INFEKSI SALURAN
KEMIH SEKUNDER
Penyakit infeksi saluran kemih
adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih. Penyakit infeksi
saluran kemih merupakan kasus yang sering terjadi dalam dunia kedokteran.
Walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam, dan produk buangan, biasanya urin
tidak mengandung bakteri. Jika bakteri menuju kandung kemih atau ginjal dan
berkembang biak dalam urin, terjadilah infeksi saluran kemih.
Penyakit infeksi saluran kemih
di bagi beberapa bagian diantaranya: infeksi saluran kemih primer dan sekunder.
Infeksi saluran kemih sekunder merupakan
akibat dari penyakit atau kelainan yang lain. Infeksi saluran kemih berulang
merupakan pertanda dari infeksi saluran kemih sekunder, karena penanganan
infeksi saluran kemih yang tidak tepat. Penatalaksanaan infeksi saluran kemih
sekunder sesuai dengan penyebab isk tersebut. Penyebab ISK sekunder biasanya
adalah obstruksi saluran kemih (seperti batu saluran kemih, pembesaran prostat,
dan striktur uretra).
A. Obstruksi saluran kemih
Obstruksi
saluran kemih adalah suatu keadaan dimana terhambatnya aliran urine baik
secara permanen atau tidak akibat adanya hambatan yang berupa batu
(massa), tumor, striktura, maupunoleh karena pengaruh infeksi.
Obstruksi
harus selalu dicurigai pada pasien ISK. Stasis urin merangsang
pertumbuhan mikroorganisme. Urea-splitting bacteria berhubungan dengan
magnesium ammonium phosphate (struvite) calculi. Hipertensi banyak
terjadi pada obstruksi unilateral akut dan subakut karena pelepasan renin oleh
ginjal. Hidronefrosis kronik, dengan adanya ekspansi volume ekstraselular dapat
menyebabkan hipertensi yang signifikan. Erythrocytosis merupakan
komplikasi uropati obstruktif yang terjadi karena peningkatan produksi
eritropoietin.
Obstruksi
saluran kemih kronik dapat menyebabkan kerusakan permanen saluran kemih.
Tekanan balik progresif pada ureter dan ginjal menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Ureter mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, dengan
ketidakmampuan mendorong urin ke bawah. Hidronefrosis dapat menyebabkan
kerusakan nefron permanen dan gagal ginjal. Stasis urin sepanjang saluran kemih
meningkatkan resiko terbentuknya batu dan infeksi. Obstruksi saluran kemih
dapat memiliki efek jangka panjang terhadap fisiologi ginjal, termasuk
kemampuan mengonsentrasikan urin.
1.
Penyebab.
a.
Faktor Intrinsik.
1)
Batu.
Pembentukan
batu mulai dari kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu termasuk pH urine,
konsentrasi zat terlarut urine, statis urine, beberapa infeksi, diet tinggi
kalsium dan dimineralisasi tulang serta hyperparathyroid. Batu dapat bervariasi
dalam bentuk dan ukuran, ada yang bentuknya bulat, lonjong dan tidak beraturan.
Dalam hal ukuran dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter.
2)
Striktura.
Kelainan
ini dapat berupa kelainan bawaan, yaitu penyempitan yang berlebihan daripada
penyempitan fisiologik atau dapat juga di dapat akibat dari trauma operasi.
b.
Faktor Ekstrinsik.
1)
Kehamilan.
Pada
wanita hamil sering terjadi obstruksi ureter. Penyebabnya belum jelas, mungkin
karena hormonal, mungkin pula akibat tekanan oleh uterus yang membesar.
2)
Tumor.
Tumor-tumor
yang terdapat di sekitar ureter dapat mendesak ureter, misal : tumor rektum,
prostat, kandung kemih dan alat-alat dirongga panggul.
2.
Gejala dan tanda obstruksi saluran
kemih bagian atas antara lain:
a.
Flank pain, ipsilateral back pain, dan ipsilateral groin pain
b.
Pada obstruksi
akut dapat timbul nausea dan vomiting
c.
Obstruksi kronik biasanya indolen dan asimtomatik
d.
Bila terjadi
infeksi, demam, menggigil, dan disuria
e.
Hematuria
f.
Bila obstruksi
berat, dapat timbul tanda-tanda uremia (lemah, edema perifer, perubahan status
mental, pucat)
g.
Pada hidronefrosis
berat, ginjal dapat teraba
h.
Pada pyelonefritis,
terdapat costovertebral angle tenderness
3.
Etiologi obstruksi saluran kemih bagian
atas antara lain:
a.
Obstruksi mekanik
1)
kongenital : obstruksi atau penyempitan ureteropelvic junction, obstruksi
atau penyempitan ureterovesical junction, ureterocele, retrocaval ureter
2)
Defek intrinsik
didapat : calculi,
inflamasi, infeksi, trauma, sloughed papila, tumor, bekuan darah, kristal asam urat
3)
Defek ekstrinsik
didapat : uterus hamil, fibrosis retroperitoneal, aneuryma aorta, leomyoma
uteri, karsinoma uterus, prostat, bladder, colon, rectum, limfoma, pelvic
inflammatory disease, endometriosis, accidental surgical ligation
b.
obstruksi fungsional : adynamic ureter,
reflux vesicoureteral
4.
Mekanisme timbulnya gejala dan
komplikasi obstruksi saluran kemih atas
Nyeri timbul karena distensi
collecting system atau kapsul ginjal. Derajat nyeri lebih dipengaruhi kecepatan
perkembangan distensi daripada derajat distensi. Nyeri pada obstruksi akut
supravesikal, misalnya karena ureterolitiasis, disebut kolik ginjal. Nyeri ini
menetap dan kontinu, dengan sedikit fluktuasi intensitas, dan sering menyebar
ke abdomen bawah, testis atau labia. Sebaliknya, makin ringan obstruksi,
misalnya penyempitan kronik ureteropelvic junction menyebabkan sedikit atau
tanpa nyeri namun menyebabkan kerusakan total ginjal. Flank pain yang hanya
terjadi pada miksi patognomonis pada reflux vesicoureteral.
Azotemia terjadi bila seluruh fungsi ekskresi gagal,
biasanya pada obstruksi bladder outlet, obstruksi bilateral pelvis atau ureter,
penyakit unilateral pada pasien yang hanya salah satu ginjalnya yang berfungsi.
Obstruksi bilateral total dicurigai apabila terjadi anuria. Pasien gagal ginjal
dengan riwayat nephrolithiasis, hematuria, diabetes mellitus, pembesaran
prostat, pelvic surgery, trauma, atau tumor harus dievaluasi sebagai obstruksi
saluran kemih.
Pada kondisi akut,
obstruksi bilateral mirip dengan prerenal azotemia. Namun semakin lama
obstruksi, gejala polyuria dan nocturia menyertai obstruksi parsial dan terjadi
karena kegagalan kemampuan konsentrasi ginjal. Kelainan ini tidak membaik
dengan pemberian vasopressin sehingga merupakan acquired nephrogenic diabetes
insipidus. Gangguan tanspor NaCl di loop of Henle menyebabkan osmotic diuresis
sehingga menurunkan hipertonisitas medulla dan menyebabkan defek konsentrasi.
Fluktuasi lebar urin output pada pasien azotemia meningkatkan kemungkinan
obstruksi parsial atau intermiten. Bila intake cairan tidak cukup, dapat
terjadi dehidrasi berat dan hipernatremia.
Obstruksi parsial
bilateral dapat menyebabkan acquired
distal renal tubular acidosis,hyperkalemia, dan renal salt wasting. Defek
fungsi tubulus ini biasanya diikuti dengan kerusakan tubulointerstitial ginjal.
Mulanya interstitium mengalami edema dan infiltrasi sel mononuclear. Kemudian,
terjadi fibrosis interstisial, atrofi papila dan medula yang mendahului proses
yang terjadi di korteks.
5.
Komplikasi obstruksi saluran kemih atas
a.
Infeksi ginjal,
pembentukan abses, urosepsis
b.
Ekstravasasi urin
dan pembentukan urinoma
c.
Pembentukan fistula
d.
Gagal ginjal
e.
Disfungsi bladder
karena defungsional
f.
Nyeri
B. Pembesaran Prostat/Benigna Hipertropi
Prostat (BPH)
BPH
adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang
ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya
tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi
prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian
(sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak
menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna
hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat
sudah umum dipakai.
1.
Etiologi
Penyebab
terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat
merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena
tidak adanya keseimbangan endokrin. Adanya hiperplasia periuretral disebabkan
karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.,
ketidakseimbangan endokrin, faktor umur / usia lanjut.
2.
Anatomi Fisiologi
Kelenjar
prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan
bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20
gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm.
Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1
buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus
medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus
medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu
kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi
cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan
melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
-
Kapsul anatomis
-
Jaringan stroma yang terdiri dari
jaringan fibrosa dan jaringan muskuler-
Jaringan kelenjar yang terbagi
atas 3 kelompok bagian:
-
Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
-
Bagian tengah disebut kelenjar sub
mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
-
Di sekitar uretra disebut periuretral
gland
Saluran
keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika
seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam
uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan
pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah
teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat,
jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna
kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat
yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu
ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang
bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan
sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral
sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat
menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur
mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
3.
Patofisiologi
Umumnya
gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian
paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar.
Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal
ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan
perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang
membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan
kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang
menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.
Pada
beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung
kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara
efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu
kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan
hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan
edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska
operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah
dihilangkan obstruksinya.
Pada
awalnya air, elekrolit, urin dan beban solut lainya meningkatkan diuresis ini,
akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal
untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan
dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.
Pembesaran prostat
terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan.
Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai
akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor
ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai
(trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat
menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa
yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase
penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan
menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
C. Striktur Uretra
Striktura
uretra adalah penyempinan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Pada
tingkat yang lebih parah akan terjadi fibrosis pada pars spongiosum.
Striktur uretra dapat disebabkan oleh infeksi, trauma
uretra, dan kelainan congenital. Infeksi yang paling sering menyebabkan
striktur uretra adalah infeksi kuman genokokus yang menginfeksi uretra beberapa
tahun sebelumnya. Keadaan seperti ini sekarang jarang ditemui karena banyak
pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis.
Trauma
yang menyebabkan striktur adalah trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury),
fraktur pelvic, dan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang
hati-hati.
1. Patofisiologi
Proses
radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya
jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatrik pada lumen uretra menimbulkan
hambatan aliran urin hingga retensi urine. Aliran urin yang terhambat mencari
jalan keluar ditempat lain (disebelah proksimal striktura) dan akhirnya
menumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra
yang kemudian pecah menimbulkan fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu
dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagi fistula seruling.
2. Derajat
Penyempitan Uretra
Sesuai
dengan penyempitan lumennya, striktura dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
a.
Ringan:
jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
b.
Sedang:
jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen.
c.
Berat:
jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang teraba jaringan
keras di korpus spongiosum yang dikenal sebagai spongiofibrosis.
3. Diagnosa
a. Uretthrocystogrfi
Bipolar untuk melihat :
-
Lokasi striktur (
proksimal/distal ): untuk tindakan operasi
-
Besar kecilnya
striktur
-
Panjang striktur
-
Jenis striktur
b. Melakukan
Kateterisasi dengan ukuran 18F - 6F bila gagal kemungkinan :
-
Retenssio urin total
-
Massa tumor
4. Prognosis
dan Kontrol Berkala
Striktur uretra kerap kali sembuh, sehingga pasein
juga harus sering menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini
dikatan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama satu tahun tidak
menunjukkan gejala-gejala kekambuhan. Setiap control dilakukan pemeriksaan
pancaran urin yang langsung dilihat oleh dokter atau dengan rekaman
uroflometri. Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, sering kali pasien harus
menjalani beberapa tindakan antara lain:
a.
Dilatasi berkala dengan busi.
b.
Kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau CIC (Clean
Intermitten Catheterization) yaitu pasien dianjurkan untuk melakukan
kateterisasi secara periodic pada waktu tertentu dengan memasang dan melepaskan
kateter secara mandiri.
D. Pemeriksaan penunjang
1.
Biakan air kemih :
Dikatakan infeksi positif apabila :
·
Air
kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah kuman ≥105/ml,
2 kali berturut-turut.
·
Air
kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman patogen yang
tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi suprapubik digunakan
sebagai gold standar.
Dugaan infeksi :
·
Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit
·
Uji kimia : TTC,
katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.
2.
Urinalisis
·
Leukosituria atau Piuria ; Positif bila terdapat
lebih dari 5 leukosit/LPB sediment air kemih
·
Hematuria : Positif bila terdapat 5-10
eritrosit/LPB sediment air kemih
3.
Bakteriologis
·
Mikroskopis
·
Biakan bakteri
4.
Hitung koloni : sekitar 100.000koloni permililiter
urine dari urine tampung aliran tengah
5.
Metode Test
·
Tes esterase leukosit positif : pasien mengalami
piuria dan Tes pengurangan nitrat, GRIESS positif jika terdapat bakteri yang
mengurangi nitrat urine normal menjadi nitrit
·
Tes PMS
·
Pemeriksaan
ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal dan kandung
kemih
·
Pemeriksaan
Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks
·
Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari
latar belakang infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta
saluran kemih
E.
Tatalaksana
1.
Suportif / Nonfarmakologis
·
Usahakan
untuk buang air seni pada waktu bangun di pagi hari. Buang air seni dapat
membantu mengeluarkan bakteri dari kandung kemih yang akan keluar bersama urin.
·
Minum
air putih minimal 8 gelas atau 2, 5 liter setiap hari merupakan suatu
kewajiban.
·
Sementara,
buah-buahan, sari buah, juice sangat baik untuk dikonsumsi sebab dapat
melancarkan peredaran darah.
·
Sebaiknya
menghindari berbagai jenis makanan seperti: Soto jerohan sapi, es krim, keju,
milk shake, kopi, cola dan lain-lain.
·
Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan
saluran kencing.
·
Setiap buang air seni, bersihkanlah dari depan ke
belakang. Hal ini
akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum
·
Membersihkan
organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH balanced (seimbang)
·
Buang
air seni sesering mungkin (setiap 3 jam)
·
Pilih toilet umum dengan toilet jongkok.
·
Jangan cebok di toilet umum dari air yang ditampung di
bak mandi atau ember. Pakailah shower atau keran.
·
Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, Gunakan pakaian
dalam dari bahan katun yang menyerap keringat agar tidak lembab.
2.
Medikamentosa / Farmakologis
Pengobatan
simtomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan penazofiridin
(piridium) 7-10 mg/kgbb/hari. Disamping ISK perlu juga mencari dan mengurangi
atau menghilangkan factor predisposisi seperti obstipasi, alergi, investasi
cacing dan memberikan kebersihan perineum meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang
tidak selalu berhasil.
Penanggulangan ISK ditujukan terhadap 3 hal, yaitu:
-
Pengobatan terhadap infeksi akut
-
Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
-
MENDETEKSI dan melakukan koreksi bedah terhadap
kelainan anatomis, congenital maupun yang didapat, pada traktus urinarius.
a. Pengobatan infeksi
akut.
Pada
keadaan berat atau panas tinggi dan keadaan umum yang lemah, pengobatan segera
dilakukan tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Pada
infeksi akut yang simpleks (uncomplicated infection) diberikan antibiotika
/kemoterapi oral. Obat yang sering dipakai sebagai pilihan utama (primary
drug) ialah ampisilin, kontrimoksazol, sulfisoksazol, asam nalidiksat
dan nitrofurantion. Sebagai pilihan kedua (secondary drug) dapat dipakai obat galongan
aminoglikosid (gentamisin, sisomisin, amikasin dan lain-lain); sefakleksin,
doksisiklin dan sebagainya. Pengobatan diberikan selama 7 hari.
b.
Pengobatan dan pencegahan
infeksi berulang
Dalam
pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami infeksi berulang dan
sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan biakan
ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1
bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi
berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut. Bila relaps atau
reinfeksi terjadi lebih ari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan
pengobatan profilaksis, dengan obat-obat anti septis urin, yaitu
nitrofurantion, kontrimoksazol, sefaleksin atau metenamin mandelat. Pada
umumnya diberikan seperempat dosis normal, satu kali sehari pada malam hari
slama 3 bulan. Bila infeksi traktus urinarus disertai dengan kelainan anatomis
(disebut ISK kompleks atau complicated urinary infection), maka hasil
pengobatan biasanya kurang memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil
uji resistensi dan dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila
perlu sampai 2 tahun.
c.
Bedah
Koreksi
bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan
faktor predisposisi..
F.
Studi Kasus
Seorang
wanita berumur 20 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan
utama nyeri dikemaluan saat dan setelah BAK. Pasien juga merasa sering ada
dorongan untuk berkemih tetapi jumlah urin yang dikeluarkan hanya sedikit.
Pasien telah merasakan keluhan tersebut sejak 10 hari yang lalu. Pasien telah
berobat ke puskesmas 1 minggu sebelumnya, tetapi keluhannya belum membaik. Saat
berobat ke puskesmas pasien hanya diberi antibiotic golongan penisilin diminum
1 tablet 3 kali sehari. Pasien mengaku memang tidak suka minum air putih. Tiap
hari hanya minum 1-2 gelas belimbing air putih dan 1-2 gelas minuman manis.
Selain itu pasien juga mempunyai kebiasaan sering menahan BAK. Pasien sering
mengganti celana dalam, dan sering menggunakan pantyliner. Jika dalam keadaan
menstruasi pasien mengganti pembalut yang digunakan selama 2-3 kali sehari.
Saat pertama kali mengalami keluhan tersebut pasien mengaku keluhan disertai
dengan demam, pusing (+), urin berwarna keruh (+).
Riwayat sakit
serupa sebelumnya (+) saat pasien berumur +9 tahun. Riwayat penyakit kencing
manis, penyakit jantung, asma, tekanan darah tinggi disangkal pasien. Riwayat
alergi makanan dan alergi obat juga disangkal oleh pasien. keluhan serupa pada
keluarga (-).
Pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah: 110/70 mmHg, suhu: afebris, nadi: 88 x/menit, pernafasan: 16 x/menit.
Pemeriksaan abdomen terlihat datar, simetris, pelebaran vena (-), distensi
abdomen (-), tidak terlihat benjolan, warna kulit sama dengan warna kulit
sekitar, bising usus (+), nyeri tekan (+) region supra pubic,
Hepatosplenomegali (-), turgor kulit baik, timpani, nyeri ketok ginjal (-/+).
Sedangkan pada pemeriksaan penunjang pasien mengaku belum pernah melakukan
pemeriksaan penunjang jenis apapun.
Diagnosis
Infeksi Saluran Kemih
Penatalaksanaan
1.
Banyak minum air putih
2.
Menghindari menahan BAK
3.
Menjaga kebersihan daerah vital, misal sering
ganti celana dalam, jangan sering memakai pantyliner, sering mengganti softex.
4.
Meningkatkan daya tahan tubuh
5.
Cotrimoxazole 2x2 tab (80 mg trimethoprim dan
400 mg sulfamethoxazole)
6.
Paracetamol 3x500 mg
DAFTAR PUSTAKA
Kennedy
ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com. last updated
8 August 2007.
Lambert
H, Coulthard M, 2003. The child with urinary tract infection. In : Webb NJ.A,
Postlethwaite RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology.3rd ED. Great Britain:
Oxford Universsity Press.,
Purnomo
BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003
Rusdidjas,
Ramayati R, 2002. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar