OPTIMASI FASE GERAK
Pemilihan fase gerak
untuk pemisahan campuran sederhana mungkin bukanlah masalah yang sangat sulit
dan dapat dilakukan dengan cepat secara trial and eror. Sistem pelarut dapat
diskrining secara paralal dengan menggunakan beberapa bilik pengembangan atau
perangkat seperti bilkik Castro Vario KS, yang memungkinkan evaluasi dari
sejumlah pelarut secara simultan yang memungkinkan masing-masing skrining ini untuk
berpindah menyusuri saluran paralel yang diukur pada pelat KLT tunggal. Namun,
setiap kali jumlah komponen dalam campuran bertambah tetapi kapasitas tempat sistem
KLT hanya untuk sebagian kecil fraksi dari, maka diperlukan sebuah metode optimalisasi
yang lebih sistematik.
Karena kesamaan
mekanisme retensi maka hampir tidak mengejutkan bahwa metode utama pemilihan pelarut
dalam KLT adalah identik dengan yang digunakan pada kromatografi kolom cair. Karena
larutan yang digunakan dalam separasi diuapkan sebelum deteksi, berbagai pelarut
absorbansi UV biasanya digunakan dalam KLT daripada dalam kasus HPLC. Pelarut
harus sangat murni, karena kotoran yang tidak
mudah menguap tetap diserap ke layar yang menyebabkan kemiringan dan ketidakstabilan
garis pada densitometri (19,159).
Stabiliser dan antioksidan yang biasanya ditambahkan ke beberapa jenis pelarut
(misalnya Eter, tetrahidrofuran, dioksan) adalah masalah yang paling sering. Perbedaan
yang paling signifikan antara metode kromatografi kolom dan cair berhubungan
dengan kondisi non-ekuilibrium yang terjadi selama pemisahan oleh KLT. Dalam
KLT, fase gerak terpapar dengan lapisan kering yang secara selektif
mengadsorbsi pelarut dengan afinitas paling tinggi, memangkas fase gerak dari
komponen ini dan menghasilkan kemiringan pelarut kearah perkembangan (lihat
bagian 7.2.1 untuk lebih rinci). Pemisahan seperti namanya, mungkin terjadi
utuh, menghasilkan pembentukan zona dengan tepi yang tajam yang memisahkan menjadi
bagian-bagian dari komposisi pelarut yang berbeda dan, oleh karena itu, disebut
selektivitas. Pertimbangan ini menghambat strategi optimasi berdasarkan
komposisi pelarut yang ditambahkan ke bilik pengembangan.
Pelarut yang digunakan
dalam kromatografi cair dicirikan oleh kekuatan dan selektivitasnya berdasarkan
skema percobaan seperti yang diusulkan oleh Snyder. Dengan demikian pelarut
dapat diberikan kepada salah satu dari beberapa kelompok selektivitas
berdasarkan karakteristik interaksi intermolekular dan bertingkat dalam hal
kemampuan mereka untuk bersaing memindahkan berbagai jenis sampel dalam sistem
kromatografi, yang dijelaskan oleh parameter kekuatan pelarut (lihat bagian 4.6
untuk lebih rinci). Dalam KLT, pelarut dengan kekuatan yang benar untuk berkembang
secara unidimensi akan memindahkan sampel ke rentang nilai R1 0,2-0,6. atau
sekitarnya, dan jika dengan selektivitas yang benar, akan mendistribusikan
sampel secara merata di seluruh rentang nilai ini, atau memenuhi beberapa
kriteria resolusi lainnya ditetapkan untuk pemisahan tertentu. Pelarut dari
kekuatan yang sama tetapi selektivitasnya berbeda, dipreparasi dengan memilih
pelarut dari kelompok selektifitas yang yang berbeda dan mengencerkannya
menjadi volume fraksi yang tepat dengan pelarut yang lemah menurut karakteristik
parameter kekuatan pelarutnya, seperti yang dijelaskan untuk kromatografi kolom
cair (bagian 4.6). Pencampuran lebih lanjut dari pelarut ini akan menghasilkan
campuran pelarut terner dan quaterner dengan kekuatan yang sama akan memberikan
kemudahan atas selektivitas. Penggunaan prosedur trial and eror ini diulas di
tempat lain (8, 112), dan secara ringkas akan kami lihat salah satu model ini,
model PRISMA, dalam beberapa ulasan, sebagai contoh dari pendekatan yang sering
digunakan dalam KLT. Strategi komputerisai untuk optimasi fase gerak KLT menggunakan
jendela diagram (142,160). Membuat peta resolusi (161.162), metode simpleks
(9,163-165], dan prosedur pengenalan komputer (166,167) telah jarang digunakan
dalam KLT dibandingkan dengan HPLC. Dalam prosedur ini beberapa bentuk desain statistik
digunakan untuk memilih sekelompok pelarut untuk evaluasi, atau alternatif,
hasil yang diperoleh dari selektifitas serangkaian pelarut dibandingkan untuk
menunjukkan pemisahan yang diperoleh. Perbandingan dibuat berdasarkan pada seleksi
fungsi matematika untuk menentukan kualitas spemisahan dengan indeks numerik,
atau teknik, misalnya pemetaan resolusi, yang digunakan untuk evaluasi visual.
Untuk menggunakan metode secara efektif sejumlah besar titik data (Komposisi
fase gerak) diperlukan dan pemilihan fungsi pemisahan dapat menyebabkan prediksi
fase gerak optimum yang berbeda yang mungkin membingungkan. Namun, untuk
optimasi campuran kompleks pendekatan tersebut tampaknya dibenarkan, dan
cenderung lebih bermanfaat daripada prosedur trial and error yang lebih sering
dipakai. Sebelum metode tersebut digunakan secara lebih luas
maka perlu menunjukkan kegunaannya dalam KLT, dan untuk menyediakan tingkat standarisasi yang lebih besar untuk aplikasi rutin.
maka perlu menunjukkan kegunaannya dalam KLT, dan untuk menyediakan tingkat standarisasi yang lebih besar untuk aplikasi rutin.
Perbedaan penting
antara teknik desain statistik campuran yang populer dalam HPLC dan model
PRISMA adalah bahwa yang pertama menghasilkan komposisi pelarut yang dihitung secara
optimal sedangkan yang kedua bergantung pada pendekatan trial dan eror
terstruktur, yang sudah diadaptasi dalam KLT. Perubahan pelarut dan ekualibrasi
dalam HPLC dapat memakan waktu yang agak lama, sehingga perlu diperhatikan agar
meminimalkan jumlah percobaan, sedangkan pada KLT, percobaan dapat dilakukan
secara paralel dan kendala waktu kurang signifikan. Perubahan kekuatan pelarut
juga lebih cepat disesuaikan secara empiris dalam Model PRISMA ketika pertimbangan
teoritis tidak memadai atau memerlukan modifikasi yang karena perbedaan pendekatan
percobaan.
Model PRISMA
dikembangkan oleh Nyiredy untuk optimasi pelarut dalam KLT dan HPLC
(142,168-171). Model PRISMA terdiri dari tiga bagian; seleksi sistem
kromatografi, optimasi fase gerak tertentu, dan pemilihan metode pengembangan. Karena
silika adalah fase diam yang paling digunakan dalam KLT, prosedur optimasi
selalu dimulai dengan tahap ini, meskipun metode ini berlaku untuk semua fase
terikat secara kimia dalam mode normal atau fase terbalik. Untuk pemilihan
pelarut yang cocok, percobaan pertama yang dilakukan pada pelat KLT dalam bilik
yang tidak jenuh dengan 10 pelarut, dipilih dari kelompok selektifitas Snyder yang
berbeda kelompok, dan digarisbawahi dalam Tabel 7.8 (171). Setelah percobaan KLT
pertama ini dengan pelarut tunggal, kekuatan pelarut turun atau naik zona
senyawa didistribusikan di rentang nilai R1 0,2-0,8. Jika senyawa berpindah ke atas
ke pelat ketiga, kekuatan pelarut harus dikurangi dengan dilusi menggunakan hexana,
penyesuaian kekuatan pelarut (kekuatan pelarut - 0). Jika senyawa tetap dalam pelat
ketiga terbawah dengan pelarut tunggal, kekuatan pelarutnya harus ditingkatkan
dengan penambahan air atau asam asetat. Prosedur yang sama dilakukan dalam
modus fase terbalik kecuali seleksi pelarut tersebut terbatas pada pelarut air,
faktor-faktor bobot pelarut empiris digunakan dalam nilai Snyder, dan air
digunakan sebagai penyesuai kekuatan pelarut (kekuatan pelarut - 0). Pelarut
selain pelarut tersebut, diindikasikan sebagai pelarut yang disukai dapat diuji
pada titik ini untuk mendapatkan pemisahan yang terbaik. Dari percobaan ini, pelarut
yang menunjukkan pemisahan yang terbaik dipilih untuk optimasi lebih lanjut di
bagian kedua dari model ini. Jika diantisipasi bahwa pengembangan aliran yang dipaksa
akan digunakan untuk pemisahan jadi lebih menguntungkan untuk memasukkan satu
pelarut dalam kombinasi pelarut yang dipilih jika sampel tidak bermigrasi (l69).
Pelarut ini dapat digunakan dalam pra-uji untuk menghilangkan zona pengganggu
yang disebabkan oleh gas yang tidak larut dalam Layer tertutup, yang memiliki
efek merugikan pada pemisahan.
Antara dua dan lima
pelarut dapat dipilih untuk pengembangan model PRISMA. Pemodifikasi seperti
asam, reagen ion berpasangan, dll dapat ditambahkan untuk meningkatkan
pemisahan dan mengurangi tailing. Pemodifikasi umumnya digunakan dalam
konsentrasi rendah dan konstan sehingga pengaruh mereka terhadap kekuatan
pelarut dapat diabaikan. Model PRISMA yang sebenarnya, Gambar 7.14, desain
geometris tiga dimensi yang menghubungkan kekuatan pelarut dengan selektivitas
fase gerak (170) Model ini terdiri dari tiga bagian: dasar atau batas yang
mewakili pemodifikasi tersebut; bagian umum dari prisma dengan basis kongruen
dan permukaan atas; potongan prisma atas yang tidak teratur (frustum). Panjang tepi
Prisma yang (Sa, Sb, Sc) berhubungan dengan kekuatan pelarut pelarut secara
berurutan (A. B dan C). Karena pelarut yang berbeda biasanya memiliki kekuatan
pelarut yang berbeda, panjang tepi prisma umumnya tidak sama dan bidang atas prima
tidak paralel dengan dasarnya. Jika prisma dipotong sejajar dengan dasar pada
ketinggian dari tepi terendah (ditentukan berdasarkan kekuatan pelarut dari
pelarut terlemah, pelarut C pada Gambar 7.14), bagian bawah memberikan prisma teratur,
di mana bagian atas dan dataran adalah segitiga sama sisi paralel. Frustum atas
model digunakan untuk optimasi fase gerak senyawa polar dalam fase normal kromatografi,
sedangkan bagian teratur digunakan untuk pemisahan zat nonpolar dan cukup
polar. Untuk kromatografi fase terbalik. bagian teratur dari prisma digunakan
untuk mengoptimalkan pemisahan zat polar dan nonpolar.
Untuk senyawa polar
optimasi selalu dimulai dari puncak segitiga tidak teratur dari model, baik dalam
segitiga, ketika tiga pelarut dipilih, atau sepanjang sisi, ketika dua pelarut
dipilih. Dalam segitiga yang ditunjukkan pada Gambar 7.14. komposisi pelarut
tertentu (P) dapat dicirikan oleh volume fraksi yang sesuai dengan garis X,
dalam kasus ini ditampilkan pada P, ini sesuai dengan 30% pelarut A. 20%
pelarut B, dan 50% pelarut C, yang dapat dijelaskan oleh tiga digit nomor 325.
P adalah titik selektivitas, dan semua komposisi pelarut pada permukaan
segitiga dapat digambarkan melalui tiga-titik koordinat selektivitas. Optimasi
dimulai dengan memilih kombinasi pelarut yang sesuai dengan titik pusat P0
= 333 dan tiga poin lainnya berdekatan dengan puncak dari segitiga P1
= 811, 181 dan 118. Jika pemisahan yang diperoleh tidak memadai, selektivitas poin
lainnya diuji disekitar kombinasi pelarut yang memberikan pemisahan terbaik. Ketika
mengubah poin selektivitas pada puncak segitiga, kekuatan pelarut juga berubah,
terutama ketika kekuatan pelarut dari pelarut yang digunakan, digunakan untuk
membentuk prisma yang berbeda. Kekuatan pelarut harus disesuaikan dengan pelarut penyesuai kekuatan
untuk menjaga pemisahan berada pada rentang nilai optimal R1. Juga mungkin
disarankan untuk mengubah poin selektivitas dengan penambahan kecil jika ukuran
kecil bisa menyebabkan perubahan besar dalam resolusi.
Bagian tengah prisma
digunakan untuk optimasi komposisi fase gerak untuk pemisahan sampel nonpolar
dan cukup polar. Komposisi pelarut awal sesuai dengan pusat permukaan atas
segitiga prisma; Komposisi ini kemudian diencerkan agar membawa semua komponen
sampel ke dalam rentang nilai R1, 0,2-0,8. Pada kekuatan pelarut ini
tiga kromatogram lain dijalankan sesuai dengan poin selektivitas yang berdekatan
dengan puncak segitiga. Percobaan awal ini kemudian digunakan untuk memilih
poin selektivitas untuk kromatogram lebih lanjut sampai komposisi pelarut
terbaik ditemukan. Kegagalan mendapatkan awal pemisahan mengharuskan
permbentukan prisma baru, menggunakan pelarut yang berbeda setidaknya satu dari
sisi segitiga.
Optimasi kekuatan
pelarut dengan memvariasikan poin selektivitas harus dilakukan sampai
setidaknya pemisahan awal diperoleh. Pada titik ini bagian ketiga dari model
PRISMA dapat digunakan untuk memilih mode pengembangan yang tepat. Jika
peningkatan efisiensi diperlukan untuk meningkatkan resolusi keseluruhan sampel
kemudian pengembangan aliran yang dipaksa harus digunakan. Jika masalah
pemisahan terjadi diatas rentang nilai R1 kemudian pengembangan anti-lingkaran mungkin
merupakan pilihan terbaik, jika berada dalam rentang nilai dibawah R4, kemudian
pengembangan lingkaran lebih dipilih. Jika pada titik ini pemisahan masih tidak
memadai maka fase diam baru atau pelarut tambahan harus dipilih dan model PRISMA
dimanfaatkan lagi untuk mengoptimalkan sistem baru. Nyiredy dkk (171) telah
merangkum prosedur diatas dalam bentuk diagram alir yang berguna untuk panduan menerapkan
semua langkah-langkah model.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar