BAB I
PENDAHULUAN
Clostridium perfringens (sebelumnya dikenal sebagai C. welchii ) adalah bakteri gram
positif berbentuk batang, anaerobik, bakteri pembentuk spora dari genus
Clostridium. Clostridium perfringens dapat ditemukan di mana
saja dan merupakan komponen normal pembusukan vegetasi, sedimen laut,
saluran usus manusia dan vertebrata lain, serangga, dan tanah. C. perfringens
kadang-kadang bersifat patogen pada manusia, dan diwaktu lain dapat dicerna dan
tidak menyebabkan kerusakan apapun.
Clostridium perfringens biasa ditemukan pada infeksi sebagai komponen dari flora
normal. Infeksi yang di sebabkan oleh C. perfringens menunjukkan nekrosis
jaringan, bakteremia, kolesistitis emphysematous, dan gangren gas, yang juga
dikenal sebagai myonecrosis clostridial. Toksin yang menyebabkan gangren gas
dikenal sebagai α-toksin, yang masuk ke dalam membran plasma sel, menimbulkan
kesenjangan dalam membran yang mengganggu fungsi sel normal. Setelah
bakteri masuk bersama makanan, bakteri berkembang biak dan menyebabkan kolik,
diare, dan kadang-kadang mual.
Di Inggris dan Amerika Serikat, C.
perfringens termasuk tiga bakteri umum penyebab penyakit karena keracunan
makanan, daging dan unggas yang kurang matang penyebab utama timbulnya
bakteri . Clostridium perfringens enterotoksin (CPE) penyebab penyakit
panas (meninggal pada 74 ° C) dan dapat terdeteksi dalam makanan yang
terkontaminasi, jika tidak dipanaskan dengan benar, dan kotoran.
Waktu inkubasi adalah antara 6 dan 24
(biasanya 10-12) jam setelah menelan makanan yang terkontaminasi. Seringkali,
daging diolah dengan baik tapi terlalu lama dibiarkan kemudian
dikonsumsi. Karena C. perfringens dalam bentuk spora dapat
bertahan pada suhu pemasakan, jika didiamkan cukup lama, akan terjadi
perkecambahan dan infektif koloni bakteri berkembang. Gejala yang
ditunjukan biasanya kram perut dan diare, muntah dan demam tidak seperti
biasanya. Biasanya gejala-gejala tersebut bisa diatasi dalam 24jam. Kasus fatal
necrotizing enteritis clostridial yang diketahui disebabkan oleh strain
organisme”Tipe C”, yang menghasilkan borok β- toksin sangat jarang ditemukan.
Strain ini paling sering ditemui di Papua New Guinea.
Banyak kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk telah mengalami keracunan makanan akibat C. perfringens.
Banyak kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk telah mengalami keracunan makanan akibat C. perfringens.
Koloni C. perfringens di sebuah cawan
agar kuning telur menunjukkan endapan putih. Pada cawan agar darah, C.
perfringens tumbuh anaerobik menghasilkan β-hemolitik, datar, menyebar, kasar,
koloni tembus dengan margin tidak teratur. Sebuah cawan Nagler agar,
mengandung 5-10% kuning telur, digunakan untuk mengidentifikasi strain
yang menghasilkan α-toksin, penyebaran lecithinase yang berinteraksi dengan
lipid dalam kuning telur untuk menghasilkan endapan karakteristik di sekitar
koloni. Satu-setengah dari cawan disuntikkan dengan antitoksin sebagai kontrol
dalam identifikas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Clostridium perfringens
Gambar
1. Clostridium
perfringens
1.
Definisi
Klasifikasi dari
bakteri Clostridium perfringens:
Kingdom : Bacteria
Division : Firmicutes
Class :
Clostridia
Order :
Clostridiales
Family : Clostridiaceae
Genus :
Clostridium
Species : perfringens
Binomial : Clostridium perfringens
Clostridium perfringens adalah salah satu penyebab utama infeksi luka berakibat gangrene gas.
Seperti banyak clostridia, organisme ini banyak memproduksi eksotoksin. Sumber utama
MO ini terdapat pada daging atau produk-produk daging. Urutan kejadian yang
khas yang menjurus ke peracunan makanan adalah penyiapan masakan daging yang
dimakan 1 atau 2 hari kemudian. Karena Clostridium perfringens membentuk
endospora yang relative panas cara memasak biasa sering tidak memusnahkan MO
ini. Stelah makanan dingin, spora bersemai dan sel-sel vegetatif yang terjadi
berkembang biak.
Clostridium perfringens secara luas dapat ditemukan dalam tanah dan
merupakan flora normal dari saluran usus manusia dan hewan-hewan tertentu.
Bakteri ini dapat tumbuh cepat pada makanan yang telah dimasak dan menghasilkan
enterotoksin yang dapat mengakibatkan penyakit diare. Sayuran dan buah-buahan
akan terkontaminasi sporanya melalui tanah. Makanan asal hewan (daging dan
olahannya) akan terkontaminasi melalui proses pemotongan dengan spora dari
lingkungan atau dari saluran usus hewan yang dipotong. Makanan-makanan kering sering
menjadi sumber bakteri ini dan pembentuk spora lainnya. Ketahanan spora bakteri
ini terhadap panas bervariasi di antara strain. Secara garis besar spora dapat
dibagi dalam dua kelompok, yaitu spora yang tahan panas (90° Celsius selama 15
sampai 145 menit) dan spora yang tidak tahan panas (90° Celsius, 3 sampai 5
menit). Spora yang tahan panas secara umum membutuhkan heat shock 75-100
derajat Celsius selama 5 sampai 20 menit untuk proses germinasi (perubahan
spora menjadi bentuk sel vegetatif). Keracunan makanan oleh Clostridium perfringens
hampir selalu melibatkan peningkatan temperatur dari makanan matang. Hal ini dapat
dicegah dengan cara makanan matang segera dimakan setelah dimasak, atau segera disimpan
dalam refrigerator bila tidak dimakan, dan dipanaskan kembali sebelum
dikonsumsi untuk membunuh bakteri vegetatif.
Klostridia menghasilkan sejumlah besar toksin dan
enzim yang mengakibatkan penyebaran infeksi. Toksin alfa Clostridium
perfringens tipe A adalah suatu lesitinase, dan sifat letalnya sebanding
dengan laju pemecahan lesitin menjadi fosforilkolin dan digliserida. Toksin teta
mempunyai efek hemolitik dan nekrotik yang serupa tetapi bukan suatu
lesitinase. Dnase dan hialuronidase, suatu kolagenase yang mencernakan kolagen
jaringan subkutan dan otot, dihasilkan juga.
Beberapa strain Clostridium perfringens menghasilkan
enterotoksin yang kuat, terutama bila tumbuh dalam masakan daging. Kerja
enterotoksin Clostridium perfringens meliputi hipersekresi yag nyata
dala jejunum dan ileum, disertai kehilangan cairan dan elektrolit pada diare.
Bila lebih dari 108 sel vegetative termakan dan bersporulasi dalam usus,
terbentuk enterotoksin. Enterotoksin adalah suatu protein yang tampaknya
identik dengan komponen pembungkus spora, berbeda dengan toksin klostridia
lainnya, menyebabkan diare hebat dalam 6-18 jam penyakit ini cenderung sembuh
sendiri. Keracunan makanan karena Clostridium perfringens biasanya
terjadi setelah memakan sejumlah besar klostridia yang tumbuh dalam makanan
daging yang dihangatkan.
2.
Ciri-ciri:
·
Batang gram positif
·
Terdapat tunggal,
barpasangan, dan dalam rantai
·
Berkapsul
·
Sporanya ovoid
(melonjong), sentral sampai eksentrik
·
Anaerobik
·
Menghasilkan
eksotoksin, menyebabkan kelemayuh (suatu infeksi jaringan disertai gelembung
gas dan keluarnya nanah)
Spesies bakteri ini
dibagi menjadi enam tipe, A sampai F, berdasarkan pada toksin-toksin yang secara
antigenik berbeda, yang dihasilkan oleh setiap galur. Tipe A adalah galur yang
menyebabkan keracunan makanan oleh perfingens. Peracunan disebabkan oleh
sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus. Spora akan
menghasilkan eksotoksin yang enterostatik sehingga menyebabkan penyakit.
3.
Habitat
Bakteri ini
tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di dalam usus manusia, hewan
peliharaan dan hewan liar. Spora organisme ini dapat bertahan di tanah,
endapan, dan tempat-tempat yang tercemar kotoran manusia atau hewan.
4.
Patogenesis
Proses patogenesisnya adalah mula-mula spora
klostridia mencapai jaringan melalui kontaminasi pada daerah-daerah yang
terluka (tanah,feses) atau dari saluran usus. Spora berkembangbiak pada keadaan
potensial reduksi-oksidasi rendah, sel-sel vegetative berkembangbiak, meragikan
karbohidrat yang terdapat dalam jaringan dan membentuk gas.
Peregangan jaringan dan gangguan aliran darah,
bersama-sama dengan sekresi toksin yang menyebabkan nekrois dan enzim
hialuronidase, mempercepat penyebaran infeksi. Nekrosis jarinan bertambah luas,
member kesempaan untuk peninkatan pertumbyhan bakateri, anemia hemolitik, dan
akhirnya toksemia berat dan kematian.
Clostridium perfringens secara normal ditemukan pada usus sapi dewasa dan
dapat bertahan hidup cukup lama di tanah. Kondisi perubahan program pakan yang
secara mendadak yang dimakan berlebih dapat mengakibatkan proses pencernaan
makanan yang kurang sempurna, memperlambat pergerakan usus, menproduksi gula,
protein dan konsentrasi oksigen yang rendah yang berujung pada lingkungan yang
cocok untuk mempercepat pertumbuhan bakteri Clostridium. Kondisi basah dan
lembab juga terlihat diinginkan oleh bakteri ini. Beberapa strain Clostridium
menyebabkan penyakit ringan sampai sedang yang membaik tanpa pengobatan. Strain
yang lainnya menyebabkan gastroenteritis berat, yang sering berakibat fatal.
Beberapa racun tidak dapat dirusak oleh perebusan,sedangkan yang lainnya dapat.
Daging yang tercemar biasanya merupakan penyebab terjadinya keracunan makanan
karena Clostridium perfringens.
Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus.
Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada pengobatan lain yang
khusus.
Gambar 2. Patogenesis Clostridium
perfringens
5.
Infeksi
dan virulensi
Bakteri ini dapat
menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´ yang merupakan istilah yang
digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens.
Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang
mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C.
perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Keracunan
perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala yang
agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya gejala
merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa adanya
racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat
dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam makanan
atau di dalam kotoran pasien.
Dalam sebagian
besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan oleh C. perfringens adalah
perlakuan temperatur yang salah pada makanan yang telah disiapkan. Sejumlah
kecil organisme ini seringkali muncul setelah makanan dimasak, dan berlipat
ganda hingga tingkat yang dapat menyebabkan keracunan selama proses pendinginan
dan penyimpanan makanan. Daging, produk daging, dan kaldu merupakan
makanan-makanan yang paling sering terkontaminasi.
Keracunan
perfringens paling sering terjadi dalam kondisi pemberian makan bersama
(misalnya di sekolah, kantin, rumah sakit, rumah-rumah perawatan, penjara,
dll.) di mana sejumlah besar makanan disiapkan beberapa jam sebelum disajikan.
6.
Penularan
Menelan
makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut
sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak.
B. Keracunan Makanan
Clostridium perfringens banyak terdapat pada daging ayam dan daging
sapi masak. Pangan lain yang mungkin terkontaminasi adalah ikan, unggas, produk
susu, makanan kering, sup, gravies, rempah-rempah, gelatin, spagheti, pasta,
tepung dan protein kedelai.
Di Inggris dan
Amerika Serikat, C. perfringens bakteri adalah penyebab ketiga-paling-umum
penyakit karena makanan, dengan daging kurang siap dan unggas penyebab utama
dalam menyembunyikan bakteri [4] Clostridium perfringens enterotoksin (CPE).
mediasi penyakit ini panas-labil (meninggal pada 74 ° C) dan dapat terdeteksi
dalam makanan yang terkontaminasi, jika tidak dipanaskan dengan benar, dan
kotoran. Waktu inkubasi adalah antara 6 dan 24 (biasanya 10-12) jam setelah
menelan makanan yang terkontaminasi. Seringkali, daging siap tapi terlalu jauh
di muka konsumsi. Karena bentuk C. perfringens spora yang dapat menahan suhu
pemasakan, jika diamkan selama koloni bakteri cukup lama, perkecambahan terjadi
kemudian dan infektif berkembang. Gejala biasanya mencakup kram perut dan
diare, muntah dan demam yang tidak biasa. Keseluruhan kursus biasanya sembuh
dalam waktu 24 jam. Sangat jarang, kasus fatal necrotizing enteritis
clostridial (juga dikenal sebagai babi-Bel) telah dikenal untuk melibatkan
"Tipe C" strain dari organisme, yang menghasilkan β potently
borok-toksin. strain ini paling sering ditemui di Papua New Guinea.
Sangat mungkin
bahwa banyak kasus keracunan makanan C. perfringens tetap subklinis, sebagai
antibodi terhadap toksin yang umum di kalangan penduduk. Hal ini menimbulkan
kesimpulan bahwa sebagian besar penduduk telah mengalami keracunan makanan
akibat C. perfringens.
1. Keracunan makanan: C rampy sakit perut diikuti dengan
diare mungkin mulai enam hingga 24 jam setelah makan makanan yang
terkontaminasi. Mual adalah umum, tetapi demam dan muntah biasanya tidak
gejala.
2. Racun yang dimurnikan (senjata): Pelepasan toksin
dimurnikan mungkin memiliki efek berganda. Efek akan tergantung pada jenis
bakteri yang digunakan, jenis racun dimurnikan, metode pelepasan dan jumlah
yang diambil ke dalam tubuh.
Racun dapat menghasilkan-
1. Efek Perut: Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan
diare berair atau berdarah dengan sakit perut kram.
2. Efek Pernapasan: Kesulitan bernapas, mengi dan batuk.
Mulut dan tenggorokan sakit dengan beberapa darah di air liur dan dahak dapat
dibuat.
3. Efek Kulit: Burning sakit, kemerahan, gatal, ruam atau
lecet.
4. Efek Otak dan saraf: Salah satu racun yang dihasilkan
(toksin epsilon disebut) kerusakan otak dan saraf hewan di tes laboratorium.
Hal ini dapat menyebabkan pusing, kesulitan dengan keseimbangan dan koma. Ada
kemungkinan bahwa efek ini mungkin terjadi pada manusia.
Kebanyakan orang
yang menderita keracunan Clostridium perfringens tidak nyaman, tetapi tidak
banyak dari mereka mati. Orang biasanya sembuh dalam 24 jam atau kurang. Tidak
diketahui bagaimana mematikan pelepasan toksin akan dimurnikan, tetapi efek
akan terkait dengan jenis bakteri yang digunakan, jenis racun dimurnikan,
metode pelepasan dan jumlah yang diambil ke dalam tubuh.
C. Pencegahan dan Pengobatan
1.
Pencegahan penyakit setelah kontak:
Meninggalkan daerah di mana racun itu dilepaskan dan
pindah ke udara segar.
2.
Hapus pakaian.
Cepat melepas pakaian yang mungkin telah toksin di
atasnya. Jika membantu orang lain melepas pakaian mereka, cobalah untuk
menghindari menyentuh daerah-daerah yang mungkin Clostridium perfringens racun
pada mereka, dan menghapus pakaian secepat mungkin.
3.
Cuci daerah yang terkena dampak.
·
Secepat mungkin, mencuci setiap racun dari kulit dengan
banyak sabun dan air.
·
Jika mata terbakar atau visi yang kabur, bilas mata
dengan air biasa selama 10 sampai 15 menit.
·
Jika lensa kontak yang dipakai, keluarkan mereka dan
menempatkan mereka dengan pakaian. Jangan menaruh kontak kembali masuk Jika
kacamata dipakai, cuci dengan sabun dan air. Kacamata dapat diletakkan kembali
setelah dicuci.
4.
Buang item terkontaminasi.
Tempatkan pakaian
dan item yang terkontaminasi lainnya yang mungkin telah datang ke dalam kontak
dengan Clostridium perfringens racun dalam kantong plastik. Hindari menyentuh
mereka dengan mengenakan sarung tangan karet, memutar tas dalam ke luar dan
menggunakannya untuk mengambil pakaian, atau menempatkan pakaian di dalam tas
menggunakan jepitan, gagang perkakas, tongkat atau benda semacam itu. Apapun
yang menyentuh pakaian terkontaminasi juga harus ditempatkan dalam kantong.
Pengobatan penyakit:
Tidak ada pengobatan khusus atau obat yang ditetapkan
untuk racun Clostridium perfringens. Perawatan pendukung (cairan infus, obat
untuk mengendalikan demam dan rasa sakit) adalah pengobatan standar. Tidak,
tidak ada vaksin yang tersedia bagi manusia.
BAB III
PENUTUP
Clostridium perfringens (sebelumnya
dikenal sebagai welchii C.) adalah, Grampositif berbentuk batang, anaerobik,
bakteri pembentuk spora dari genus Clostridium.
C. perfringens di mana-mana di
alam dan dapat ditemukan sebagai komponen normal pembusukan vegetasi, sedimen
laut, saluran usus manusia dan vertebrata lain, serangga, dan tanah. C.
perfringens adalah patogen manusia kadang-kadang, dan waktu lain dapat dicerna
dan tidak menyebabkan kerusakan apapun.
Clostridium perfringens yang biasa ditemui
pada infeksi sebagai komponen dari flora normal. Dalam hal ini, peran dalam
penyakit minor. Infeksi karena C.
perfringens menunjukkan bukti nekrosis jaringan, bakteremia, kolesistitis
emphysematous, dan gangren gas, yang juga dikenal sebagai myonecrosis
clostridial. Toksin yang terlibat dalam gangren gas dikenal sebagai o-toksin,
yang memasukkan ke dalam membran plasma sel, memproduksi kesenjangan dalam
selaput yang mengganggu fungsi sel normal. Setelah konsumsi, bakteri berkembang
biak dan menyebabkan kolik, diare, dan kadang-kadang mual. Tindakan C.
perfringens pada mayat diketahui pekerja kamar mayat sebagai gas jaringan dan
dapat dihentikan hanya dengan pembalseman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
1993. Dasar-dasar Pemeriksaan Mikrobiologi. Universitas Gajah Mada.
Jawest,
Ernest, L. Metnisk, Joseph, A. Adelberg, Edward. 1986, Mikrobiologi untuk
profesi Kedokteran, Jilid 6.
Jawetz,
1995, Mikrobiologi Kedokteran 201-202, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar