Senin, 21 September 2015

INFEKSI SALURAN KEMIH SEKUNDER



INFEKSI SALURAN KEMIH SEKUNDER

Penyakit infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih. Penyakit infeksi saluran kemih merupakan kasus yang sering terjadi dalam dunia kedokteran. Walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam, dan produk buangan, biasanya urin tidak mengandung bakteri. Jika bakteri menuju kandung kemih atau ginjal dan berkembang biak dalam urin, terjadilah infeksi saluran kemih.
Penyakit infeksi saluran kemih di bagi beberapa bagian diantaranya: infeksi saluran kemih primer dan sekunder. Infeksi saluran kemih sekunder merupakan akibat dari penyakit atau kelainan yang lain. Infeksi saluran kemih berulang merupakan pertanda dari infeksi saluran kemih sekunder, karena penanganan infeksi saluran kemih yang tidak tepat. Penatalaksanaan infeksi saluran kemih sekunder sesuai dengan penyebab isk tersebut. Penyebab ISK sekunder biasanya adalah obstruksi saluran kemih (seperti batu saluran kemih, pembesaran prostat, dan striktur uretra).

A.    Obstruksi saluran kemih
Obstruksi saluran kemih adalah suatu keadaan dimana terhambatnya aliran urine baik secara permanen atau tidak akibat adanya hambatan yang berupa batu (massa), tumor, striktura, maupunoleh karena pengaruh infeksi.
Obstruksi harus selalu dicurigai  pada pasien ISK. Stasis urin merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Urea-splitting bacteria berhubungan dengan magnesium ammonium phosphate (struvite) calculi. Hipertensi banyak terjadi pada obstruksi unilateral akut dan subakut karena pelepasan renin oleh ginjal. Hidronefrosis kronik, dengan adanya ekspansi volume ekstraselular dapat menyebabkan hipertensi yang signifikan. Erythrocytosis merupakan komplikasi uropati obstruktif yang terjadi karena peningkatan produksi eritropoietin.
Obstruksi saluran kemih kronik dapat menyebabkan kerusakan permanen saluran kemih. Tekanan balik progresif pada ureter dan ginjal menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Ureter mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, dengan ketidakmampuan mendorong urin ke bawah. Hidronefrosis dapat menyebabkan kerusakan nefron permanen dan gagal ginjal. Stasis urin sepanjang saluran kemih meningkatkan resiko terbentuknya batu dan infeksi. Obstruksi saluran kemih dapat memiliki efek jangka panjang terhadap fisiologi ginjal, termasuk kemampuan mengonsentrasikan urin.
1.      Penyebab.
a.       Faktor Intrinsik.
1)      Batu.
Pembentukan batu mulai dari kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu termasuk pH urine, konsentrasi zat terlarut urine, statis urine, beberapa infeksi, diet tinggi kalsium dan dimineralisasi tulang serta hyperparathyroid. Batu dapat bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang bentuknya bulat, lonjong dan tidak beraturan. Dalam hal ukuran dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter.
2)      Striktura.
Kelainan ini dapat berupa kelainan bawaan, yaitu penyempitan yang berlebihan daripada penyempitan fisiologik atau dapat juga di dapat akibat dari trauma operasi.
b.      Faktor Ekstrinsik.
1)      Kehamilan.
Pada wanita hamil sering terjadi obstruksi ureter. Penyebabnya belum jelas, mungkin karena hormonal, mungkin pula akibat tekanan oleh uterus yang membesar.
2)      Tumor.
Tumor-tumor yang terdapat di sekitar ureter dapat mendesak ureter, misal : tumor rektum, prostat, kandung kemih dan alat-alat dirongga panggul.
2.      Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih bagian atas antara lain:
a.       Flank pain, ipsilateral back pain, dan ipsilateral groin pain
b.      Pada obstruksi akut dapat timbul nausea dan vomiting
c.       Obstruksi kronik biasanya indolen dan asimtomatik
d.      Bila terjadi infeksi, demam, menggigil, dan disuria
e.       Hematuria
f.       Bila obstruksi berat, dapat timbul tanda-tanda uremia (lemah, edema perifer, perubahan status mental, pucat)
g.      Pada hidronefrosis berat, ginjal dapat teraba
h.      Pada pyelonefritis, terdapat costovertebral angle tenderness
3.      Etiologi obstruksi saluran kemih bagian atas antara lain:
a.       Obstruksi mekanik
1)      kongenital : obstruksi atau penyempitan ureteropelvic junction, obstruksi atau penyempitan ureterovesical junction, ureterocele, retrocaval ureter
2)      Defek intrinsik didapat :  calculi, inflamasi, infeksi, trauma, sloughed papila, tumor, bekuan darah, kristal  asam urat
3)      Defek ekstrinsik didapat : uterus hamil, fibrosis retroperitoneal, aneuryma aorta, leomyoma uteri, karsinoma uterus, prostat, bladder, colon, rectum, limfoma, pelvic inflammatory disease, endometriosis, accidental surgical ligation
b.       obstruksi fungsional : adynamic ureter, reflux vesicoureteral
4.      Mekanisme timbulnya gejala dan komplikasi obstruksi saluran kemih atas
Nyeri timbul karena distensi collecting system atau kapsul ginjal. Derajat nyeri lebih dipengaruhi kecepatan perkembangan distensi daripada derajat distensi. Nyeri pada obstruksi akut supravesikal, misalnya karena ureterolitiasis, disebut kolik ginjal. Nyeri ini menetap dan kontinu, dengan sedikit fluktuasi intensitas, dan sering menyebar ke abdomen bawah, testis atau labia. Sebaliknya, makin ringan obstruksi, misalnya penyempitan kronik ureteropelvic junction menyebabkan sedikit atau tanpa nyeri namun menyebabkan kerusakan total ginjal. Flank pain yang hanya terjadi pada miksi patognomonis pada reflux vesicoureteral.
Azotemia terjadi bila seluruh fungsi ekskresi gagal, biasanya pada obstruksi bladder outlet, obstruksi bilateral pelvis atau ureter, penyakit unilateral pada pasien yang hanya salah satu ginjalnya yang berfungsi. Obstruksi bilateral total dicurigai apabila terjadi anuria. Pasien gagal ginjal dengan riwayat nephrolithiasis, hematuria, diabetes mellitus, pembesaran prostat, pelvic surgery, trauma, atau tumor harus dievaluasi sebagai obstruksi saluran kemih.
Pada kondisi akut, obstruksi bilateral mirip dengan prerenal azotemia. Namun semakin lama obstruksi, gejala polyuria dan nocturia menyertai obstruksi parsial dan terjadi karena kegagalan kemampuan konsentrasi ginjal. Kelainan ini tidak membaik dengan pemberian vasopressin sehingga merupakan acquired nephrogenic diabetes insipidus. Gangguan tanspor NaCl di loop of Henle menyebabkan osmotic diuresis sehingga menurunkan hipertonisitas medulla dan menyebabkan defek konsentrasi. Fluktuasi lebar urin output pada pasien azotemia meningkatkan kemungkinan obstruksi parsial atau intermiten. Bila intake cairan tidak cukup, dapat terjadi dehidrasi berat dan hipernatremia.
Obstruksi parsial bilateral dapat menyebabkan acquired distal renal tubular acidosis,hyperkalemia, dan renal salt wasting. Defek fungsi tubulus ini biasanya diikuti dengan kerusakan tubulointerstitial ginjal. Mulanya interstitium mengalami edema dan infiltrasi sel mononuclear. Kemudian, terjadi fibrosis interstisial, atrofi papila dan medula yang mendahului proses yang terjadi di korteks.
5.      Komplikasi obstruksi saluran kemih atas
a.       Infeksi ginjal, pembentukan abses, urosepsis
b.      Ekstravasasi urin dan pembentukan urinoma
c.       Pembentukan fistula
d.      Gagal ginjal

e.       Disfungsi bladder karena defungsional
f.       Nyeri

B.     Pembesaran Prostat/Benigna Hipertropi Prostat (BPH)
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
1.      Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Adanya hiperplasia periuretral disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen., ketidakseimbangan endokrin, faktor umur / usia lanjut.
2.      Anatomi Fisiologi
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
-          Kapsul anatomis
-          Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler-
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
-          Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
-          Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
-          Di sekitar uretra disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
3.      Patofisiologi
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.
Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya.
Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solut lainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.
Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

C.    Striktur Uretra
Striktura uretra adalah penyempinan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Pada tingkat yang lebih parah akan terjadi fibrosis pada pars spongiosum.
Striktur  uretra dapat disebabkan oleh infeksi, trauma uretra, dan kelainan congenital. Infeksi yang paling sering menyebabkan striktur uretra adalah infeksi kuman genokokus yang menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan seperti ini sekarang jarang ditemui karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis.
Trauma yang menyebabkan striktur adalah trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury), fraktur pelvic, dan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati-hati.
1.      Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatrik pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urin hingga retensi urine. Aliran urin yang terhambat mencari jalan keluar ditempat lain (disebelah proksimal striktura) dan akhirnya menumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah menimbulkan fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagi fistula seruling.  
2.      Derajat Penyempitan Uretra
Sesuai dengan penyempitan lumennya, striktura dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
a.       Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
b.      Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen.
c.       Berat: jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal sebagai spongiofibrosis.
3.      Diagnosa
a.       Uretthrocystogrfi Bipolar  untuk melihat :
-          Lokasi striktur ( proksimal/distal ): untuk tindakan operasi
-          Besar kecilnya striktur
-          Panjang striktur
-          Jenis striktur
b.      Melakukan Kateterisasi dengan ukuran 18F - 6F bila gagal kemungkinan :
-          Retenssio urin total
-          Massa tumor
4.      Prognosis dan Kontrol Berkala
Striktur uretra kerap kali sembuh, sehingga pasein juga harus sering menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan gejala-gejala kekambuhan. Setiap control dilakukan pemeriksaan pancaran urin yang langsung dilihat oleh dokter atau dengan rekaman uroflometri. Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, sering kali pasien harus menjalani beberapa tindakan antara lain:
a.       Dilatasi berkala dengan busi.
b.      Kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau CIC (Clean Intermitten Catheterization) yaitu pasien dianjurkan untuk melakukan kateterisasi secara periodic pada waktu tertentu dengan memasang dan melepaskan kateter secara mandiri.




D.    Pemeriksaan penunjang
1.      Biakan air kemih :
Dikatakan infeksi positif apabila :
·         Air kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah kuman ≥105/ml, 2 kali berturut-turut.
·         Air kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi suprapubik digunakan sebagai gold standar.
            Dugaan infeksi :
·         Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit
·         Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.
2.      Urinalisis
·         Leukosituria atau Piuria ; Positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/LPB sediment air kemih
·         Hematuria : Positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih
3.      Bakteriologis
·         Mikroskopis
·         Biakan bakteri
4.      Hitung koloni : sekitar 100.000koloni permililiter urine dari urine tampung aliran   tengah
5.      Metode Test
·         Tes esterase leukosit positif : pasien mengalami piuria dan Tes pengurangan nitrat, GRIESS positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urine normal menjadi nitrit
·         Tes PMS
·         Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal dan kandung kemih
·         Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks
·         Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih

E.     Tatalaksana
1.      Suportif / Nonfarmakologis
·         Usahakan untuk buang air seni pada waktu bangun di pagi hari. Buang air seni dapat membantu mengeluarkan bakteri dari kandung kemih yang akan keluar bersama urin.
·         Minum air putih minimal 8 gelas atau 2, 5 liter setiap hari merupakan suatu kewajiban.
·         Sementara, buah-buahan, sari buah, juice sangat baik untuk dikonsumsi sebab dapat melancarkan peredaran darah.
·         Sebaiknya menghindari berbagai jenis makanan seperti: Soto jerohan sapi, es krim, keju, milk shake, kopi, cola dan lain-lain.
·         Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kencing.
·         Setiap buang air seni, bersihkanlah dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum
·         Membersihkan organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH balanced (seimbang)
·         Buang air seni sesering mungkin (setiap 3 jam)
·         Pilih toilet umum dengan toilet jongkok.
·         Jangan cebok di toilet umum dari air yang ditampung di bak mandi atau ember. Pakailah shower atau keran.
·         Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, Gunakan pakaian dalam dari bahan katun yang menyerap keringat agar tidak lembab.


2.      Medikamentosa / Farmakologis
Pengobatan simtomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan penazofiridin (piridium) 7-10 mg/kgbb/hari. Disamping ISK perlu juga mencari dan mengurangi atau menghilangkan factor predisposisi seperti obstipasi, alergi, investasi cacing dan memberikan kebersihan perineum meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang tidak selalu berhasil.
Penanggulangan ISK ditujukan terhadap 3 hal, yaitu:
-          Pengobatan terhadap infeksi akut
-          Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
-          MENDETEKSI dan melakukan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis, congenital maupun yang didapat, pada traktus urinarius.
a.       Pengobatan infeksi akut.
Pada keadaan berat atau panas tinggi dan keadaan umum yang lemah, pengobatan segera dilakukan tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Pada infeksi akut yang simpleks (uncomplicated infection) diberikan antibiotika /kemoterapi oral. Obat yang sering dipakai sebagai pilihan utama (primary drug) ialah ampisilin, kontrimoksazol, sulfisoksazol, asam nalidiksat dan nitrofurantion. Sebagai pilihan kedua (secondary drug) dapat dipakai obat galongan aminoglikosid (gentamisin, sisomisin, amikasin dan lain-lain); sefakleksin, doksisiklin dan sebagainya. Pengobatan diberikan selama 7 hari.
b.      Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
Dalam pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut. Bila relaps atau reinfeksi terjadi lebih ari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan pengobatan profilaksis, dengan obat-obat anti septis urin, yaitu nitrofurantion, kontrimoksazol, sefaleksin atau metenamin mandelat. Pada umumnya diberikan seperempat dosis normal, satu kali sehari pada malam hari slama 3 bulan. Bila infeksi traktus urinarus disertai dengan kelainan anatomis (disebut ISK kompleks atau complicated urinary infection), maka hasil pengobatan biasanya kurang memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila perlu sampai 2 tahun.
c.       Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan faktor predisposisi..

F.     Studi Kasus
Seorang wanita berumur 20 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan utama nyeri dikemaluan saat dan setelah BAK. Pasien juga merasa sering ada dorongan untuk berkemih tetapi jumlah urin yang dikeluarkan hanya sedikit. Pasien telah merasakan keluhan tersebut sejak 10 hari yang lalu. Pasien telah berobat ke puskesmas 1 minggu sebelumnya, tetapi keluhannya belum membaik. Saat berobat ke puskesmas pasien hanya diberi antibiotic golongan penisilin diminum 1 tablet 3 kali sehari. Pasien mengaku memang tidak suka minum air putih. Tiap hari hanya minum 1-2 gelas belimbing air putih dan 1-2 gelas minuman manis. Selain itu pasien juga mempunyai kebiasaan sering menahan BAK. Pasien sering mengganti celana dalam, dan sering menggunakan pantyliner. Jika dalam keadaan menstruasi pasien mengganti pembalut yang digunakan selama 2-3 kali sehari. Saat pertama kali mengalami keluhan tersebut pasien mengaku keluhan disertai dengan demam, pusing (+), urin berwarna keruh (+).
Riwayat sakit serupa sebelumnya (+) saat pasien berumur +9 tahun. Riwayat penyakit kencing manis, penyakit jantung, asma, tekanan darah tinggi disangkal pasien. Riwayat alergi makanan dan alergi obat juga disangkal oleh pasien. keluhan serupa pada keluarga (-).
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah: 110/70 mmHg, suhu: afebris, nadi: 88 x/menit, pernafasan: 16 x/menit. Pemeriksaan abdomen terlihat datar, simetris, pelebaran vena (-), distensi abdomen (-), tidak terlihat benjolan, warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, bising usus (+), nyeri tekan (+) region supra pubic, Hepatosplenomegali (-), turgor kulit baik, timpani, nyeri ketok ginjal (-/+). Sedangkan pada pemeriksaan penunjang pasien mengaku belum pernah melakukan pemeriksaan penunjang jenis apapun.
Diagnosis
Infeksi Saluran Kemih
Penatalaksanaan
1.      Banyak minum air putih
2.      Menghindari menahan BAK
3.      Menjaga kebersihan daerah vital, misal sering ganti celana dalam, jangan sering memakai pantyliner, sering mengganti softex.
4.      Meningkatkan daya tahan tubuh
5.      Cotrimoxazole 2x2 tab (80 mg trimethoprim dan 400 mg sulfamethoxazole)
6.      Paracetamol 3x500 mg










DAFTAR PUSTAKA

Kennedy ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com. last updated 8 August 2007.

Lambert H, Coulthard M, 2003. The child with urinary tract infection. In : Webb NJ.A, Postlethwaite RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology.3rd ED. Great Britain: Oxford Universsity Press.,

Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003

Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;







Tidak ada komentar:

Posting Komentar