Sabtu, 19 September 2015

ZAT PEWARNA MAKANAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dewasa kini, banyak sekali ditemukan berbagai produk makanan atau jajanan yang menggunakan pewarna makanan. Penambahan pewarna makanan ini bertujuan untuk membuat produk makanan tersebut lebih menarik sehingga memberikan rangsangan kepada konsumen untuk membelinya, bahkan penambahan pewarna tersebut juga dapat meningkatkan selera makan dari konsumen. Penambahan pewarna pada produk makanan sudah menjadi suatu hal yang biasa di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan yang wajib ditambahkan pada berbagai produk makanan. Secara asal-usulnya, pewarna makanan dibedakan menjadi pewarna alami dan pewarna buatan. Penggunaan pewarna makanan yang sering digunakan oleh masyarakat adalah pewarna buatan atau pewarna sintetik.
Penggunaan pewarna buatan sebagai bahan tambahan makanan bukanlah hal yang baru lagi. Sejak abad ke-19 senyawa kimia tersebut sudah dipakai sebagai bahan tambahan makanan (berupa bubuk, cair atau pasta) Penggunaan pewarna buatan sangat diminati karena pewarna ini sangat praktis seperti, lebih mudah didapat atau dibeli, mudah digunakan, hasil terukur dan residunya mudah diketahui pada makanan yang ditambahkan pewarna makanan, dimana dalam perkembangan dan peningkatan konsumsinya mulai muncul berbagai dampak negatif terhadap kesehatan.
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tegantung pada beberapa factor seperti cita rasa, tekstur,, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. tetapi sebelum factor – factor lain dipertimbangkan, secara visual factor warna tampil lebih dahulu dan kadang – kadang sangat menentukan

Selain sebagai factor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indicator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna seragm dan merata.
Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan atu daun suji untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaanya lebih praktis dan harganya lebih murah.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna antara lain dengan penambahan zat pewarna. FDA mendefinisikan pewarna tambahan sebagai pewarna, zat warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetik atau kimiawi atau bahan alami dari tanaman, hewan, atu sumber lain yang diekstrak, ditamambahkan atau digunakan ke bahan makanan, obat, atau kosmetik, bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna buatan
Penelitian ini dilatarbelakangi karena adanya rasa keingintahuan untuk mengetahui macam macam zat pewarna yang beredar di masyarakat dan akibatnya terhadap kesehatan.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Zat Pewarna
Zat pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.

B.     Sifat-sifat Pewarna
1.      Pewarna Alami
a.       Larut dalam air
Contoh : Karamel, Anthosianin, Flavonoid, Leucoantho sianin, Tannin, Batalain, Quinon, Xanthon, dan Heme.
b.      Larut dalam Lemak
Contoh : Karotenoid
c.       Larut dalam lemak dan air
Contoh : klorofil

d.      Stabil terhadap panas
Contoh : Karamel, Flavonoid, Leucoantho sianin, Tannin, Quinon, Xanthon dan karotenoid
e.       Sensitif terhadap panas
Contoh : Anthosianin, Batalain, klorofil dan Heme.
2.      Pewarna Buatan
a.       Larut dalam air
Contoh : Sunset yellow, Tartazine, Brilliant Blue, Carmosine, Erythrosine, Fast Red E, Amaranth, Imdigo Carmine, dan Ponceau 4R
b.      Tidak larut dalam air
Contoh : Rhodamon B, dan  Methanil Yellow
c.       Warnanya Homogen

C.    Sumber Zat Pewarna
  1. Pewarna alami
Pewarna alami adalah bahan pewarna yang berasal dari alam. Biasanya pewarna alam ini berasal dari tanaman dan hewan, misalnya kunyit, daun suji, daun pandan, daun jambu, dan sebagainya.
Daun suji (pewarna hijau) telah lama di gunakan untuk mewarnai kue pisang, serabi dan dadar gulun. Kunyit (pewarna kuning) untuk mewarnai nasi kuning, tahu serta hidangan lainnya. Daun jambu atau daun jati untuk pewarna merah.
  1. Pewarna Buatan
Sumber pewarna yang lain adalah sumber pewarna buatan yang mempunyai kelebihan yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi kekurangannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya.
Proses pewarnaan zat sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014% dan timbal tidak boleh dari 0,001% sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.
Pewarna terlarang yang masih sering di pakai adalah Orange RN, Auramine, Rodamine B dan methanyl Yellow. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Disamping itu, harga zat pewarna untuk industri relatif lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan dan biasanya warnanya lebih menarik.

D.    Penggolongan Pewarna
1.      Pewarna Alami
Adapun menurut winarno (1997) yang tergolong kedalam pewarna alami di antaranya adalah :
a.       Klorofil adalah zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
b.      Miglobin dan haemoglobin ialah zat wara merah pada daging yang tersususn oleh protein globin dan heme yang mempunyai inti zat besi.
c.       Karotenoid merupakan  kelmpok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange yang terlarut dalam lipida ( minyak ), berasal dari tanaman atau hewan.
d.      Anthosianin dan anthoxanthin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. warna pigmen anthosianin merah, biru, violet, dan biasanya terdapat pada bunga, buah – buahan, dan sayur – sayuran.
e.       Antoxantin termasuk kelompok pigmen flavonoid yang bewarna kuning dan larut dalam air. Antoxantin banyak terdapat dalam lendir sel daun yang kebanyakan tidak digunakan sebagai makanan.
Yang termasuk kedalam Uncertified Color ini adalah zat pewarna alami ( ekstrak pigmen dari tumbuh – tumbuhan ) dan zat warna mineral. Zat- zat pewarna yang termasuk Uncertified color adalah :
a.       Karotenoid sebagai pewarna
Golongan karoten menghasilkan warna jingga sampai merah dan dapat larut dalam minyak. Zat-zat ini di gunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti margarin dan minyak goreng.
b.      Biksin
Biksin larut dalam lemak, sedangkan non-biksin larut dalam air, dan warna yang di hasilkan adalah kuning warna buah persik. Biksin sering di gunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salab dressing.
c.       Karamel
Karamel berbentuk amorf yang bewarna coklat gelap dan dapat diperoleh dari pemanasan yang terkontrol terhadap molase,hidrolisat pati, dekstrosa, gula invert, laktosa, sirup malt, dan sukrosa
d.      Titanium Oksida
Titanium Oksida berwarna putih. Dalam bentuk kasar atau mutu rendah titanium oksida sebagai warna dasar cat rumah. Secara tersendiri, titanium oksida digunakan dalam sirup yang dipakai untuk melapisi tablet obat. penggunaan titanium oksida diizinkan sejak tahun 1966 dengan batas 1% dari berat badan.
e.       Cochineal, Karmin, dan Asam Karminat
Cochineal adalah zat berwarna merah yang diperoleh dari hewan coccus cacti betina yang dikeringkan. Zat pewarna yang terdapat di dalamnya adalah asam karminat. Karmin diperoleh dengan cara mengekstrasi asam karminat. Karmin digunakan untuk melapisi bahan berprotein dan memberikan lapisan warna merah pada jambu.



2.      Pewarna Buatan
Yang termasuk zat pewarna buatan yaitu golongan Certified Color. Adapun yang termasuk golongan Certified Color yaitu :
a.       Dyes
Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Dyes terdapat dalam benuk bubuk, granula, cairan, campuran warana, pasta, dan disperse. Zat warna yang stabil  untuk berbagai macam penggunaan dalam makanan.
Konsentrasi pemakaianya tidak dibtasai secara khusus, tetapi di Amerika Serikat disaraankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturing Practices (GMP), yang apada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan untuk memeperoleh efek yag diinginkan, jadi rata – rata kurang dari 300 ppm. Tetapi, dalam prakteknya ternyata digunakan konsentrasi antara 5 – 500 ppm.
FD (Food Drag) dan C (Cosmetic Act) Dye terbagi atas 4 kelompok, yaitu:
1.      Azo dye, terdiri dari :
a.       FD & C Red No. 2 (Amaranth)
Amaranth termasuk golongan manazo yang mempunyai satu ikatan N = N. Amaranth berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air menghasilkan larutan berwarna merah lembayung atau merah kebiruan.
b.      FD & C Yellow No. 5 (Tertrazine)
Merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut dalam air, dengan larutannya berwarna kuning keemasan.
c.       FD & c yellow No. 6
Sunset yellow termasuk golongan manazo, berupa tepung berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuning – kuningan
d.      FD & Red No 4 ( panceau sx )
Panceau sx berupa tepung merah, mudah larut dalam air , dan memberikan larutan berwarna merah jingga.
2.      Triphenylmethane dye . terdiri dari :
a.       FD & Blue no.1 ( briliant blue )
Zat pewarna ini termasuk triphenylmethane dye, merupakan tepung berwarna ungu perunggu. bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alcohol 95 %
b.      FD & green no.3 ( fast green )
Tepung zat warna ini berwarna ungu kemerahan atau ungu kecoklatan dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan
c.       FD & Violet no. 1 ( benzylviolet )
Zat warna ini berbentuk tepung berwarna ungu, larut dalam air, gliserol, glikol, dan alcohol 95 %. menghasilkan warna ungu cerah. tidak larut dalam minyak dan eter.
3.      Fluorescein, terdiri dari :
FD & C red No.3 ( Erythrosine )
Zat pewarna ini termasuk golongan fluorescein. berupa tepung coklat, larutannya dalam alcohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi, sedangkan larutannya dalam air berwarna merah cherry tanpa fluoresensi
4.      Sulfonated indigo , terdiri dari :
a.       FD & Blue no. 2 ( indigotin indigo carmine )
Indigotine merupakan tepung berwarna biru, coklat, kemerah – merahan, mudah larut  dalam air dan larutannya berwarna biru.
b.      Lakes
Zat pewarna ini di buat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal basa ( Al atau Ca ) yang dilapisi dengan alumunium hidrat ( Alumina ). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Pada pH 3,5 sampai dengan 9,5 lakes stabil. Lakes pada umumnya mengandung 10 - 40% dyes murni, sifatnya tidak larut dalam air dan lebih stabil terhadap pengaruh cahaya, kimia, dan panas. Pemakaian lakes dapat dilakukan dengan cara mendispersikan zat warna tersebut dengan serbuk makanan sehingga pewarnaan akan terrjadi.

E.     Tips Hindari Pewarna Makanan Tidak Aman:
1.      Carilah makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok
Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya anda pilih makanan atau minuman dengan warna yang tidak terlalu mencolok. Hal ini karena makanan yang terlihat mencolok atau ‘ngejreng’, kebanyakan dari pewarna makanan sintetis yang biasa digunakan untuk pewarna tekstil. Seperti halnya Rhodamin B yang membuat warna makanan terlihat lebih ‘ngejreng’.
2.      Test terlebih dahulu jika memilih makanan atau minuman yang berwarna
Caranya, uji cobalah dengan menempelkan makanan ke tangan atau kain. Jika warnanya menempel dan sulit untuk dihilangkan, berarti makanan tersebut menggunakan pewarna yang tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi. “Lebih baik anda memilih warna makanan yang soft atau halus, karena pewarna makanan alami warnanya tidak ‘ngejreng’ dan cenderung soft,” jelas drg. Rini.
3.      Kenalkan sejak dini pada anak
Tidak cukup dengan mengetahui pewarna yang aman atau tidak aman, kenalkan juga sedini mungkin pada anak-anak, makanan yang aman dan tidak aman. Sehingga anak-anak mengetahui makanan yang boleh ia makan atau tidak. “Hal itu untuk mengantisipasi anak, jika terpaksa ia harus jajan diluar, ia akan memilih makanan yang aman,” ungkap wanita berkacamata itu.

4.      Biasakan anak sarapan dirumah
Biasakan anak sarapan dirumah sebelum berangkat sekolah, dan beri bekal untuk makan siang anak. Karena dengan anak sarapan pagi dirumah, maka meminimalkan anak untuk jajan diluar yang memang belum terjamin keamanan dan kebersihannya.
5.      Baca jenis dan jumlah pewarna yang dipergunakan
Setiap kali membeli makanan dalam kemasan, teliti dan baca jenis dan bahan pewarna yang dipergunakan dalam produk tersebut. Hal ini untuk mengetahui jumlah kandungan bahan pewarna yang dipakai di makanan tersebut.
6.      Perhatikan label pada setiap kemasan produk
Pastikan di label makanan tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang tertulis POM beserta no izin pendaftaran. Atau jika produk tersebut hasil industri rumah tangga, maka harus ada nomor pendaftarannya yang tertulis P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dan nomor izin pendaftarannya.















BAB III
METODE PENELITIAN

Identifikasi Zat Pewarna
Analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi tahap pengukuran kadar pewarna sintetik yang teridentifikasi pada sampel (analisis kuantitatif).
Untuk contoh makanan jajanan dengan komponen utama pati dan contoh makanan jajanan yang mengandung banyak lemak dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi dipekatkan kemudian zat warna ditarik dengan benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan. Zat warna yang terikat pada benang wol dilarutkan dalam larutan ammonium hidroksida diserta pemanasan. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan pada suasana asam menggunakan asam asetat 10 % serta pada suasana basa menggunakan amoniak 10%, dengan isolasi dan absorpsi oleh benang wool. Pada proses ekstraksi diperoleh pewarna sintetis asam, sedangkan pewarna sintetis basa tidak ditemukan, karena pada waktu ekstraksi oleh benang wool bebas lemak dengan penambahan amoniak 10% warna tidak tertarik oleh benang wool.
Larutan ammonium hidroksida dipekatkan dan pekatan zat warna hasil isolasi pada preparasi contoh makanan jajanan ditotolkan (spotting) pada jarak kira-kira 2 cm dari ujung kertas kromatografi. Jumlah sampel yang ditotolkan kurang lebih 1μl, dengan menggunakan mikropipet Tetesan sampel harus diusahakan sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali, dibiarkan mengering sebelum totolan berikutnya dikerjakan (Yazid, 2005).
Pengembangan dilakukan dengan mencelupkan dasar kertas kromatografi yang telah ditotoli sampel dalam sistem pelarut untuk proses pengembangan. Proses pengembangan dilakukan dengan cara dikerjakan searah atau satu dimensi. Eluen Pemilihan eluen ini sangat mempengaruhi hasil pemisahan. Akibatnya pada eluen yang berbeda akan memberikan hasil Rf yang berbeda pula. Misalnya pada hasil penelitian Jana (2007) menunjukkan adanya perbedaan Rf (Tabel 1) pada eluen yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan Eluen 1 Etil metil keton 70 ml, Aseton 30 ml, Aquades 30 ml) dan Eluen 2 (NaCl 25 gram, Etanol 50 % 100 ml)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kuantitatif
Untuk menentukan berapa konsentrasi zat-zat pewarna tersebut dalam bahan pangan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini maka dilakukan uji kuantitatif. Dalam penelitian ini yang diuji secara kuantitatif adalah pewarna yang paling sering digunakan yaitu Tartrazin dan yang dilarang penggunaannya menurut peraturan Menteri kesehatan No. 239/Menkes/Per/IX/85 yaitu Rhodamin B. Hasil analisis terhadap konsentrasi tartrazine yang terdapat pada sampel (Tabel 1) terlihat bahwa sampel permen kuning dan Mie basah ternyata melebihi batas maksimum yang boleh diserap oleh tubuh yaitu 7,5 ppm berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake). Hal ini berarti jika tingkat konsumsi terhadap sampel tersebut secara terus-menerus akan menyebabkan toksisitas atau keracunan bagi tubuh manusia. Namun sampel Krupuk kuning muda (A2) dan Krupuk kuning tua (A3) masing-masing memiliki konsentrasi 5,9591 ppm dan 5,7097 ppm masih berada di bawah nilai yang ditetapkan ADI. Hal ini sampel berada pada kisaran aman untuk dikonsumsi oleh manusia berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake).
Tabel 1.   Hasil analisis kuantitatif Sampel yang mengandung Tartrazin dan Rhodamin B




Hasil analisis kuantitatif (Tabel 1) pada sampel krupuk (M1) ternyata kandungan Rhodamin B yang terdapat dalam sampel adalah sebesar 2,1892 ppm. Rhodamin B merupakan zat pewarna yang dilarang karena sangat berbahaya bagi kesehatan. Hasil penelitian Budiarso dkk, 1983, diacu dalam Muchtadi & Nienaber, 1997 menunjukkan bahwa Rhodamin B bersifat toksik, dengan bukti bahwa Rhodamin B dapat menghambat pertumbuhan hewan percobaan (mencit dan tikus), menyebabkan diare, bahkan menyebabkan kematin, sekalipun dosis yang digunakan cukup rendah yaitu 0,117 mg per kg berat badan. Di samping itu Rhodamin B juga menyebabkan kanker hati pada mencit (16,6%), kanker limfa pada tikus (8,3%) dan dilatasi kantung air seni pada tikus (11,1%).
Penampilan makanan, termasuk warnanya, sangat berpengaruh untuk menggugah selera. Penambahan zat pewarna pada makanan bertujuan agar makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri secara luas digunakan di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk warna merah. Pewarna alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yakni ketersediaannya terbatas, dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan untuk industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk produk massal akan meningkatkan biaya produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena sifat pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. Kemajuan teknologi pangan pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk pangan. Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna untuk menarik perhatian konsumen.
Zat pewarna pada makanan secara umum digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman atau buah-buahan. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis.
Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut.
Dewasa ini keamanan penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan masih dipertanyakan di kalangan konsumen. Sebenarnya konsumen tidak perlu khawatir karena semua badan pengawas obat dan makanan di dunia secara kontinyu memantau dan mengatur zat pewarna agar tetap aman dikonsumsi. Jika ditemukan adanya potensi risiko terhadap kesehatan, badan pengawas obat dan makanan akan mengevaluasi pewarna tersebut dan menyebarkan informasinya ke seluruh dunia. Pewarna yang terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker, akan dilarang digunakan. Di Indonesia tugas ini diemban oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya Rhodamine B sebagai pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah, dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna tersebut.



Tabel 2. Perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
Pembeda
Zat pewarna Sintetis
Zat pewarna alami
Warna yang dihasilkan
Lebih cerah
Lebih homogen
Lebih pudar
Tidak homogen
Variasi warna
Banyak
Sedikit
Harga
Lebih murah
Lebih mahal
Ketersediaan
Tidak terbatas
Terbatas
Kestabilan
Stabil
Kurang stabil

            Baik zat pewarna sintetis maupun alami yang digunakan dalam industri makanan harus memenuhi standar nasional dan internasional. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker (Lee 2005).
Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan  :
1.      Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.
2.      Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan.
3.      Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.
4.      Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.
5.      Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.
            Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan (Anonimus 2006).
            Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, Brilliant Pink B Tetra Ethyl, Rheonine B, D & C Red No. 19, CI Basic Violet 10, dan CI No. 45179.
.           Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan.
Ciri - ciri pangan mengandung Rhodamin B :
  • Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk larutan/minuman warna merah berpendar atau berflueresensi.
  • Dalam pengelolaan tahan terhadap pemanasan (direbus/digoreng warna tidak pudar).
  • Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk, es puter).
            Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat, juga sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa: iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan, dan bahaya kanker hati.
            Bahaya akut Rhodamin B bila sampai tertelan maka dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan air seni akan berwarna merah atau merah muda. Apabila terpapar Rhodamin B dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati dan kanker hati.
            Penyalahgunaan Rhodamin B untuk pewarna pangan telah ditemukan untuk berapa jenis pangan. Pangan tersebut antara lain adalah kerupuk, terasi, dan pangan jajanan yang berwarna merah.Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006).
            Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah satu diantaranya oleh zat pewarna untuk tekstil.





BAB IV
KESIMPULAN

Terdapat sampel krupuk pati yang dilarang menurut Permenkes No 239/Menkes/Per/IX/85 diantaranya Rhodamin B dengan konsentrasi 2.1892 ppm.
Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, Penambahan zat pewarna rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.

















DAFTAR PUSTAKA

Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.

Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal dalam pewarna rhodamine B dan auramine secara spektrofotometri: Suatu penelitian pendahuluan. http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1999a.htm. [20 Mei 2015 ]

1 komentar:

  1. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
    Terjangkau
    Cost saving
    Solusi
    Penawaran spesial
    Hemat biaya Energi dan listrik
    Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut


    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management
    OUR SERVICE
    1.
    Coagulan, nutrisi dan bakteri
    Flokulan
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Garment wash
    Eco Loundry
    Paper Chemical
    Textile Chemical
    Degreaser & Floor Cleaner Plant

    2.
    Oli industri
    Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    3.
    Other Chemical
    RO Chemical
    Hand sanitizer
    Disinfectant
    Evaporator
    Oli Grease
    Karung
    Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
    Zinc oxide
    Thinner
    Macam 2 lem
    Alat-alat listrik
    Packaging
    Pallet
    CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
    Almunium

    BalasHapus