DEPRESI
Depresi merupakan salah satu masalah
kesehatan mental utama saat ini, yang mendapat perhatian serius. Secara global
diperkirakan depresi terjadi pada 340 juta jiwa.
Sebuah penelitian di Amerika menyatakan satu dari dua puluh
orang di Amerika setiap tahun mengalami depresi dan paling tidak satu dari lima
orang pernah mengalami depresi sepanjang sejarah kehidupan mereka. Depresi adalah gangguan mood, kondisi
emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Depresi berdasarkan
tingkat penyakitnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu depresi ringan, depresi
sedang, dan depresi berat.
A.
Definisi
Depresi
Istilah depresi sudah begitu popular
dalam masyarakat dan semua orang mengetahuinya. Akan tetapi arti sebenarnya
dari depresi itu sukar didefinisikan secara tepat. Istilah dan kata yang
identik maknanya dengan depresi dalam bahasa Indonesia sehari-hari tidak ada.
Depresi adalah kata yang memiliki banyak nuansa arti. Depresi merupakan suatu
keadaan mental mood yang menurun yang ditandai dengan kesedihan, perasaan putus
asa, tidak bersemangat, rasa bersalah, harga diri yang rendah, dan
perasaan kosong.
Depresi merupakan suatu masa
terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan
gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya
serta gagasan bunuh diri. Rathus (dikutip dari Lubis) menyatakan orang yang
mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi,
motivasi, fungsional dan gerakan tingkah laku secara kognisi.
Menurut seorang ilmuwan
terkemuka yaitu Phillip L. Rice (dikutip dari Informasi Psikologi), depresi adalah gangguan mood, kondisi
emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang
secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Menurut
Atkinson (dikutip dari Lubis) depresi sebagai suatu gangguan mood yang
dicirikan tidak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan,
tidak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tidak mampu
berkonsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba bunuh
diri.
B.
Epidemiologi
Depresi
Gangguan depresi mayor (berat) adalah
tipe yang paling umum dari gangguan mood yang dapat didiagnosis, dengan
perkiraan prevalensi semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita
dan 5% hingga 12% untuk pria.
1.
Jenis
Kelamin
Pada
pengamatan yang hampir universal, terlepas dari kultur atau negara, terdapat
prevalensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih besar pada wanita
dibandingkan laki-laki. Meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis
lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan berpengaruh, namun sebuah
diskusi panel yang diselenggarakan oleh American Psychological Association
(APA) menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih
banyaknya jumlah stres yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer.
Perbedaan dalam gaya mengatasi masalah juga dapat membantu menjelaskan mengenai
lebih besarnya wanita untuk terkena depresi.
2.
Usia
Rata-rata
usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun; 50% dari
semua pasien mempunyai onset antara usia 20-50 tahun. Gangguan depresif berat
juga mungkin memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia,
walaupun hal tersebut jarang terjadi. Beberapa data epidemiologis akhir-akhir
ini menyatakan bahwa insiden gangguan depresif berat meningkat pada orang-orang
berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, hal tersebut
mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat lain pada
kelompok usia tersebut.
3.
Ras
Prevalensi gangguan mood tidak berbeda
dari satu ras ke ras lain. Tetapi, klinisi cenderung kurang mendiagnosis
gangguan mood dan terlalu mendiagnosis skizofrenia pada pasien yang mempunyai
latar belakang rasial yang berbeda dengan dirinya
4.
Status
Perkawinan
Pada umumnya, gangguan depresif berat
terjadi pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau
yang bercerai atau yang berpisah.
5.
Pertimbangan
Sosioekonomi
Tidak ditemukan adanya korelasi antara
status sosioekonomi dan gangguan depresif berat. Namun sumber lain menyatakan orang
dengan taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki risiko yang lebih tinggi
dibanding mereka dengan taraf yang lebih baik untuk menderita depresi.
C.
Etiologi
Depresi
Dasar
umum untuk gangguan depresif tidak diketahui
namun telah ditemukan sejumlah faktor lain yang mungkin mempengaruhinya.
1. Faktor
Fisik
a. Faktor
Genetik
Keluarga lapis pertama (anak, kakak,
adik, dan orang tua) dari orang yang menderita penyakit depresi berat mempunyai
risiko yang lebih besar (10-15%) menderita penyakit ini daripada penduduk pada
umumnya (1-2%). Teori tentang alasan keturunan bawaan ini saling bertentangan
dan pencarian ‘tanda-tanda bawaan’ yang menunjukkan kecenderungan depresi masih
tidak berhasil.
Penelitian Kendler (dikutip dari Lubis1)
dari departemen psikiatri Virginia Commonwealth University terhadap kembar
perempuan menunjukkan bahwa anak kembar berbagi faktor risiko terhadap
neurotisme dan depresi berkisaran antara 70% karena genetik, 20% karena faktor
lingkungan dan hanya 10% diakibatkan oleh penyebab langsung depresi berat,
artinya jika salah satu kembar terdeteksi depresi berat, kembar yang lain
memiliki faktor risiko yang besar bisa terserang depresi juga. Namun saat
pertama kali munculnya depresi berat tidak dapat diprediksi.
b. Susunan
Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan
tubuh tampaknya memegang peranan besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada
orang depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut.
Hormon noradrenalin yang memegang peranan utama dalam mengendalikan otak dan
aktivitas tubuh, dimana pada orang depresi kadar hormon ini berkurang. Pada
wanita, perubahan hormon estrogen dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi.
Hormon kortisol juga dipercaya menyebabkan depresi. Pada orang yang sehat,
kortisol dikeluarkan dalam jumlah yang besar pada pagi hari dan makin berkurang
menjelang sore hari. Sedangkan pada orang yang depresi, hormon kortisol
dikeluarkan dalam jumlah yang sama sepanjang hari. Hal tersebut banyak
ditemukan pada orang yang depresi berat dengan simtom fisik.
Walaupun banyak macam neurotransmitter
yang berbeda, riset menunjukkan bahwa ada kekurangan dari beberapa
neurotransmiter serotonin, norepinephrine dan dopamine dapat menyebabkan
terjadinya depresi. Di lain sisi jika kelebihan jumlah neurotransmiter dapat
menjadi penyebab fase manik dalam periode manik-depresi.
Selain itu, terdapat dua penjelasan
dalam teori fisiologis mengenai depresi. Yang pertama, adanya gangguan
metabolisme elektrolit pada pasien depresi. Sodium dan potasium klorida sangat
penting bagi pemeliharaan daya kerja dan fungsi kontrol terhadap rangsang
perasaan bersemangat atau rasa gembira yang terdapat pada sistem saraf. Bila
distribusinya pada neuron terganggu, dapat membawa individu pada kondisi
depresi. Penjelasan yang kedua, yaitu bahwa depresi disebabkan adanya hambatan
dalam transmisi neural yang terjadi dalam system saraf simpatik serta
melibatkan transmiter neuralnya, yaitu nor-epinephrine.
c. Faktor
Usia
Berbagai
penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih
banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut
terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan
dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa
kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang
ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurun yang menunjukkan bahwa
remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survei masyarakat
terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi
pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-24 tahun.
d. Faktor
Gender
Wanita dua kali lebih sering
terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah
terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi
daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita.
Bagaimanapun juga tekanan sosial pada wanita yang mengarah pada depresi lebih
jarang ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam
siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan, kelahiran dan menopause
yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi.
Lebih banyaknya wanita tercatat
mengalami depresi bisa juga disebabkan oleh pola komunikasinya. Menurut Pease
& Pease (dikutip dari Lubis1) bahwa pola komunikasi wanita
berbeda dengan pria. Jika seorang wanita mendapat masalah, maka wanita tersebut
ingin mengkomunikasikannya dengan orang lain, sedangkan pria cenderung untuk
memikirkan masalahnya sendirian hingga mendapatkan jawaban atas masalahnya. Pria
juga jarang menunjukkan emosinya sehingga kasus depresi ringan dan sedang pada
pria jarang diketahui.
e. Gaya
Hidup
Banyak kebiasaan atau gaya hidup tidak
sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu
kecemasan dan depresi. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak
teratur, makan tidak teratur, mengonsumsi jenis makanan fast food atau makanan yang mengandung bahan perasa, pengawet dan
pewarna buatan, kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.
f. Penyakit
Fisik dan Obat-obatan
Orang yang menderita penyakit fisik yang
berat atau kondisi kelumpuhan yang lama seperti artritis rhematoid mungkin
berakhir dengan depresi. Namun beberapa kondisi juga dapat bertindak sebagai
penyebab khas suatu depresi.
Beberapa penyakit fisik penyebab
depresi:
·
Penyakit syaraf:
penyakit parkinson, multiple sclerosis, epilepsi, demensia
·
Penyakit ganas: kanker
paru, tumor otak, kenker pankreas
·
Penyakit endokrin:
hipotiroid, sindroma Cushing, penyakit Addison
·
Penyakit ginjal:
kegagalan ginjal, dialisis ginjal
·
Anemia: kekurangan zat
besi, folat, vit.B12
·
Infeksi: influenza dan
pasca influenza, hepatitis, demam kelenjar, bruselosis
·
Efek samping obat:
metildopa, kortikosteroid, l-dopa, diuretik, barbiturat, deserpin
·
Kegagalan obat:
bensodiasepedin, penenang, amfetamin, alkohol.
g. Kurangnya
Cahaya Matahari
Mereka baik-baik saja ketika musim panas
tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal affective disorder (SAD). SAD
berhubungan dengan tingkat hormon melatonin yang dilepaskan dari kelenjar
pineal ke otak. Pelepasannya sensitif terhadap cahaya, lebih banyak dilepaskan
ketika gelap.1
2. Faktor
Psikologis
a. Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula
mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap
depresi. Ada individu-individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang
mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis, juga tipe
kepribadian introvert.
b. Pola
Pikir
Seorang psikiatri Amerika, Aaron Beck (dikutip
dari Lubis1) menggambarkan pola pemikiran yang umum pada
depresi dan dipercaya membuat seseorang rentan terkena depresi. Secara singkat,
dia percaya bahwa seseorang yang merasa negatif mengenai diri sendiri rentan
terkena depresi.1
c. Harga
Diri (Self-Esteem)
Self-Esteem
adalah pandangan individu terhadap nilai dirinya atau bagaimana seseorang
menilai, mengakui, menghargai, atau menyukai dirinya sendiri. Harga diri
berhubungan dengan status ekonomi dan berbagai aspek kesehatan dan perilaku
sehat, juga berhubungan dengan self-efficacy.
Bandura (dikutip dari Lubis1) mengatakan self-efficacy adalah perasaan individu mengenai kemampuannya dalam
melakukan sesuatu.
Menurut penelitian, rendahnya harga diri
pada remaja mempengaruhi seorang remaja untuk terserang depresi. Depresi dan self-esteem dapat dilihat sebagai
lingkaran setan. Ketidakmampuan untuk menghadapi secara positif situasi sosial
dapat menyebabkan rendahnya self-esteem
yang mengakibatkan depresi. Depresi nantinya menyebabkan ketidakmampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan diterima dalam kelompok sosial yang
menyebabkan perasaan rendahnya self-esteem.
d. Stres
Kematian orang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan, pindah rumah atau stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan
depresi. Reaksi terhadap stres seringkali ditangguhkan dan depresi dapat
terjadi beberapa bulan sesudah peristiwa itu terjadi.
Riset telah memperlihatkan bahwa
kejadian-kejadian dalam hidup yang buruk cenderung menumpuk dalam 6-12 bulan
sebelum mulai terjadinya depresi. Tampaknya terjadi peningkatan serangan
depresi setelah adanya peristiwa kehidupan yang paling menimbulkan stres.
e. Lingkungan
Keluarga
Kehilangan
Orang Tua Ketika Masih Anak-anak
Ada bukti bahwa individu yang kehilangan
ibu mereka ketika muda memiliki risiko lebih besar terserang depresi. Akibat
psikologis, sosial dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua yang
lebih penting daripada kehilangan itu sendiri.
Jenis
Pengasuhan
Psikolog menemukan bahwa orang tua yang
sangat menuntut dan kritis, yang menghargai kesuksesan dan menolak semua
kegagalan membuat anak-anak lebih mudah terserang depresi di masa depan.
Penyiksaan
Fisik dan Seksual Ketika Kecil
Ada beberapa bukti
bahwa penyiksaan fisik atau seksual dapat membuat seseorang berisiko terserang
depresi berat sewaktu dewasa. Studi telah menunjukkan bahwa setengah dari
orang-orang yang mengunjungi psikiatri punya semacam perhatian seksual yang
tidak diinginkan ketika remaja dan anak-anak.
f. Penyakit
Jangka Panjang
Orang yang sakit keras menjadi
rentan terhadap depresi saat mereka dipaksa dalam posisi dimana mereka tidak berdaya atau
karena energi yang mereka perlukan untuk melawan depresi sudah habis untuk
penyakit jangka panjang. Demikian pula dengan kecemasan terhadap ketidakamanan
finansial bisa menjadi faktor yang penting terjadinya depresi.
D.
Jenis-jenis
Depresi
1. Jenis-jenis
Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit
Menurut klasifikasi organisasi kesehatan
dunia WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya depresi dibagi menjadi:
a. Mild depression/ minor
depression dan dysthymic
disorder
Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan
pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful
yang spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi
depresi jenis ini. Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini
menimbulkan gangguan mood ringan
dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal.
b.
Moderate
depression
Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom
fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak
cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya.
c.
Severe
depression/ major depression
Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan
untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk
mendapatkan bantuan medis secepatnya.1
2. Jenis-jenis
Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi
Klasifikasi nosologi dari keadaan
depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh
WHO.
Jenis-jenis depresi berdasarkan
klasifikasi nosologi:
a.
Depresi
psikogenik
Depresi
ini karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat kejadian yang
dapat membuat seseorang sedih atau stres berat.
Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda,
terbagi menjadi:
1.
Depresi
reaktif
Merupakan
istilah yang sering digunakan untuk gangguan mood depresif yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh
kecemasan dan agitasi.
2.
Exhaustion
depression
Merupakan
depresi yang timbul setelah bertahun-tahun masa laten, akibat tekanan perasaan
yang berlarut-larut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang
menyakitkan.
3.
Depresi
neurotik
Asal
mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan
perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua-anak yang tidak
menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita.
b.
Depresi
endogenik
Depresi
ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau
fisik tertentu, tetapi bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis.
c. Depresi somatogenik
Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor
jasmani berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe:
1.
Depresi
organik
Disebabkan
oleh perubahan-perubahan morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri,
demensia senilis, tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain.
2.
Depresi
simptomatik
Merupakan
depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit-penyakit jasmaniah seperti:
·
Penyakit infeksi:
hepatitis, influenza, pneumonia.
·
Penyakit endokrin:
diabetes mellitus, hipotiroid.
·
Akibat tindakan bedah.
·
Pengobatan jangka
panjang dengan obat-obat antihipertensi.
·
Pada fase penghentian
kecanduan narkotika, alkohol dan obat penenang.
E.
Gejala
Depresi
Gejala depresi adalah kumpulan perilaku dan perasaan yang secara spesifik
dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun perlu diingat, setiap orang
mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau
perilaku dihadapi secara berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Gejala
utama depresi pada derajat ringan, sedang dan berat adalah afek depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas. Gejala-gejala depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi,
yaitu gejala dilihat dari segi fisik, psikis dan sosial.
1. Gejala
Fisik
Menurut beberapa ahli, gejala
depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai
dengan berat ringannya depresi yang dialami. Gejala fisik berupa:
·
Gangguan pola tidur
(sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit).
·
Menurunnya aktivitas
fisik.
·
Menurunnya efisiensi
kerja.
·
Menurunnya
produktivitas kerja.
·
Mudah merasa letih dan
sakit.
·
Konsentrasi dan
perhatian berkurang.
·
Bicara dan
gerak-geriknya pelan dan kurang hidup.
·
Anoreksia
(kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian) dan penurunan berat badan.
·
Diare, konstipasi dan
muntah.
·
Kehilangan libido
2. Gejala
Psikis
Adapun gejala psikis yang muncul berupa:
·
Kehilangan rasa percaya
diri.
·
Sensitif.
·
Merasa tidak berguna.
·
Perasaan bersalah.
·
Perasaan terbebani.
·
Perasaan sedih.
·
Kosong, bosan dan putus
asa.
·
Pandangan masa depan
yang suram dan pesimistis.
·
Gagasan atau perbuatan
mengancam jiwa atau bunuh diri
3. Gejala
Sosial
Masalah depresi yang berawal dari diri
sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan atau aktivitas
rutin lainnya. Lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang
depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung,
menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi
biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau
bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga
seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa
tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk
bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun
ada kesempatan.
G.
Terapi
Pada kasus depresi
berat diperlukan terapi dan pengobatan yang efektif untuk mengurangi depresi,
namun pada kasus depresi ringan dan sedang dapat melakukan terapi terhadap diri
sendiri untuk mengurangi gejala-gejala depresi.
1. Non
Farmakologi
a.
Terapi
Interpersonal
Terapi
interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang berfokus kepada
orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit kejiwaan. Jika terapi kognitif
berfokus pada persepsi dan reaksi terhadap persepsi tersebut, terapi
interpersonal menekankan kepada terapi komunikasi.
b.
Konseling
Kelompok dan Dukungan Sosial
Konseling
secara kelompok adalah pelaksanaan wawancara konseling yang dilakukan antara
seorang konselor profesional dengan beberapa pasien sekaligus dalam kelompok
kecil. Kegunaan dukungan sosial kelompok diantaranya adalah agar pasien merasa
ada orang lain yang juga menderita sehingga dapat mengurangi rasa terisolasi.
c.
Berolahraga
Keadaan mood
yang negatif seperti depresi, kecemasan, dan kebingungan disebabkan oleh
pikiran dan persaan yang negatif pula. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positif yang dapat menghalangi
munculnya mood negatif adalah dengan berolahraga. Bryan, psikolog olahraga di
ACE ( American Counsil of Excercise) mengatakan bahwa olahraga dapat membantu
individu mengatasi stres, depresi ringan dan memperbaiki mood.
d.
Diet
(Mengatur Pola Makan)
Simtom depresi
dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh.
Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat menyebabkan depresi semakin parah yaitu:
·
Konsumsi
kafein secara berkala
·
Konsumsi
sukrosa (gula)
·
Kekurangan
biotin, asam folat, vitamin B, vitamin C, kalsium, tembaga, magnesium atau
potasium.
·
Ketidakseimbangan
asam amino
·
Alergi
makanan.
e.
Terapi
Humor
Sudah lama
profesional medis mengakui bahwa pasien yang mempertahankan sikap mental yanng
positif dan berbagi tawa merespon lebih baik terhadap pengobatan. Respon
fisiologis dari tertawa termasuk meningkatnya pernafasan, sirkulasi, sekresi
hormon, enzim pencernaan dan peningkatan tekanan darah.
f.
Berdoa
Berdoa
merupakan salah satu untuk mengatasi depresi. Doa dapat mendatangkan ketenangan
lahir dan batin serta melepaskan kita dari ketegangan fisik dan mental kita.
g.
Hidroterapi
dan Hidrotermal
Hidroterapi
adalah penggunaan air untuk pengobatan penyakit. Terapi hidrotermal adalah
penggunaan efek temperatur air misalnya mandi air panas, sauna, dll. Tubuh
bereaksi terhadap stimulus panas dan dingin. Saraf mengantarkan rangsangan yang
dirasakan kulit ke dalam tubuh, dimana merangsang sistem imun, mempengaruhi
hormon stress, meningkatkan aliran tubuh dan mengurangi rasa sakit.
2. Farmakologi
a.
Obat
Antidepresan
Ada beberapa obat antidepresan yaitu:
·
MAOIs
(Monoamine Oxidase Inhibitors)
Obat ini menghalangi aktivitas monoamine oxidase, enzim
yang menghancurkan monoamine
neurotransmitters norephinefrin, serotonin, dan dopamin.
·
Tricyclics
Obat ini meningkatkan aktivitas neurotransmitters monoamine norephinefrin dan serotonin dengan menghambat reuptake
ke dalam neuron.
·
SSRIs
Obat ini hanya menghambat reuptake serotonin namun tidak
menghalangi neurotransmiter lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar