Sabtu, 19 September 2015

IBU MENYUSUI DAN OBAT-OBATNYA


IBU MENYUSUI DAN OBAT-OBATNYA



IBU MENYUSUI DAN OBAT-OBATNYA

 

A.    Fisiologi Laktasi/Menyusuia
Perkembangan alveolar dan pematangan payudara harus menunggu hormon kehamilan (progesteron, prolaktin, dan human placenta lactogen) untuk penyelesaian proses perkembangan. Pada pertengahan kehamilan kelenjar mampu mensekresikan ASI (kolostrum), walaupun fungsi yang sepenuhnya belum ada hingga jaringan dibebaskan dan inhibisi kadar progesteron yang bersirkulasi yang sangat tinggi. Tahapan ini disebut laktogenesis tahap pertama. Laktogenesis tahap kedua terjadi saat kadar progesteron turun setelah pengeluaran plasenta, selama hari ke-2 hingga hari ke-4 setelah persalinan. Tahap kedua mencakup peningkatan aliran darah mammary, dan pengambilan oksigen dan glukosa yang sangat besar. Pada hari kedua hingga hari ketiga pasca persalinan, terjadi sekresi ASI yang sangat besar. Hingga laktogenesis tahap kedua berkembang, payudara mensekresikan kolostrum. Kolostrum sangat berbeda dibandingkan dengan ASI dalam hal volume dan unsur penyusun. Kolostrum lebih banyak mengandung protein, terutama immunoglobulin sekretori, laktosa dan kandungan yang lebih rendah. Prolaktin dan glukokortikoid memainkan peranan penting sebagai prometer pada tingkat perkembangan ini.
Setelah laktogenesis tahap kedua (4 hingga 6 hari postpartum), laktasi memasuki periode produksi ASI yang tidak menentu yang sebelumnya disebut galaktopoesis, sekarang disebut laktogenesis tahap ketiga. Durasi tahap ini bergantung pada produksi ASI yang berkelanjutan dan pemindahan ASI yang efisien pada bayi. Prolaktin tampaknya menjadi hormon galaktopoietik yang paling penting karena inhibisi selektif dan sekresi prolaktin oleh bromokriptin mengganggu laktogenesis. Oksitosin tampaknya menjadi hormon galaktokinetik yang utama.
Tahap akhir perkembangan adalah involusi dan penghentian pemberian ASI. Karena frekuensi  pemberian ASI menurun hingga kurang dan enam kali dalam 24 jam dan volume ASI menurun hingga kurang dari 400/24jam, kadar prolaktin menurun dan pola siklus berakhir pada penghentian total produksi susu. Setelah 24 hingga 48 jam tidak ada pemindahan ASI ke bayi, tekanan intraduktus dan faktor penghambat laktasi tampaknya memulai apoptosis sel epitel sekretori dan degradasi proteolitik pada membran dasar. Faktor penghambat laktasi merupakan protein yang disekresikan dalam susu, yang meningkatkan konsentrasi pada keadaan tidak adanya drainase tampaknya menurunkan produksi susu oleh oleh sel alveolar.

B.     Hubungan antara diet maternal dan komposisis ASI
Pada wanita yang terpenuhi kebutuhan gizinya, fluktuasi diet normal mempengaruhi rasa dan bau ASI, yang mempengaruhi nafsu makan bayi. Secara umum, kandungan nutrisi dalam ASI lebih responsif terhadap diet maternal pada wanita yang kurang gizi dibandingkan yang cukup mendapatkan asupan gizi. Defisiensi zat gizi yang diamati pada bayi yang mengkonsumsi ASI dan wanita kurang gizi atau melakukan diet ketat, adalah defisiensi vitamin B12, asam folat, asam askorbat, iodin, seng, dan karnitin. Tanpa suplemen, para vegetarian akan mengalami defisiensi B12 dan menghasilkan ASI yang kekurangan B12. Para ibu-ibu vegetarian  harus mengkonsumsi suplemen B12, terutama pada saat hamil dan menyusui. Asupan lemak maternal mempengaruhi konsentrasi relatif dari asam lemak susu tanpa merubah kandungan lemak total.5

C.    Kebutuhan Gizi Saat Menyusui
Permintaan nutrisi pada saat laktasi lebih besar dari pada kehamilan. Pada 4-6 bulan pertama periode postpartum, bayi memiliki berat 2 kali berat badan lahir. ASI yang disekresikan selama 4 bulan mencerminkan jumlah energy yang sama dengan energy total yang dibutuhkan selama kehamilan. Akan tetapi, beberapa energy dan banyak nutrisi yang disimpan selama kehamilan tersedia untuk mendukung produksi ASI.


1.      Kalori
Asupan kalori yang direkomendasikan selama 6 bulan pertama laktasi adalah tambahan 500 kcal dengan asumsi bahwa 170 kcal/harian akan diambilkan dari penyimpanan kalori yang terakumulasi selama kehamilan. Asupan kalori yang direkomendasikan setelah 6 bulan menurun menjadi 400 kcal/hari karena kecepatan produksi ASI menurun menjadi 600 mL/hari.
Efisiensi konversi makanan maternal menjadi ASI adalah sekitar 80 hingga 90 persen. Jika rata-rata volume ASI perhari adalah 900 ml dan ASI memiliki kandungan kalori sebesar 794 kcal/hari, kecuali jika kalori yang telah ada digunakan. Selama kehamilan, sebagian besar wanita menyimpan 2 hingga 5 kg ekstra (19000 hingga 48000 kcal) dalam jaringan, sebgaian besar dalam bentuk lemak, yang merupakan persiapan fisiologis untuk laktasi.
2.      Vitamin dan Mineral
Seperti kalori, asupan yang direkomendasikan untuk beberapa vitamin dan mineral lebih tinggi pada masa menyusui dari pada masa kehamilan namun pengecualian pada zat besi. Pada masa menyusui, kebutuhan vitamin dan mineral harus ditingkatkan sebesar 20 hingga 30 persen dari pada kebutuhan wanita yang tidak hamil. Asam folat harus ditingkatkan sebesar 2 kali lipat. Kalsium, fosfor, dan magnesium harus ditingkatkan sebesar 40 hingga 50 persen, terurama pada remaja yang menyusui. Dalam prakteknya, kebutuhan ini dapat dipasok oleh tambahan makanan berikut ini : 2 gelas susu, 2 ons daging atau selai kacang, sepotong roti gandum, buah jeruk, salad dan tambahan sayur berwarna hijau gelap atau kuning. Asupan vitamin yang tepat dapat dipastikan dengan melanjutkan vitamin prenatal 1 mg asam, folat selama masa menyusui. Ibu harus minum paling tidak tambahan cairan sebesar 1 liter perhari untuk mengganti cairan yang hilang melalui ASI.
Vegetarian semakin banyak dan pada kasus ini, defisiensi yang sering terjadi adalah defisiensi vitamin B (terutama B12), protein total, dan asam amino esensial. Rekomendasi yang ada program dietnya harus dipusatkan pada suplemen protein, zat besi, kalsium dan vitamin D dan B berikana makanan tambahan berupa tepung kedelai atau kacang.
Beberapa wanita takut jika menyusui akan menyebabkan pengeroposan tulang dan beresiko menderita osteoporosis. Hal ini tidak terbukti, bahkan yang telah terjadi dalah sebaliknya, densitas tulang kembali lagi setelah wanita tersebut memberikan ASI. Kalsium yang dikonsumsi ibu tidak berkaitan dengan kalsium yang disekresi dalam ASI. Bahhkan tidak ada keterkaitan yang telah ditemukan antara konsentrasi konsentrasi kalsium dan ASI dan asupan kalsium maternal melalui makanan atau suplemen kalsium.

D.    Terapi Obat Pada Ibu Menyusui

ASI diketahui sebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai nutrisi dan zat-zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi kadang-kadang ibu yang menyusui memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat pada ibu menyusui tersebut harus diberikan dengan memperhatikan kemungkinan adanya ekskresi obat ke dalam air susu ibu (ASI). Sebagian besar obat yang diberikan kepada ibu menyusui umumnya tidak berpengaruh terhadap suplai ASI maupun terhadap bayi. Artikel ini bertujuan untuk melindungi bayi terhadap efek yang tidak diinginkan dari terapi obat secara maternal dan untuk meningkatkan efektifitas terapi farmakologik pada ibu menyusui.
ASI merupakan suatu suspensi lemak dan protein dalam solusi karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-bahan yang diperoleh dari sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan laktabumin. Ekskresi obat kedalam ASI diduga terjadi melalui ikatan protein atau melalui ikatan pada permukaan globul lemak ASI.
Secara umum, mekanisme pencapaian obat kedalam ASI adalah dengan mekanisme  difusi pasif melalui membran.
Obat dan bahan-bahan kimia yang dikonsumsi oleh ibu ada yang dapat mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi atau produksi ASI itu sendiri.
Jumlah obat yang mencapai ASI terutama tergantung pada gradien konsentrasi antara plasma dan ASI. Selain itu juga tergantung pada kelarutan obat di dalam lemak, pKa (konstanta disosiasi asam), dan kapasitas ikatan protein serta pH ASI. Karena pH ASI sedikit lebih rendah dari pada pH plasma, basa lemah cenderung memiliki konsentrasi rasio ASI terhadap plasma yang lebih tinggi dibandingkan asam lemah. Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti linkomisin, eritrimisin, antihistamin, alkaloid, isoniazid, antipsikotik, antidepresan, litium, kinin, tiourasil, dan metronidazol umumnya sama atau lebih tinggi dari pada konsentrasi plasmanya. Konsentrasi ASI obat-obat asam lemah seperti barbiturat, fenitoin, sulfonamid, diuretik, dan penisilin umumnya sama atau lebih rendah dari pada konsentrasi plasmanya.
Signifikansi klinik suatu obat pada ASI tergantung pada konsentrasinya dalam ASI, jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayi dalam periode waktu tertentu, absorpsi ASI oleh bayi, dan efek obat terhadap bayi.
Sampai saat ini daftar obat-obat yang dikontraindikasikan bagi ibu menyusui didasarkan pada data-data yang masih sangat terbatas, antara lain melalui penelitian klinik dan laporan kasus. Karena itu, walaupun obat-obat jenis tertentu tidak mencantumkan adanya efek samping terhadap ibu menyusui bukan berarti obat-obat tersebut tidak memiliki efek samping semacam itu.
Rasio ASI terhadap plasma suatu obat merupakan suatu perbandingan antara konsentrasi obat dalam ASI terhadap konsentrasi obat tersebut dalam plasma secara simultan. Signifikansi klinik rasio ASI terhadap plasma sering disalahpahami, misalnya rasio ASI terhadap plasma lebih besar atau sama dengan 1 sering dianggap mempunyai potensi buruk bagi bayi, tetapi jika kadar plasmanya rendah maka kadar ASInya juga rendah. Contohnya isoniazid yang diberikan kepada ibu menyusui dalam dosis terapetik yang umumnya akan mencapai konsentrasi plasma sebesar 6μg/mL. Jika rasio ASI terhadap plasmanya 1 maka bayi yang mengkonsumsi 240 mL ASI hanya akan mengkonsumsi 1,4 mg setiap kali menyusu, dimana jumlah tersebut jauh dibawah dosis pediatrik isoniazid yaitu sebesar 10 sampai 20 mg/kg. Karenanya, jarang dijumpai masalah kecuali suatu obat konsentrasi ASInya tinggi atau suatu obat memiliki potensi dan toksisitas yang tinggi pada konsentrasi rendah atau suatu obat memiliki efek kumulatif karena kemampuan metabolisme dan ekskresi bayi terhadap obat yang masih belum sempurna.
Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi antara lain adalah insulin dan epinefrin, dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan teofilin diekskresi kurang bagus oleh bayi dan dapat terakumulasi sehingga menyebabkan hiperiritabilitas. Asupan alcohol juga harus dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat badan maternal/hari. Ibu sebaiknya tidak merokok didepan bayinya walaupun tidak sedang menyusui dan sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam setelah merokok.
Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat radiofarmasetik walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya, metisergid), litium, kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri. Obat-obat tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui harus dihentikan bila ibu harus diberi perawatan dengan obat-obat tersebut. obat-obat lain yang juga harus dihindari karena belum adanya penelitian tentang ekskresinya kedalam ASI adalah obat-obat yang mempunyai waktu paruh plasma yang panjang, obat-obat yang mempunyai efek toksik yang poten terhadap sumsum tulang, obat-obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan jangka panjang. Tetapi obat-obat yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara parenteral kepada ibu tidak memiliki efek yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan mengkonsumsi obat secara oral tetapi tidak akan mengabsorpsinya.
Obat yang mensupresi atau menghambat laktasi antara lain bromokriptin, estradiol, kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan antidepresan trazodon serta piridoksin dosis tinggi. Bromokriptin bekerja melalui supresi sekresi prolaktin dari kelenjar hipofise yang terjadi setelah melahirkan.
Obat-obat yang konsumsinya harus diperhatikan dengan seksama seperti yang disebut di bawah ini. Obat-obat over the counter umunya aman bagi ibu menyusui, tetapi etiket yang tertera pada kemasan tetap harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya peringatan akan penggunaannya dan kemungkinan adanya petunjuk khusus terhadap ibu menyusui. Propiltiourasil dan fenilbutazon dapat diberikan pada ibu menyusui tanpa adanya efek merugikan terhadap bayinya, tapi metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik dan antidepresan, sedativa, dan trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati terhadap dosisnya. Kontrasepsi hormon tunggal dosis rendah dapat diberikan, sedangkan kontrasepsi dosis tinggi dapat mensupresi laktasi. Metronidazol dapat diberikan dengan memperhatikan usia bayi dan dosis yang diberikan pada ibu. Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan cermat bila ibunya mengkonsumsi obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk memastikan tidak ada perubahan dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin tidak dikontraindikasikan selama menyusui.
Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu kepada ibu menyusui, antara lain:
  1. Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?
  2. Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.
  3. Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh pada bayi, perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah pada bayi yang menyusu tersebut.
  4. Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu untuk meminum obatnya setelah menyusui bayinya.
Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat dan obat yang diberikan merupakan obat yang relatif aman maka obat tersebut sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit setelah menyusui dan 3 – 4 jam sebelum waktu menyusui berikutnya. Waktu tersebut umumnya sudah mencukupi dimana darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi obat dalam ASI juga sudah relatif rendah.
Contoh Daftar Obat-obatan yang Aman untuk Ibu Menyusui:
1.      Penurun Panas dan Analgesik (penghilang nyeri): Asetaminofen (parasetamol), ibuprofen, anestesi lokal.
2.      Antibiotik: Gol penisilin (Amoxicilin, ampicillin) dan sefalosporin (Cefadroxil, ceftriaxone, cefotaxime).
3.      Asma: Prednisolon, prednison, salbutamol, flutikason.
4.      Rhinitis Alergi: Beclometason, fluticasone.
5.      Diabetes Melitus: Indulin, glipizide.
6.      Jantung: Thiazide, propanolol, metoprolol, labetolol.
7.      Epilepsi: Phenytoin, carbamazepine.
8.      Anti depresi: Sertraline.
9.      Obat thyroid: Propythiouracil, Levothyroxine.
10.  Kontrasepsi: Progestin (mini pil).
















DAFTAR PUSTAKA

1.      Simanjuntak David, Etti Sudaryati. Gizi pada ibu hamil dan menyusui. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Univerisitas Sumatera Utara.
2.      Picciano Mary Frances. Pregnancy and lactation : Physiological adjustment, nutritional requirement and the role of dietary supplements. Available from : http//: www.jn.nutrition.org ,  accesesed on January 25th, 2013.
3.      Stewart Truswell. Nutrition for pregancy. In: ABC of nutrition. BMJ Books. 2004.
4.      Alan H. De Chemey,MD. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynaecology. 10th Edition. United States of America. Mc Graw-Hill Companies. 2007.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar