IBU MENYUSUI DAN OBAT-OBATNYA
IBU MENYUSUI DAN OBAT-OBATNYA
A.
Fisiologi
Laktasi/Menyusuia
Perkembangan
alveolar dan pematangan payudara harus menunggu hormon kehamilan (progesteron,
prolaktin, dan human placenta lactogen)
untuk penyelesaian proses perkembangan. Pada pertengahan kehamilan kelenjar
mampu mensekresikan ASI (kolostrum), walaupun fungsi yang sepenuhnya belum ada
hingga jaringan dibebaskan dan inhibisi kadar progesteron yang bersirkulasi
yang sangat tinggi. Tahapan ini disebut laktogenesis tahap pertama.
Laktogenesis tahap kedua terjadi saat kadar progesteron turun setelah
pengeluaran plasenta, selama hari ke-2 hingga hari ke-4 setelah persalinan.
Tahap kedua mencakup peningkatan aliran darah mammary, dan pengambilan oksigen dan glukosa yang sangat besar.
Pada hari kedua hingga hari ketiga pasca persalinan, terjadi sekresi ASI yang
sangat besar. Hingga laktogenesis tahap kedua berkembang, payudara
mensekresikan kolostrum. Kolostrum sangat berbeda dibandingkan dengan ASI dalam
hal volume dan unsur penyusun. Kolostrum lebih banyak mengandung protein,
terutama immunoglobulin sekretori, laktosa dan kandungan yang lebih rendah.
Prolaktin dan glukokortikoid memainkan peranan penting sebagai prometer pada
tingkat perkembangan ini.
Setelah
laktogenesis tahap kedua (4 hingga 6 hari postpartum), laktasi memasuki periode
produksi ASI yang tidak menentu yang sebelumnya disebut galaktopoesis, sekarang
disebut laktogenesis tahap ketiga. Durasi tahap ini bergantung pada produksi
ASI yang berkelanjutan dan pemindahan ASI yang efisien pada bayi. Prolaktin
tampaknya menjadi hormon galaktopoietik yang paling penting karena inhibisi
selektif dan sekresi prolaktin oleh bromokriptin mengganggu laktogenesis.
Oksitosin tampaknya menjadi hormon galaktokinetik yang utama.
Tahap
akhir perkembangan adalah involusi dan penghentian pemberian ASI. Karena
frekuensi pemberian ASI menurun hingga
kurang dan enam kali dalam 24 jam dan volume ASI menurun hingga kurang dari
400/24jam, kadar prolaktin menurun dan pola siklus berakhir pada penghentian
total produksi susu. Setelah 24 hingga 48 jam tidak ada pemindahan ASI ke bayi,
tekanan intraduktus dan faktor penghambat laktasi tampaknya memulai apoptosis
sel epitel sekretori dan degradasi proteolitik pada membran dasar. Faktor
penghambat laktasi merupakan protein yang disekresikan dalam susu, yang
meningkatkan konsentrasi pada keadaan tidak adanya drainase tampaknya
menurunkan produksi susu oleh oleh sel alveolar.
B.
Hubungan
antara diet maternal dan komposisis ASI
Pada
wanita yang terpenuhi kebutuhan gizinya, fluktuasi diet normal mempengaruhi
rasa dan bau ASI, yang mempengaruhi nafsu makan bayi. Secara umum, kandungan
nutrisi dalam ASI lebih responsif terhadap diet maternal pada wanita yang
kurang gizi dibandingkan yang cukup mendapatkan asupan gizi. Defisiensi zat
gizi yang diamati pada bayi yang mengkonsumsi ASI dan wanita kurang gizi atau
melakukan diet ketat, adalah defisiensi vitamin B12, asam folat, asam askorbat,
iodin, seng, dan karnitin. Tanpa suplemen, para vegetarian akan mengalami
defisiensi B12 dan menghasilkan ASI yang kekurangan B12. Para ibu-ibu
vegetarian harus mengkonsumsi suplemen
B12, terutama pada saat hamil dan menyusui. Asupan lemak maternal mempengaruhi
konsentrasi relatif dari asam lemak susu tanpa merubah kandungan lemak total.5
C.
Kebutuhan
Gizi Saat Menyusui
Permintaan
nutrisi pada saat laktasi lebih besar dari pada kehamilan. Pada 4-6 bulan
pertama periode postpartum, bayi memiliki berat 2 kali berat badan lahir. ASI
yang disekresikan selama 4 bulan mencerminkan jumlah energy yang sama dengan
energy total yang dibutuhkan selama kehamilan. Akan tetapi, beberapa energy dan
banyak nutrisi yang disimpan selama kehamilan tersedia untuk mendukung produksi
ASI.
1. Kalori
Asupan kalori yang direkomendasikan selama 6 bulan
pertama laktasi adalah tambahan 500 kcal dengan asumsi bahwa 170 kcal/harian
akan diambilkan dari penyimpanan kalori yang terakumulasi selama kehamilan.
Asupan kalori yang direkomendasikan setelah 6 bulan menurun menjadi 400
kcal/hari karena kecepatan produksi ASI menurun menjadi 600 mL/hari.
Efisiensi konversi makanan maternal menjadi ASI
adalah sekitar 80 hingga 90 persen. Jika rata-rata volume ASI perhari adalah
900 ml dan ASI memiliki kandungan kalori sebesar 794 kcal/hari, kecuali jika
kalori yang telah ada digunakan. Selama kehamilan, sebagian besar wanita
menyimpan 2 hingga 5 kg ekstra (19000 hingga 48000 kcal) dalam jaringan,
sebgaian besar dalam bentuk lemak, yang merupakan persiapan fisiologis untuk
laktasi.
2. Vitamin
dan Mineral
Seperti kalori, asupan yang direkomendasikan untuk
beberapa vitamin dan mineral lebih tinggi pada masa menyusui dari pada masa
kehamilan namun pengecualian pada zat besi. Pada masa menyusui, kebutuhan
vitamin dan mineral harus ditingkatkan sebesar 20 hingga 30 persen dari pada
kebutuhan wanita yang tidak hamil. Asam folat harus ditingkatkan sebesar 2 kali
lipat. Kalsium, fosfor, dan magnesium harus ditingkatkan sebesar 40 hingga 50
persen, terurama pada remaja yang menyusui. Dalam prakteknya, kebutuhan ini
dapat dipasok oleh tambahan makanan berikut ini : 2 gelas susu, 2 ons daging
atau selai kacang, sepotong roti gandum, buah jeruk, salad dan tambahan sayur
berwarna hijau gelap atau kuning. Asupan vitamin yang tepat dapat dipastikan
dengan melanjutkan vitamin prenatal 1 mg asam, folat selama masa menyusui. Ibu
harus minum paling tidak tambahan cairan sebesar 1 liter perhari untuk
mengganti cairan yang hilang melalui ASI.
Vegetarian semakin banyak dan pada kasus ini,
defisiensi yang sering terjadi adalah defisiensi vitamin B (terutama B12),
protein total, dan asam amino esensial. Rekomendasi yang ada program dietnya
harus dipusatkan pada suplemen protein, zat besi, kalsium dan vitamin D dan B
berikana makanan tambahan berupa tepung kedelai atau kacang.
Beberapa wanita takut jika menyusui akan menyebabkan
pengeroposan tulang dan beresiko menderita osteoporosis. Hal ini tidak
terbukti, bahkan yang telah terjadi dalah sebaliknya, densitas tulang kembali
lagi setelah wanita tersebut memberikan ASI. Kalsium yang dikonsumsi ibu tidak
berkaitan dengan kalsium yang disekresi dalam ASI. Bahhkan tidak ada
keterkaitan yang telah ditemukan antara konsentrasi konsentrasi kalsium dan ASI
dan asupan kalsium maternal melalui makanan atau suplemen kalsium.
D. Terapi Obat Pada Ibu Menyusui
ASI diketahui sebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung
berbagai nutrisi dan zat-zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi
kadang-kadang ibu yang menyusui memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat
pada ibu menyusui tersebut harus diberikan dengan memperhatikan kemungkinan
adanya ekskresi obat ke dalam air susu ibu (ASI). Sebagian besar obat yang
diberikan kepada ibu menyusui umumnya tidak berpengaruh terhadap suplai ASI
maupun terhadap bayi. Artikel ini bertujuan untuk melindungi bayi terhadap efek
yang tidak diinginkan dari terapi obat secara maternal dan untuk meningkatkan
efektifitas terapi farmakologik pada ibu menyusui.
ASI merupakan suatu suspensi lemak dan
protein dalam solusi karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-bahan
yang diperoleh dari sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan
laktabumin. Ekskresi obat kedalam ASI diduga terjadi melalui ikatan protein
atau melalui ikatan pada permukaan globul lemak ASI.
Secara umum, mekanisme pencapaian obat
kedalam ASI adalah dengan mekanisme
difusi pasif melalui membran.
Obat dan bahan-bahan kimia yang dikonsumsi
oleh ibu ada yang dapat mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi atau
produksi ASI itu sendiri.
Jumlah obat yang mencapai ASI terutama
tergantung pada gradien konsentrasi antara plasma dan ASI. Selain itu
juga tergantung pada kelarutan obat di dalam lemak, pKa
(konstanta disosiasi asam), dan kapasitas ikatan protein serta pH ASI.
Karena pH ASI sedikit lebih rendah dari pada pH plasma, basa lemah cenderung
memiliki konsentrasi rasio ASI terhadap plasma yang lebih tinggi dibandingkan
asam lemah. Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti linkomisin,
eritrimisin, antihistamin, alkaloid, isoniazid, antipsikotik, antidepresan,
litium, kinin, tiourasil, dan metronidazol umumnya sama atau lebih tinggi dari
pada konsentrasi plasmanya. Konsentrasi ASI obat-obat asam lemah seperti
barbiturat, fenitoin, sulfonamid, diuretik, dan penisilin umumnya sama atau lebih
rendah dari pada konsentrasi plasmanya.
Signifikansi klinik suatu obat pada ASI
tergantung pada konsentrasinya dalam ASI, jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayi
dalam periode waktu tertentu, absorpsi ASI oleh bayi, dan efek obat terhadap
bayi.
Sampai saat ini daftar obat-obat yang
dikontraindikasikan bagi ibu menyusui didasarkan pada data-data yang masih
sangat terbatas, antara lain melalui penelitian klinik dan laporan kasus.
Karena itu, walaupun obat-obat jenis tertentu tidak mencantumkan adanya efek
samping terhadap ibu menyusui bukan berarti obat-obat tersebut tidak memiliki
efek samping semacam itu.
Rasio ASI terhadap plasma suatu obat merupakan suatu perbandingan
antara konsentrasi obat dalam ASI terhadap konsentrasi obat tersebut dalam
plasma secara simultan. Signifikansi klinik rasio ASI terhadap plasma sering
disalahpahami, misalnya rasio ASI terhadap plasma lebih besar atau sama dengan
1 sering dianggap mempunyai potensi buruk bagi bayi, tetapi jika kadar
plasmanya rendah maka kadar ASInya juga rendah. Contohnya isoniazid yang
diberikan kepada ibu menyusui dalam dosis terapetik yang umumnya akan mencapai
konsentrasi plasma sebesar 6μg/mL. Jika rasio ASI terhadap plasmanya 1 maka
bayi yang mengkonsumsi 240 mL ASI hanya akan mengkonsumsi 1,4 mg setiap kali
menyusu, dimana jumlah tersebut jauh dibawah dosis pediatrik isoniazid yaitu
sebesar 10 sampai 20 mg/kg. Karenanya, jarang dijumpai masalah kecuali suatu
obat konsentrasi ASInya tinggi atau suatu obat memiliki potensi dan toksisitas
yang tinggi pada konsentrasi rendah atau suatu obat memiliki efek kumulatif
karena kemampuan metabolisme dan ekskresi bayi terhadap obat yang masih belum
sempurna.
Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi
bayi antara lain adalah
insulin dan epinefrin, dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan
teofilin diekskresi kurang bagus oleh bayi dan dapat terakumulasi sehingga
menyebabkan hiperiritabilitas. Asupan alcohol juga harus dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat badan
maternal/hari. Ibu sebaiknya tidak merokok didepan bayinya walaupun tidak
sedang menyusui dan sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam setelah merokok.
Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat
radiofarmasetik walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya,
metisergid), litium, kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri.
Obat-obat tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui
harus dihentikan bila ibu harus diberi perawatan dengan obat-obat tersebut.
obat-obat lain yang juga harus dihindari karena belum adanya penelitian tentang
ekskresinya kedalam ASI adalah obat-obat yang mempunyai waktu paruh plasma yang
panjang, obat-obat yang mempunyai efek toksik yang poten terhadap sumsum
tulang, obat-obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan jangka panjang.
Tetapi obat-obat yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara parenteral
kepada ibu tidak memiliki efek yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan
mengkonsumsi obat secara oral tetapi tidak akan mengabsorpsinya.
Obat yang mensupresi atau menghambat
laktasi antara lain
bromokriptin, estradiol, kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan
antidepresan trazodon serta piridoksin dosis tinggi. Bromokriptin bekerja
melalui supresi sekresi prolaktin dari kelenjar hipofise yang terjadi setelah
melahirkan.
Obat-obat yang konsumsinya harus
diperhatikan dengan seksama seperti yang disebut di bawah ini. Obat-obat over the counter
umunya aman bagi ibu menyusui, tetapi etiket yang tertera pada kemasan tetap
harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya peringatan akan penggunaannya
dan kemungkinan adanya petunjuk khusus terhadap ibu menyusui. Propiltiourasil
dan fenilbutazon dapat diberikan pada ibu menyusui tanpa adanya efek merugikan
terhadap bayinya, tapi metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik dan
antidepresan, sedativa, dan trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati
terhadap dosisnya. Kontrasepsi hormon tunggal dosis rendah dapat diberikan,
sedangkan kontrasepsi dosis tinggi dapat mensupresi laktasi. Metronidazol dapat
diberikan dengan memperhatikan usia bayi dan dosis yang diberikan pada ibu.
Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan cermat bila ibunya mengkonsumsi
obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk memastikan tidak ada perubahan
dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin tidak dikontraindikasikan selama
menyusui.
Beberapa hal penting yang perlu
dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu kepada ibu menyusui, antara
lain:
- Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?
- Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.
- Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh pada bayi, perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah pada bayi yang menyusu tersebut.
- Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu untuk meminum obatnya setelah menyusui bayinya.
Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat
dan obat yang diberikan merupakan obat yang relatif aman maka obat tersebut
sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit setelah menyusui dan 3 – 4 jam sebelum waktu
menyusui berikutnya. Waktu tersebut umumnya sudah mencukupi dimana darah ibu
sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi obat dalam ASI juga sudah
relatif rendah.
Contoh Daftar Obat-obatan yang Aman untuk Ibu
Menyusui:
1.
Penurun Panas dan Analgesik (penghilang
nyeri): Asetaminofen (parasetamol), ibuprofen, anestesi lokal.
2.
Antibiotik: Gol penisilin (Amoxicilin,
ampicillin) dan sefalosporin (Cefadroxil, ceftriaxone, cefotaxime).
3.
Asma: Prednisolon, prednison, salbutamol,
flutikason.
4.
Rhinitis Alergi: Beclometason, fluticasone.
5.
Diabetes Melitus: Indulin, glipizide.
6.
Jantung: Thiazide, propanolol, metoprolol,
labetolol.
7.
Epilepsi: Phenytoin, carbamazepine.
8.
Anti depresi: Sertraline.
9.
Obat thyroid: Propythiouracil, Levothyroxine.
10.
Kontrasepsi: Progestin (mini pil).
DAFTAR
PUSTAKA
1. Simanjuntak
David, Etti Sudaryati. Gizi pada ibu hamil dan menyusui. Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Univerisitas Sumatera
Utara.
2. Picciano
Mary Frances. Pregnancy and lactation : Physiological adjustment, nutritional
requirement and the role of dietary supplements. Available from : http//: www.jn.nutrition.org
, accesesed on January 25th, 2013.
3. Stewart
Truswell. Nutrition for pregancy. In: ABC of nutrition. BMJ Books. 2004.
4. Alan
H. De Chemey,MD. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynaecology.
10th Edition. United States of America. Mc Graw-Hill Companies.
2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar