Sabtu, 19 September 2015

DEPRESI



DEPRESI

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapat perhatian serius. Secara global diperkirakan depresi terjadi pada 340 juta jiwa. Sebuah penelitian di Amerika menyatakan satu dari dua puluh orang di Amerika setiap tahun mengalami depresi dan paling tidak satu dari lima orang pernah mengalami depresi sepanjang sejarah kehidupan mereka. Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Depresi berdasarkan tingkat penyakitnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu depresi ringan, depresi sedang, dan depresi berat.

A.           Definisi Depresi
Istilah depresi sudah begitu popular dalam masyarakat dan semua orang mengetahuinya. Akan tetapi arti sebenarnya dari depresi itu sukar didefinisikan secara tepat. Istilah dan kata yang identik maknanya dengan depresi dalam bahasa Indonesia sehari-hari tidak ada. Depresi adalah kata yang memiliki banyak nuansa arti. Depresi merupakan suatu keadaan mental mood yang menurun yang ditandai dengan kesedihan, perasaan putus asa, tidak bersemangat, rasa bersalah, harga diri yang rendah, dan perasaan  kosong.
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri. Rathus (dikutip dari Lubis) menyatakan orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional dan gerakan tingkah laku secara kognisi.
Menurut seorang ilmuwan terkemuka yaitu Phillip L. Rice (dikutip dari Informasi Psikologi), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Menurut Atkinson (dikutip dari Lubis) depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tidak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tidak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tidak mampu berkonsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba bunuh diri.

B.            Epidemiologi Depresi
Gangguan depresi mayor (berat) adalah tipe yang paling umum dari gangguan mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk pria.
1.      Jenis Kelamin
Pada pengamatan yang hampir universal, terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan berpengaruh, namun sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stres yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Perbedaan dalam gaya mengatasi masalah juga dapat membantu menjelaskan mengenai lebih besarnya wanita untuk terkena depresi.
2.      Usia
Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun; 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20-50 tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Beberapa data epidemiologis akhir-akhir ini menyatakan bahwa insiden gangguan depresif berat meningkat pada orang-orang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, hal tersebut mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut.
3.      Ras
Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain. Tetapi, klinisi cenderung kurang mendiagnosis gangguan mood dan terlalu mendiagnosis skizofrenia pada pasien yang mempunyai latar belakang rasial yang berbeda dengan dirinya
4.      Status Perkawinan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau yang berpisah.
5.      Pertimbangan Sosioekonomi
Tidak ditemukan adanya korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresif berat. Namun sumber lain menyatakan orang dengan taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding mereka dengan taraf yang lebih baik untuk menderita depresi.

C.           Etiologi Depresi
Dasar umum untuk gangguan depresif tidak diketahui namun telah ditemukan sejumlah faktor lain yang mungkin mempengaruhinya.
1.    Faktor Fisik
a.       Faktor Genetik
Keluarga lapis pertama (anak, kakak, adik, dan orang tua) dari orang yang menderita penyakit depresi berat mempunyai risiko yang lebih besar (10-15%) menderita penyakit ini daripada penduduk pada umumnya (1-2%). Teori tentang alasan keturunan bawaan ini saling bertentangan dan pencarian ‘tanda-tanda bawaan’ yang menunjukkan kecenderungan depresi masih tidak berhasil.
Penelitian Kendler (dikutip dari Lubis1) dari departemen psikiatri Virginia Commonwealth University terhadap kembar perempuan menunjukkan bahwa anak kembar berbagi faktor risiko terhadap neurotisme dan depresi berkisaran antara 70% karena genetik, 20% karena faktor lingkungan dan hanya 10% diakibatkan oleh penyebab langsung depresi berat, artinya jika salah satu kembar terdeteksi depresi berat, kembar yang lain memiliki faktor risiko yang besar bisa terserang depresi juga. Namun saat pertama kali munculnya depresi berat tidak dapat diprediksi.
b.      Susunan Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh tampaknya memegang peranan besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormon noradrenalin yang memegang peranan utama dalam mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, dimana pada orang depresi kadar hormon ini berkurang. Pada wanita, perubahan hormon estrogen dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi. Hormon kortisol juga dipercaya menyebabkan depresi. Pada orang yang sehat, kortisol dikeluarkan dalam jumlah yang besar pada pagi hari dan makin berkurang menjelang sore hari. Sedangkan pada orang yang depresi, hormon kortisol dikeluarkan dalam jumlah yang sama sepanjang hari. Hal tersebut banyak ditemukan pada orang yang depresi berat dengan simtom fisik.
Walaupun banyak macam neurotransmitter yang berbeda, riset menunjukkan bahwa ada kekurangan dari beberapa neurotransmiter serotonin, norepinephrine dan dopamine dapat menyebabkan terjadinya depresi. Di lain sisi jika kelebihan jumlah neurotransmiter dapat menjadi penyebab fase manik dalam periode manik-depresi.  
Selain itu, terdapat dua penjelasan dalam teori fisiologis mengenai depresi. Yang pertama, adanya gangguan metabolisme elektrolit pada pasien depresi. Sodium dan potasium klorida sangat penting bagi pemeliharaan daya kerja dan fungsi kontrol terhadap rangsang perasaan bersemangat atau rasa gembira yang terdapat pada sistem saraf. Bila distribusinya pada neuron terganggu, dapat membawa individu pada kondisi depresi. Penjelasan yang kedua, yaitu bahwa depresi disebabkan adanya hambatan dalam transmisi neural yang terjadi dalam system saraf simpatik serta melibatkan transmiter neuralnya, yaitu nor-epinephrine.
c.       Faktor Usia
  Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurun yang menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survei masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-24 tahun.
d.      Faktor Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Bagaimanapun juga tekanan sosial pada wanita yang mengarah pada depresi lebih jarang ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan, kelahiran dan menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi.
Lebih banyaknya wanita tercatat mengalami depresi bisa juga disebabkan oleh pola komunikasinya. Menurut Pease & Pease (dikutip dari Lubis1) bahwa pola komunikasi wanita berbeda dengan pria. Jika seorang wanita mendapat masalah, maka wanita tersebut ingin mengkomunikasikannya dengan orang lain, sedangkan pria cenderung untuk memikirkan masalahnya sendirian hingga mendapatkan jawaban atas masalahnya. Pria juga jarang menunjukkan emosinya sehingga kasus depresi ringan dan sedang pada pria jarang diketahui.
e.       Gaya Hidup
Banyak kebiasaan atau gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak teratur, mengonsumsi jenis makanan fast food atau makanan yang mengandung bahan perasa, pengawet dan pewarna buatan, kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.
f.       Penyakit Fisik dan Obat-obatan
Orang yang menderita penyakit fisik yang berat atau kondisi kelumpuhan yang lama seperti artritis rhematoid mungkin berakhir dengan depresi. Namun beberapa kondisi juga dapat bertindak sebagai penyebab khas suatu depresi.
Beberapa penyakit fisik penyebab depresi:
·          Penyakit syaraf: penyakit parkinson, multiple sclerosis, epilepsi, demensia
·          Penyakit ganas: kanker paru, tumor otak, kenker pankreas
·          Penyakit endokrin: hipotiroid, sindroma Cushing, penyakit Addison
·          Penyakit ginjal: kegagalan ginjal, dialisis ginjal
·          Anemia: kekurangan zat besi, folat, vit.B12
·          Infeksi: influenza dan pasca influenza, hepatitis, demam kelenjar, bruselosis
·          Efek samping obat: metildopa, kortikosteroid, l-dopa, diuretik, barbiturat, deserpin
·          Kegagalan obat: bensodiasepedin, penenang, amfetamin, alkohol.
g.      Kurangnya Cahaya Matahari
Mereka baik-baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal affective disorder (SAD). SAD berhubungan dengan tingkat hormon melatonin yang dilepaskan dari kelenjar pineal ke otak. Pelepasannya sensitif terhadap cahaya, lebih banyak dilepaskan ketika gelap.1
2.    Faktor Psikologis
a.       Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individu-individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis, juga tipe kepribadian introvert.
b.      Pola Pikir
Seorang psikiatri Amerika, Aaron Beck (dikutip dari Lubis1) menggambarkan pola pemikiran yang umum pada depresi dan dipercaya membuat seseorang rentan terkena depresi. Secara singkat, dia percaya bahwa seseorang yang merasa negatif mengenai diri sendiri rentan terkena depresi.1
c.       Harga Diri (Self-Esteem)
Self-Esteem adalah pandangan individu terhadap nilai dirinya atau bagaimana seseorang menilai, mengakui, menghargai, atau menyukai dirinya sendiri. Harga diri berhubungan dengan status ekonomi dan berbagai aspek kesehatan dan perilaku sehat, juga berhubungan dengan self-efficacy. Bandura (dikutip dari Lubis1) mengatakan self-efficacy adalah perasaan individu mengenai kemampuannya dalam melakukan sesuatu.
Menurut penelitian, rendahnya harga diri pada remaja mempengaruhi seorang remaja untuk terserang depresi. Depresi dan self-esteem dapat dilihat sebagai lingkaran setan. Ketidakmampuan untuk menghadapi secara positif situasi sosial dapat menyebabkan rendahnya self-esteem yang mengakibatkan depresi. Depresi nantinya menyebabkan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan diterima dalam kelompok sosial yang menyebabkan perasaan rendahnya self-esteem.
d.      Stres
Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah rumah atau stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan depresi. Reaksi terhadap stres seringkali ditangguhkan dan depresi dapat terjadi beberapa bulan sesudah peristiwa itu terjadi.
Riset telah memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian dalam hidup yang buruk cenderung menumpuk dalam 6-12 bulan sebelum mulai terjadinya depresi. Tampaknya terjadi peningkatan serangan depresi setelah adanya peristiwa kehidupan yang paling menimbulkan stres.
e.       Lingkungan Keluarga
Kehilangan Orang Tua Ketika Masih Anak-anak
Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu mereka ketika muda memiliki risiko lebih besar terserang depresi. Akibat psikologis, sosial dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua yang lebih penting daripada kehilangan itu sendiri.
Jenis Pengasuhan
Psikolog menemukan bahwa orang tua yang sangat menuntut dan kritis, yang menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan membuat anak-anak lebih mudah terserang depresi di masa depan.
Penyiksaan Fisik dan Seksual Ketika Kecil
Ada beberapa bukti bahwa penyiksaan fisik atau seksual dapat membuat seseorang berisiko terserang depresi berat sewaktu dewasa. Studi telah menunjukkan bahwa setengah dari orang-orang yang mengunjungi psikiatri punya semacam perhatian seksual yang tidak diinginkan ketika remaja dan anak-anak.
f.       Penyakit Jangka Panjang
Orang yang sakit keras menjadi rentan terhadap depresi saat mereka dipaksa dalam  posisi dimana mereka tidak berdaya atau karena energi yang mereka perlukan untuk melawan depresi sudah habis untuk penyakit jangka panjang. Demikian pula dengan kecemasan terhadap ketidakamanan finansial bisa menjadi faktor yang penting terjadinya depresi.

D.           Jenis-jenis Depresi
1.      Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit
Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya depresi dibagi menjadi:
a.       Mild depression/ minor depression dan dysthymic disorder
Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini menimbulkan gangguan mood ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal.
b.      Moderate depression
Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya.
c.       Severe depression/ major depression
Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk mendapatkan bantuan medis secepatnya.1
2.      Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi
Klasifikasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh WHO.
Jenis-jenis depresi berdasarkan klasifikasi nosologi:
a.      Depresi psikogenik
Depresi ini karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stres berat.
Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi:
1.         Depresi reaktif
Merupakan istilah yang sering digunakan untuk gangguan mood depresif yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agitasi.
2.         Exhaustion depression
Merupakan depresi yang timbul setelah bertahun-tahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarut-larut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan.
3.         Depresi neurotik
Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua-anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita.
b.      Depresi endogenik
Depresi ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau fisik tertentu, tetapi bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis.
c.       Depresi somatogenik
Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe:

1.         Depresi organik
Disebabkan oleh perubahan-perubahan morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senilis, tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain.
2.         Depresi simptomatik
Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit-penyakit jasmaniah seperti:
·        Penyakit infeksi: hepatitis, influenza, pneumonia.
·        Penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipotiroid.
·        Akibat tindakan bedah.
·        Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antihipertensi.
·        Pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat penenang.

E.            Gejala Depresi
Gejala depresi adalah kumpulan perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun perlu diingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Gejala utama depresi pada derajat ringan, sedang dan berat adalah afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Gejala-gejala depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu gejala dilihat dari segi fisik, psikis dan sosial.
1.      Gejala Fisik
Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Gejala fisik berupa:
·        Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit).
·        Menurunnya aktivitas fisik.
·        Menurunnya efisiensi kerja.
·        Menurunnya produktivitas kerja.
·        Mudah merasa letih dan sakit.
·        Konsentrasi dan perhatian berkurang.
·        Bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup.
·        Anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian) dan penurunan berat badan.
·        Diare, konstipasi dan muntah.
·        Kehilangan libido
2.      Gejala Psikis
Adapun gejala psikis yang muncul berupa:
·        Kehilangan rasa percaya diri.
·        Sensitif.
·        Merasa tidak berguna.
·        Perasaan bersalah.
·        Perasaan terbebani.
·        Perasaan sedih.
·        Kosong, bosan dan putus asa.
·        Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
·        Gagasan atau perbuatan mengancam jiwa atau bunuh diri
3.      Gejala Sosial
Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan atau aktivitas rutin lainnya. Lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

G.           Terapi
Pada kasus depresi berat diperlukan terapi dan pengobatan yang efektif untuk mengurangi depresi, namun pada kasus depresi ringan dan sedang dapat melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk mengurangi gejala-gejala depresi.
1.      Non Farmakologi
a.       Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang berfokus kepada orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit kejiwaan. Jika terapi kognitif berfokus pada persepsi dan reaksi terhadap persepsi tersebut, terapi interpersonal menekankan kepada terapi komunikasi.
b.      Konseling Kelompok dan Dukungan Sosial
Konseling secara kelompok adalah pelaksanaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang konselor profesional dengan beberapa pasien sekaligus dalam kelompok kecil. Kegunaan dukungan sosial kelompok diantaranya adalah agar pasien merasa ada orang lain yang juga menderita sehingga dapat mengurangi rasa terisolasi.
c.       Berolahraga
Keadaan mood yang negatif seperti depresi, kecemasan, dan kebingungan disebabkan oleh pikiran dan persaan yang negatif pula. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positif yang dapat menghalangi munculnya mood negatif adalah dengan berolahraga. Bryan, psikolog olahraga di ACE ( American Counsil of Excercise) mengatakan bahwa olahraga dapat membantu individu mengatasi stres, depresi ringan dan memperbaiki mood.
d.      Diet (Mengatur Pola Makan)
Simtom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh. Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat menyebabkan depresi semakin parah yaitu:
·         Konsumsi kafein secara berkala
·         Konsumsi sukrosa (gula)
·         Kekurangan biotin, asam folat, vitamin B, vitamin C, kalsium, tembaga, magnesium atau potasium.
·         Ketidakseimbangan asam amino
·         Alergi makanan.
e.       Terapi Humor
Sudah lama profesional medis mengakui bahwa pasien yang mempertahankan sikap mental yanng positif dan berbagi tawa merespon lebih baik terhadap pengobatan. Respon fisiologis dari tertawa termasuk meningkatnya pernafasan, sirkulasi, sekresi hormon, enzim pencernaan dan peningkatan tekanan darah.
f.       Berdoa
Berdoa merupakan salah satu untuk mengatasi depresi. Doa dapat mendatangkan ketenangan lahir dan batin serta melepaskan kita dari ketegangan fisik dan mental kita.
g.      Hidroterapi dan Hidrotermal
Hidroterapi adalah penggunaan air untuk pengobatan penyakit. Terapi hidrotermal adalah penggunaan efek temperatur air misalnya mandi air panas, sauna, dll. Tubuh bereaksi terhadap stimulus panas dan dingin. Saraf mengantarkan rangsangan yang dirasakan kulit ke dalam tubuh, dimana merangsang sistem imun, mempengaruhi hormon stress, meningkatkan aliran tubuh dan mengurangi rasa sakit.
2.      Farmakologi
a.       Obat Antidepresan
Ada beberapa obat antidepresan yaitu:
·         MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
Obat ini menghalangi aktivitas monoamine oxidase, enzim yang menghancurkan monoamine neurotransmitters norephinefrin, serotonin, dan dopamin.
·         Tricyclics
Obat ini meningkatkan aktivitas neurotransmitters monoamine norephinefrin dan serotonin dengan menghambat reuptake ke dalam neuron.
·         SSRIs
Obat ini hanya menghambat reuptake serotonin namun tidak menghalangi neurotransmiter lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar