Senin, 21 September 2015

Clostridium perfringens



BAB I
PENDAHULUAN

Clostridium perfringens (sebelumnya dikenal sebagai C. welchii ) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, anaerobik, bakteri pembentuk spora dari genus Clostridium.  Clostridium perfringens dapat ditemukan di mana saja dan merupakan  komponen normal pembusukan vegetasi, sedimen laut, saluran usus manusia dan vertebrata lain, serangga, dan tanah. C. perfringens kadang-kadang bersifat patogen pada manusia, dan diwaktu lain dapat dicerna dan tidak menyebabkan kerusakan apapun.
Clostridium perfringens  biasa ditemukan pada infeksi sebagai komponen dari flora normal. Infeksi yang di sebabkan oleh  C. perfringens menunjukkan nekrosis jaringan, bakteremia, kolesistitis emphysematous, dan gangren gas, yang juga dikenal sebagai myonecrosis clostridial. Toksin yang menyebabkan gangren gas dikenal sebagai α-toksin, yang masuk ke dalam membran plasma sel, menimbulkan kesenjangan dalam membran yang mengganggu fungsi sel normal.  Setelah bakteri masuk bersama makanan, bakteri berkembang biak dan menyebabkan kolik, diare, dan kadang-kadang mual.
Di Inggris dan Amerika Serikat, C. perfringens  termasuk tiga bakteri umum penyebab penyakit karena keracunan makanan, daging dan unggas yang kurang matang  penyebab utama timbulnya bakteri . Clostridium perfringens enterotoksin (CPE) penyebab penyakit  panas (meninggal pada 74 ° C) dan dapat terdeteksi dalam makanan yang terkontaminasi, jika tidak dipanaskan dengan benar, dan kotoran.
Waktu inkubasi adalah antara 6 dan 24 (biasanya 10-12) jam setelah menelan makanan yang terkontaminasi. Seringkali, daging diolah dengan baik tapi terlalu lama dibiarkan kemudian   dikonsumsi. Karena  C. perfringens dalam bentuk spora  dapat bertahan pada suhu pemasakan, jika didiamkan cukup lama, akan terjadi perkecambahan  dan infektif koloni bakteri  berkembang. Gejala yang ditunjukan biasanya kram perut dan diare, muntah dan demam tidak seperti biasanya. Biasanya gejala-gejala tersebut bisa diatasi dalam 24jam. Kasus fatal necrotizing enteritis clostridial yang diketahui disebabkan oleh  strain organisme”Tipe C”, yang menghasilkan borok β- toksin sangat jarang ditemukan. Strain ini  paling sering ditemui di Papua New Guinea.
Banyak kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk telah mengalami keracunan makanan akibat C. perfringens.
Koloni  C. perfringens di sebuah cawan agar kuning telur menunjukkan endapan putih. Pada cawan agar darah, C. perfringens tumbuh anaerobik menghasilkan β-hemolitik, datar, menyebar, kasar, koloni tembus dengan margin tidak teratur. Sebuah cawan Nagler agar, mengandung  5-10% kuning telur, digunakan untuk mengidentifikasi strain yang menghasilkan α-toksin, penyebaran lecithinase yang berinteraksi dengan lipid dalam kuning telur untuk menghasilkan endapan karakteristik di sekitar koloni. Satu-setengah dari cawan disuntikkan dengan antitoksin sebagai kontrol dalam identifikas

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Clostridium perfringens
Gambar 1. Clostridium perfringens
1.      Definisi
Klasifikasi dari bakteri Clostridium perfringens:
Kingdom         : Bacteria
Division           : Firmicutes
Class                : Clostridia
Order               : Clostridiales
Family             : Clostridiaceae
Genus             : Clostridium
Species            : perfringens
Binomial          : Clostridium perfringens
Clostridium perfringens adalah salah satu penyebab utama infeksi luka berakibat gangrene gas. Seperti banyak clostridia, organisme ini banyak memproduksi eksotoksin. Sumber utama MO ini terdapat pada daging atau produk-produk daging. Urutan kejadian yang khas yang menjurus ke peracunan makanan adalah penyiapan masakan daging yang dimakan 1 atau 2 hari kemudian. Karena Clostridium perfringens membentuk endospora yang relative panas cara memasak biasa sering tidak memusnahkan MO ini. Stelah makanan dingin, spora bersemai dan sel-sel vegetatif yang terjadi berkembang biak.
Clostridium perfringens secara luas dapat ditemukan dalam tanah dan merupakan flora normal dari saluran usus manusia dan hewan-hewan tertentu. Bakteri ini dapat tumbuh cepat pada makanan yang telah dimasak dan menghasilkan enterotoksin yang dapat mengakibatkan penyakit diare. Sayuran dan buah-buahan akan terkontaminasi sporanya melalui tanah. Makanan asal hewan (daging dan olahannya) akan terkontaminasi melalui proses pemotongan dengan spora dari lingkungan atau dari saluran usus hewan yang dipotong. Makanan-makanan kering sering menjadi sumber bakteri ini dan pembentuk spora lainnya. Ketahanan spora bakteri ini terhadap panas bervariasi di antara strain. Secara garis besar spora dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu spora yang tahan panas (90° Celsius selama 15 sampai 145 menit) dan spora yang tidak tahan panas (90° Celsius, 3 sampai 5 menit). Spora yang tahan panas secara umum membutuhkan heat shock 75-100 derajat Celsius selama 5 sampai 20 menit untuk proses germinasi (perubahan spora menjadi bentuk sel vegetatif). Keracunan makanan oleh Clostridium perfringens hampir selalu melibatkan peningkatan temperatur dari makanan matang. Hal ini dapat dicegah dengan cara makanan matang segera dimakan setelah dimasak, atau segera disimpan dalam refrigerator bila tidak dimakan, dan dipanaskan kembali sebelum dikonsumsi untuk membunuh bakteri vegetatif.
Klostridia menghasilkan sejumlah besar toksin dan enzim yang mengakibatkan penyebaran infeksi. Toksin alfa Clostridium perfringens tipe A adalah suatu lesitinase, dan sifat letalnya sebanding dengan laju pemecahan lesitin menjadi fosforilkolin dan digliserida. Toksin teta mempunyai efek hemolitik dan nekrotik yang serupa tetapi bukan suatu lesitinase. Dnase dan hialuronidase, suatu kolagenase yang mencernakan kolagen jaringan subkutan dan otot, dihasilkan juga.
Beberapa strain Clostridium perfringens menghasilkan enterotoksin yang kuat, terutama bila tumbuh dalam masakan daging. Kerja enterotoksin Clostridium perfringens meliputi hipersekresi yag nyata dala jejunum dan ileum, disertai kehilangan cairan dan elektrolit pada diare. Bila lebih dari 108 sel vegetative termakan dan bersporulasi dalam usus, terbentuk enterotoksin. Enterotoksin adalah suatu protein yang tampaknya identik dengan komponen pembungkus spora, berbeda dengan toksin klostridia lainnya, menyebabkan diare hebat dalam 6-18 jam penyakit ini cenderung sembuh sendiri. Keracunan makanan karena Clostridium perfringens biasanya terjadi setelah memakan sejumlah besar klostridia yang tumbuh dalam makanan daging yang dihangatkan.
2.      Ciri-ciri:
·         Batang gram positif
·         Terdapat tunggal, barpasangan, dan dalam rantai
·         Berkapsul
·         Sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai eksentrik
·         Anaerobik
·         Menghasilkan eksotoksin, menyebabkan kelemayuh (suatu infeksi jaringan disertai gelembung gas dan keluarnya nanah)
            Spesies bakteri ini dibagi menjadi enam tipe, A sampai F, berdasarkan pada toksin-toksin yang secara antigenik berbeda, yang dihasilkan oleh setiap galur. Tipe A adalah galur yang menyebabkan keracunan makanan oleh perfingens. Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus. Spora akan menghasilkan eksotoksin yang enterostatik sehingga menyebabkan penyakit.
3.      Habitat
            Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di dalam usus manusia, hewan peliharaan dan hewan liar. Spora organisme ini dapat bertahan di tanah, endapan, dan tempat-tempat yang tercemar kotoran manusia atau hewan.
4.      Patogenesis
Proses patogenesisnya adalah mula-mula spora klostridia mencapai jaringan melalui kontaminasi pada daerah-daerah yang terluka (tanah,feses) atau dari saluran usus. Spora berkembangbiak pada keadaan potensial reduksi-oksidasi rendah, sel-sel vegetative berkembangbiak, meragikan karbohidrat yang terdapat dalam jaringan dan membentuk gas.
Peregangan jaringan dan gangguan aliran darah, bersama-sama dengan sekresi toksin yang menyebabkan nekrois dan enzim hialuronidase, mempercepat penyebaran infeksi. Nekrosis jarinan bertambah luas, member kesempaan untuk peninkatan pertumbyhan bakateri, anemia hemolitik, dan akhirnya toksemia berat dan kematian.
Clostridium perfringens secara normal ditemukan pada usus sapi dewasa dan dapat bertahan hidup cukup lama di tanah. Kondisi perubahan program pakan yang secara mendadak yang dimakan berlebih dapat mengakibatkan proses pencernaan makanan yang kurang sempurna, memperlambat pergerakan usus, menproduksi gula, protein dan konsentrasi oksigen yang rendah yang berujung pada lingkungan yang cocok untuk mempercepat pertumbuhan bakteri Clostridium. Kondisi basah dan lembab juga terlihat diinginkan oleh bakteri ini. Beberapa strain Clostridium menyebabkan penyakit ringan sampai sedang yang membaik tanpa pengobatan. Strain yang lainnya menyebabkan gastroenteritis berat, yang sering berakibat fatal. Beberapa racun tidak dapat dirusak oleh perebusan,sedangkan yang lainnya dapat. Daging yang tercemar biasanya merupakan penyebab terjadinya keracunan makanan karena Clostridium perfringens.
Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif  pada waktu membentuk spora di rongga usus. Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada pengobatan lain yang khusus.


Gambar 2. Patogenesis Clostridium perfringens
5.      Infeksi dan virulensi
            Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´ yang merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens. Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Keracunan perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam makanan atau di dalam kotoran pasien.
            Dalam sebagian besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan oleh C. perfringens adalah perlakuan temperatur yang salah pada makanan yang telah disiapkan. Sejumlah kecil organisme ini seringkali muncul setelah makanan dimasak, dan berlipat ganda hingga tingkat yang dapat menyebabkan keracunan selama proses pendinginan dan penyimpanan makanan. Daging, produk daging, dan kaldu merupakan makanan-makanan yang paling sering terkontaminasi.
            Keracunan perfringens paling sering terjadi dalam kondisi pemberian makan bersama (misalnya di sekolah, kantin, rumah sakit, rumah-rumah perawatan, penjara, dll.) di mana sejumlah besar makanan disiapkan beberapa jam sebelum disajikan.
6.      Penularan
            Menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak.

B.     Keracunan Makanan
Clostridium perfringens banyak terdapat pada daging ayam dan daging sapi masak. Pangan lain yang mungkin terkontaminasi adalah ikan, unggas, produk susu, makanan kering, sup, gravies, rempah-rempah, gelatin, spagheti, pasta, tepung dan protein kedelai.
Di Inggris dan Amerika Serikat, C. perfringens bakteri adalah penyebab ketiga-paling-umum penyakit karena makanan, dengan daging kurang siap dan unggas penyebab utama dalam menyembunyikan bakteri [4] Clostridium perfringens enterotoksin (CPE). mediasi penyakit ini panas-labil (meninggal pada 74 ° C) dan dapat terdeteksi dalam makanan yang terkontaminasi, jika tidak dipanaskan dengan benar, dan kotoran. Waktu inkubasi adalah antara 6 dan 24 (biasanya 10-12) jam setelah menelan makanan yang terkontaminasi. Seringkali, daging siap tapi terlalu jauh di muka konsumsi. Karena bentuk C. perfringens spora yang dapat menahan suhu pemasakan, jika diamkan selama koloni bakteri cukup lama, perkecambahan terjadi kemudian dan infektif berkembang. Gejala biasanya mencakup kram perut dan diare, muntah dan demam yang tidak biasa. Keseluruhan kursus biasanya sembuh dalam waktu 24 jam. Sangat jarang, kasus fatal necrotizing enteritis clostridial (juga dikenal sebagai babi-Bel) telah dikenal untuk melibatkan "Tipe C" strain dari organisme, yang menghasilkan β potently borok-toksin. strain ini paling sering ditemui di Papua New Guinea.
Sangat mungkin bahwa banyak kasus keracunan makanan C. perfringens tetap subklinis, sebagai antibodi terhadap toksin yang umum di kalangan penduduk. Hal ini menimbulkan kesimpulan bahwa sebagian besar penduduk telah mengalami keracunan makanan akibat C. perfringens.
1.      Keracunan makanan: C rampy sakit perut diikuti dengan diare mungkin mulai enam hingga 24 jam setelah makan makanan yang terkontaminasi. Mual adalah umum, tetapi demam dan muntah biasanya tidak gejala.
2.      Racun yang dimurnikan (senjata): Pelepasan toksin dimurnikan mungkin memiliki efek berganda. Efek akan tergantung pada jenis bakteri yang digunakan, jenis racun dimurnikan, metode pelepasan dan jumlah yang diambil ke dalam tubuh.
Racun dapat menghasilkan-
1.      Efek Perut: Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan diare berair atau berdarah dengan sakit perut kram.
2.      Efek Pernapasan: Kesulitan bernapas, mengi dan batuk. Mulut dan tenggorokan sakit dengan beberapa darah di air liur dan dahak dapat dibuat.
3.      Efek Kulit: Burning sakit, kemerahan, gatal, ruam atau lecet.
4.      Efek Otak dan saraf: Salah satu racun yang dihasilkan (toksin epsilon disebut) kerusakan otak dan saraf hewan di tes laboratorium. Hal ini dapat menyebabkan pusing, kesulitan dengan keseimbangan dan koma. Ada kemungkinan bahwa efek ini mungkin terjadi pada manusia.
Kebanyakan orang yang menderita keracunan Clostridium perfringens tidak nyaman, tetapi tidak banyak dari mereka mati. Orang biasanya sembuh dalam 24 jam atau kurang. Tidak diketahui bagaimana mematikan pelepasan toksin akan dimurnikan, tetapi efek akan terkait dengan jenis bakteri yang digunakan, jenis racun dimurnikan, metode pelepasan dan jumlah yang diambil ke dalam tubuh.



C.    Pencegahan dan Pengobatan
1.      Pencegahan penyakit setelah kontak:
Meninggalkan daerah di mana racun itu dilepaskan dan pindah ke udara segar.
2.      Hapus pakaian.
Cepat melepas pakaian yang mungkin telah toksin di atasnya. Jika membantu orang lain melepas pakaian mereka, cobalah untuk menghindari menyentuh daerah-daerah yang mungkin Clostridium perfringens racun pada mereka, dan menghapus pakaian secepat mungkin.
3.      Cuci daerah yang terkena dampak.
·         Secepat mungkin, mencuci setiap racun dari kulit dengan banyak sabun dan air.
·         Jika mata terbakar atau visi yang kabur, bilas mata dengan air biasa selama 10 sampai 15 menit.
·         Jika lensa kontak yang dipakai, keluarkan mereka dan menempatkan mereka dengan pakaian. Jangan menaruh kontak kembali masuk Jika kacamata dipakai, cuci dengan sabun dan air. Kacamata dapat diletakkan kembali setelah dicuci.
4.      Buang item terkontaminasi.
Tempatkan pakaian dan item yang terkontaminasi lainnya yang mungkin telah datang ke dalam kontak dengan Clostridium perfringens racun dalam kantong plastik. Hindari menyentuh mereka dengan mengenakan sarung tangan karet, memutar tas dalam ke luar dan menggunakannya untuk mengambil pakaian, atau menempatkan pakaian di dalam tas menggunakan jepitan, gagang perkakas, tongkat atau benda semacam itu. Apapun yang menyentuh pakaian terkontaminasi juga harus ditempatkan dalam kantong.




Pengobatan penyakit:
Tidak ada pengobatan khusus atau obat yang ditetapkan untuk racun Clostridium perfringens. Perawatan pendukung (cairan infus, obat untuk mengendalikan demam dan rasa sakit) adalah pengobatan standar. Tidak, tidak ada vaksin yang tersedia bagi manusia.


























BAB III
PENUTUP

Clostridium perfringens (sebelumnya dikenal sebagai welchii C.) adalah, Grampositif berbentuk batang, anaerobik, bakteri pembentuk spora dari genus Clostridium.
C. perfringens di mana-mana di alam dan dapat ditemukan sebagai komponen normal pembusukan vegetasi, sedimen laut, saluran usus manusia dan vertebrata lain, serangga, dan tanah. C. perfringens adalah patogen manusia kadang-kadang, dan waktu lain dapat dicerna dan tidak menyebabkan kerusakan apapun.
Clostridium perfringens yang biasa ditemui pada infeksi sebagai komponen dari flora normal. Dalam hal ini, peran dalam penyakit minor. Infeksi karena C. perfringens menunjukkan bukti nekrosis jaringan, bakteremia, kolesistitis emphysematous, dan gangren gas, yang juga dikenal sebagai myonecrosis clostridial. Toksin yang terlibat dalam gangren gas dikenal sebagai o-toksin, yang memasukkan ke dalam membran plasma sel, memproduksi kesenjangan dalam selaput yang mengganggu fungsi sel normal. Setelah konsumsi, bakteri berkembang biak dan menyebabkan kolik, diare, dan kadang-kadang mual. Tindakan C. perfringens pada mayat diketahui pekerja kamar mayat sebagai gas jaringan dan dapat dihentikan hanya dengan pembalseman.










DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 1993. Dasar-dasar Pemeriksaan Mikrobiologi. Universitas Gajah Mada.

Jawest, Ernest, L. Metnisk, Joseph, A. Adelberg, Edward. 1986, Mikrobiologi untuk profesi Kedokteran, Jilid 6.

Jawetz, 1995, Mikrobiologi Kedokteran  201-202, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar