan jajanan dengan komponen
utama pati dan contoh makanan jajanan yang mengandung banyak lemak dilakukan ekstraksi
dengan menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi dipekatkan kemudian zat warna
ditarik dengan benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan. Zat warna yang terikat pada
benang wol dilarutkan dalam larutan ammonium hidroksida diserta pemanasan. Pada
penelitian ini ekstraksi dilakukan pada suasana asam menggunakan asam asetat 10 % serta
pada suasana basa menggunakan amoniak 10%, dengan isolasi dan absorpsi oleh benang
wool. Pada proses ekstraksi diperoleh pewarna sintetis asam, sedangkan pewarna
sintetis basa tidak ditemukan, karena pada waktu ekstraksi oleh benang wool bebas lemak
dengan penambahan amoniak 10% warna tidak tertarik oleh benang wool.
Larutan ammonium hidroksida dipekatkan dan
pekatan zat warna hasil isolasi pada preparasi contoh makanan jajanan ditotolkan
(spotting) pada jarak kira-kira 2 cm dari ujung kertas kromatografi. Jumlah sampel yang
ditotolkan kurang lebih 1μl, dengan menggunakan mikropipet Tetesan sampel harus diusahakan
sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali, dibiarkan mengering sebelum totolan
berikutnya dikerjakan (Yazid, 2005).
Pengembangan dilakukan dengan mencelupkan
dasar kertas kromatografi yang telah ditotoli sampel dalam sistem pelarut untuk proses
pengembangan. Proses pengembangan dilakukan dengan cara dikerjakan searah atau satu dimensi.
Eluen Pemilihan eluen ini sangat mempengaruhi hasil pemisahan. Akibatnya pada eluen yang
berbeda akan memberikan hasil Rf yang berbeda pula. Misalnya pada hasil penelitian
Jana (2007) menunjukkan adanya perbedaan Rf (Tabel 1) pada eluen yang berbeda. Pada
penelitian ini digunakan Eluen 1 Etil metil keton 70 ml, Aseton 30 ml, Aquades 30 ml) dan
Eluen 2 (NaCl 25 gram, Etanol 50 % 100 ml)
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Uji Kuantitatif
Untuk menentukan berapa konsentrasi zat-zat
pewarna tersebut dalam bahan pangan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini maka dilakukan uji
kuantitatif. Dalam penelitian ini yang diuji secara kuantitatif adalah pewarna yang paling
sering digunakan yaitu Tartrazin dan yang dilarang penggunaannya menurut peraturan
Menteri kesehatan No. 239/Menkes/Per/IX/85 yaitu Rhodamin B. Hasil analisis terhadap
konsentrasi tartrazine yang terdapat pada sampel (Tabel 1) terlihat bahwa
sampel permen kuning dan Mie basah ternyata melebihi batas maksimum yang boleh diserap
oleh tubuh yaitu 7,5 ppm berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake). Hal ini berarti
jika tingkat konsumsi terhadap sampel tersebut secara terus-menerus akan menyebabkan
toksisitas atau keracunan bagi tubuh manusia. Namun sampel Krupuk kuning muda (A2) dan
Krupuk kuning tua (A3) masing-masing memiliki konsentrasi 5,9591 ppm dan 5,7097 ppm masih berada
di bawah nilai yang ditetapkan ADI. Hal ini sampel berada pada kisaran aman untuk
dikonsumsi oleh manusia berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake).
Tabel 1. Hasil analisis kuantitatif Sampel yang mengandung Tartrazin dan Rhodamin B
Hasil analisis kuantitatif (Tabel 1) pada sampel krupuk
(M1) ternyata kandungan Rhodamin B yang terdapat dalam sampel adalah sebesar 2,1892 ppm.
Rhodamin B merupakan zat pewarna yang dilarang karena sangat berbahaya bagi kesehatan.
Hasil penelitian Budiarso dkk, 1983, diacu dalam Muchtadi & Nienaber, 1997
menunjukkan bahwa Rhodamin B bersifat toksik, dengan bukti bahwa Rhodamin B dapat
menghambat pertumbuhan hewan percobaan (mencit dan tikus), menyebabkan diare, bahkan
menyebabkan kematin, sekalipun dosis yang digunakan cukup rendah yaitu 0,117 mg per kg
berat badan. Di samping itu Rhodamin B juga menyebabkan kanker hati pada mencit
(16,6%), kanker limfa pada tikus (8,3%) dan dilatasi kantung air seni pada tikus (11,1%).
Penampilan makanan, termasuk warnanya,
sangat berpengaruh untuk menggugah selera. Penambahan zat pewarna pada makanan
bertujuan agar makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri secara luas digunakan
di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna
makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna
kuning, daun suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk warna merah. Pewarna
alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yakni ketersediaannya
terbatas, dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan untuk
industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk produk massal akan
meningkatkan biaya produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena sifat
pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil.
Kemajuan teknologi pangan pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara
sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang
stabil pada produk pangan. Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih
banyak pilihan warna untuk menarik perhatian konsumen.
Zat pewarna pada makanan secara umum
digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna
sintetis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman
atau buah-buahan. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih
banyak daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang
sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada
tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik
warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna
sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna
sintetis.
Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna
buatan manusia. Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian
secara intensif untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna
sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna
yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping itu
penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga
per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan
zat pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi
tentang komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut.
Dewasa ini keamanan penggunaan zat pewarna
sintetis pada makanan masih dipertanyakan di kalangan konsumen. Sebenarnya
konsumen tidak perlu khawatir karena semua badan pengawas obat dan makanan di
dunia secara kontinyu memantau dan mengatur zat pewarna agar tetap aman
dikonsumsi. Jika ditemukan adanya potensi risiko terhadap kesehatan, badan
pengawas obat dan makanan akan mengevaluasi pewarna tersebut dan menyebarkan
informasinya ke seluruh dunia. Pewarna yang terbukti mengganggu kesehatan,
misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi
memicu kanker, akan dilarang digunakan. Di Indonesia tugas ini diemban oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah sendiri telah mengatur
penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen
makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang
dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya Rhodamine B sebagai pewarna
untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah,
lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah, dan produsen pangan belum
menyadari bahaya dari pewarna tersebut.
Tabel 2. Perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
Pembeda
|
Zat pewarna Sintetis
|
Zat pewarna alami
|
Warna yang
dihasilkan
|
Lebih cerah
Lebih homogen
|
Lebih pudar
Tidak homogen
|
Variasi warna
|
Banyak
|
Sedikit
|
Harga
|
Lebih murah
|
Lebih mahal
|
Ketersediaan
|
Tidak terbatas
|
Terbatas
|
Kestabilan
|
Stabil
|
Kurang stabil
|
Baik zat pewarna
sintetis maupun alami yang digunakan dalam industri makanan harus memenuhi
standar nasional dan internasional. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang
batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang
digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan
akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan
fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker (Lee
2005).
Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada
makanan :
1.
Untuk memberi kesan menarik
bagi konsumen.
2.
Menyeragamkan warna makanan dan
membuat identitas produk pangan.
3.
Untuk menstabilkan warna atau
untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan
untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak
dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.
4.
Untuk menutupi perubahan warna
akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses
pengolahan dan selama penyimpanan.
5.
Untuk menjaga rasa dan vitamin
yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.
Pemerintah
Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85
menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat
pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan
pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine
B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan
diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada
makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada
saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman
ringan (Anonimus 2006).
Rhodamine B
termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk
dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu
kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam
larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak
sinonim, antara lain Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, Brilliant
Pink B Tetra
Ethyl, Rheonine B, D & C Red No. 19, CI Basic Violet 10, dan CI
No. 45179.
. Rhodamine biasa
digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai
pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan
menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine
B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan
pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya
zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut
digunakan pula sebagai pewarna makanan.
Ciri - ciri pangan mengandung Rhodamin B :
- Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk larutan/minuman warna merah berpendar atau berflueresensi.
- Dalam pengelolaan tahan terhadap pemanasan (direbus/digoreng warna tidak pudar).
- Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk, es puter).
Penggunaan zat
pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk karsinogen
yang kuat, juga sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata
dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa: iritasi pada saluran
pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan,
dan bahaya kanker hati.
Bahaya akut
Rhodamin B bila sampai tertelan maka dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pencernaan dan air seni akan berwarna merah atau merah muda. Apabila terpapar
Rhodamin B dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
hati dan kanker hati.
Penyalahgunaan
Rhodamin B untuk pewarna pangan telah ditemukan untuk berapa jenis pangan.
Pangan tersebut antara lain adalah kerupuk, terasi, dan pangan jajanan yang
berwarna merah.Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat pewarna tersebut
memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian
menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya
perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya
mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya
piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus,
degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006).
Dalam analisis yang
menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis metode
spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya disebabkan
oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik
terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut
menyebabkan rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan,
obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang
menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna
dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah satu
diantaranya oleh zat pewarna untuk tekstil.
BAB IV
KESIMPULAN
Terdapat sampel krupuk pati yang dilarang menurut
Permenkes No 239/Menkes/Per/IX/85 diantaranya Rhodamin B dengan
konsentrasi 2.1892 ppm.
Penambahan zat pewarna pada makanan
dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, Penambahan zat pewarna
rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek
racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena
itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya.
Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun
demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang
menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, yang pada
umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan,
harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari
pewarna-pewarna tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring.
The Internet Journal of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.
Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor:
Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal dalam pewarna
rhodamine B dan auramine secara spektrofotometri: Suatu penelitian pendahuluan.
http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1999a.htm.
[20 Mei 2015 ]
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
BalasHapusTerjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant
2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Disinfectant
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium