Senin, 21 September 2015

DUCTUS CARSINOMA (KANKER PAYUDARA)



DUCTUS CARSINOMA (KANKER PAYUDARA)

A.  DEFINISI
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit.

B.  EPIDEMIOLOGI
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit - penyakit kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit. Menurut hasil  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992,  kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4  (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya.  Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang. Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari  150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya. American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000.
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia. Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut. Data  dari Direktorat  Jenderal  Pelayanan Medik  Departemen  Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8.

C.  ETIOLOGI
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
1. Tinggi melebihi 170 cm. Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas.
2. Masa reproduksi yang relatif panjang yaitu Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun, wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun), dan wanita yang belum mempunyai anak. Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak.
3. Kehamilan dan menyusui. Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat menyusui.
         4. Wanita gemuk. Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun pula.
         5. Preparat hormon estrogen. Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun.
6. Faktor genetik. Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara.

D.  KLASIFIKASI
1.      Tumor primer (T)
a. Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
b. To : Tidak terbukti adanya tumor primer
c. Tis : Kanker in situ, paget dis pada papila tanpa teraba tumor
d. T1 : Tumor < 2 cm
 T1a : Tumor < 0,5 cm
 T1b : Tumor 0,5 – 1 cm
 T1c : Tumor 1 – 2 cm
e. T2 : Tumor 2 – 5 cm
f. T3 : Tumor diatas 5 cm
g.T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung ke dinding thorax atau kulit.
T4a : Melekat pada dinding dada
T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, satelit
T4c : T4a dan T4b
T4d : Mastitis karsinomatosis
2.    Nodus limfe regional (N)
ü  Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan
ü  N0 : Tidak teraba kelenjar axial
ü  N1 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang tidak melekat.
ü  N2 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya.
ü  N3 : Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral
3.    Metastas jauh (M)
·         Mx : Metastase jauh tidak dapat ditemukan
·         M0 : Tidak ada metastase jauh
·         M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula.
Stadium kanker payudara :
1.      Stadium I : tumor kurang dari 2 cm, tidak ada limfonodus terkena (LN) atau penyebaran luas.
2.      Stadium IIa : tumor kurang dari 5 cm, tanpa keterlibatan LN, tidak ada penyebaran jauh. Tumor kurang dari 2 cm dengan keterlibatan LN
3.      Stadium IIb : tumor kurang dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. Tumor lebih besar dari 5 cm tanpa keterlibatan LN
4.      Stadium IIIa : tumor lebih besar dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. semua tumor dengan LN terkena, tidak ada penyebaran jauh
5.      Stadium IIIb : semua tumor dengan penyebaran langsung ke dinding dada atau kulit semua tumor dengan edema pada tangan atau keterlibatan LN supraklavikular.
6.      Stadium IV : semua tumor dengan metastasis jauh.

E.  PATOFISIOLOGI
Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit tapi banyak, tergantung pada jaringan payudara yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya. Penyakit payudara ganas sebelum menopause berbeda dari penyakit payudara ganas sesudah masa menopause (postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya berbeda dengan berbagai penyakit berbahaya lainnya. Beberapa tumor yang dikenal sebagai “estrogen dependent” mengandung reseptor yang mengikat estradiol, suatu tipe ekstrogen, dan pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak manual pada jarngan payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor “Estrogen Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker payudara hormone dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone treatment (endocrine chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy).
F.   ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI MAMMAE
Mammae terdiri dari berbagai struktur, yaitu :
a.       Parenkim epitel
  1. Lemak
  2. pembuluh darah
  3. saraf
  4. saluran getah bening
  5. Otot dan fascia
Kelenjar mammae dewasa adalah kelenjar tubuloalveolar kompleks yang terdiri atas ±20 lobi. Semua lobi berhubungan dengan duktus laktiferus yang bermuara di puting susu. Lobi dipisahkan oleh sekat-sekat jaringan ikat dan jaringan lemak.
Mammae dibungkus oleh fasiapektoralis superficial dimana permukaan dan posterior dihubungkan oleh ligamentum cooper yang berfungsi sebagai penyangga. Mammae mulai berkembang saat pubertas, yang distimulasi oleh estrogen yang berasal dari siklus seksual wanita bulanan; estrogen merangsang pertumbuhan kelenjar mammaria payudara ditambah dengan deposit lemak untuk memberi massa payudara.
Pertumbuhan yang lebih besar terjadi selama kehamilan. Selama kehamilan, sejumlah besar estrogen disekresikan oleh plasenta sehingga sistem duktus payudara tumbuh dan bercabang. Secara bersamaan, stroma payudara juga bertambah besar dan sejumlah besar lemak terdapat di dalam stroma. Empat hormon lain yang juga penting untuk pertumbuhan sistem duktus: hormon pertumbuhan, prolaktin, glukokortikoid adrenal, dan insulin. Perkembangan akhir mammae menjadi organ yang menyekresi air susu juga memerlukan progesteron. Sekali sistem duktus telah berkembang, progesteron—bekerja secara sinergistik dengan estrogen, juga dengan semua hormon-hormon lain yang beru disebutkan di atas—menyebabkan pertumbuhan lobulus payudara, dengan pertunasan alveolus, dan perkembangan sifat-sifat sekresi dari sel-sel alveoli.
Penurunan mendadak estrogen dan progesteron yang terjadi seiring dengan keluarnya plasenta pada persalinan memicu laktasi. Setelah persalinan, laktasi dipertahankan oleh dua hormon penting: (1) prolaktin, yang bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan sekresi susu, dan (2) oksitosin, yang menyebabkan penyemprotan susu.

G. DIAGNOSIS
1.      Mamografi: memperlihatkan struktur internal payudara, dapat untuk mendeteksi kanker yang tak teraba atau tumor yang terjadi pada tahap awal.
2.      Galaktografi: mamogram dengan kontras dilakukan dengan menginjeksikan zat kontras ke dalam aliran duktus.
3.      Ultrasound: dapat membantu dalam membedakan antara massa padat dan kista dan pada wanita yang jaringan payudaranya keras, hasil komplemen dari mamografi.
4.      Xeroradiografi: menyatakan peningkatan sirkulasi sekitar sisi tumor.
5.      Termografi: mengidentifikasi pertumbuhan cepat tumor sebagai ”titik panas” karena peningkatan suplai darah dan penyesuaian suhu kulit yang lebih tinggi.
6.      Diafanografi (transimulasi): mengidentifikasi tumor atau massa dengan membedakan bahwa jaringan mentransmisikan dan menyebarkan sinar. Prosedur masih diteliti dan dipertimbangkan kurang akurat daripada mamografi.
7.      Scan CT dan MRI: teknik scan yang dapat mendeteksi penyakit payudara, khususnya massa yang lebih besar atau tumor kecil, payudara mengeras yang sulit diperiksa dengan mamografi. Teknik ini tidak bisa untuk pemeriksaan rutin dan tidak untuk mamografi.
8.      Biopsi payudara (jarum atau eksisi): memberikan diagnosa definitif terhadap massa dan berguna untuk klasifikasi histologi pentahapan dan seleksi terapi yang tepat.
9.      Asai hormon reseptor: menyatakan apakah sel tumor atau spesimen biopsi mengandung reseptor hormon (estrogen dan progresteron). Pada sel malignan, reseptor kompleks estrogen-plus merangsang pertumbuhan dan pembagian sel. Kurang lebih duapertiga semua wanita dengan kanker payudara reseptor estrogennya positif dan cenderung berespon baik terhadap terapi hormon menyertai terapi primer untuk memperluas periode bebas penyakit dan kehidupan.
10.  Foto dada, pemeriksaan fungsi hati, hitung sel darah dan scan tulang: dilakukan untuk mengkaji adanya metastase.

H.  FAKTOR RESIKO

a. Riwayat pribasi tentang kanker payudara. Resiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahannya meningkat hamper 1% setiapm  tahun.
b.  Anak perempuan atau saudara meningkat 2 kali jika ibunya terkena kanker sebelum usia 60 tahun; resiko meningkat 4 samoai 6 kali jika kanker payudara terjadi pada dua orang saudara langsung.
c. Menarki dini. Resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun.
d. Nulipara dan usia maternal lanjut sat kelahiran anak pertama. Wanita yang mempunyai anak pertama setelah usia 30 tahun  mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai anak pertama di usia sebelum 20 tahun.
e. Menopause pada usia lanjut. Menopause setelah usia 50 tahun meningkatkan resiko untuk mengalami kanker payudara. Dalam perbandingan, wanita yang telah menjalani ooferektomi bilateral sebelum usia 35 tahun mempunyai resiko sepertiganya.
f. Riwayat penyakit jinak. Wanita yang mempunyai tumor payudara yang disertai perubahan epitel propoliratif mempunyai resiko 2 kali lipat untuk mengalami kanker payudara; wanita dengan hiperflasia tipikal mempunyai resiko empat kali lipat untuk mnegalami penyakit ini.
g. Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubaritgas dan sebalum usia 30 tahun beresiko hamper 2 kali lipat.
h. Obesitas resikomterendah diantara wanita pasca menopause. Bagaimanapun wanita gemuk yang didiagnosa penyakit ini mempunyau angka kematian yang paling sering berhubungan  dengan diagnosis yang lambat.
i. Kontrasepsi  oral. Wanita yang menggunakan kontasepsi oral beresiko tinngi untuk malami kanker payudara . bagaimanapun resiko ini menurun dengan cepat setelah penghentian medikasi.
j. Terapi penggantian hormone. Terdapat laporan yang membingungkan tentang resiko kanker payudara pada terfapi penggantian hormone. Wanita yang berusia kebih tua yang menggunakan eksrtogen suplemen dan penggunaan untuk jangka panjang dapat mengalami peningkatan resiko. Sedangkan penambahan progesterone terhadap penggantian ekstrogen meningkatkan insidens kanker endometrium, hal ini tidak menurunkan resiko kanker  payudara.
k. Pemberian alcohol. Sedikit peningkatan resiko ditemukan pada wanita yang mengonsumsi alcohol bahkan dengan hanya sekali minum dalam sehari. Resikonya dua kali lipat diantara yang minum alcohol tiga kali sehari.



I.     TANDA DAN GEJALA
Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting, pembengkakan lokal. Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium ini belum ada penyebaran sel-sel kanker di luar payudara.

J.    MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting, pembengkakan lokal.
Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium ini belum ada penyebaran sel-sel kanker di luar payudara. Kanker payudara dapat terjadi dibagian mana saja dalam payudara. Tetapi mayoritas terjasi pada kudran atas terluar dimana sebagian besar jaringan payudara terdapat . kanker payudara umum terjadi pada payudara sebelah kiri. Umumnya, lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi, dank eras dengan betasan  yang tidak teratur. Keluhan nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang terjadi saat menstruasi biasanya berhubungan dengan kanker payudara pad akasus yang lebih lanjut.
Dengan meningkatnya penggunaan mammografi, lebih banyak wanita yang mencari bantuan medis pada [enyakit tahap awal. Wanita-wanita ini bisa saja tidak mempunyai gejala awal dan tidak mempunyai benjolan yang dapat diraba, tetepi lesi abnormal padat terdeteksi pada pada pemeriksaan memmografi.

K. TERAPI
ü  FARMAKOLOGI
Pengobatan lokal kanker payudara. Tujuan utama terapi lokal adalah menyingkirkan adanya kanker lokal. Prosedur yang paling penting digunakan untuk penatalaksanaan kanker payudara lokal adalah masektomi dengan atau tanpa rekonstruksi dan bedah penyelamatan payudara yang kombnasi dengan terapi radiasi.
 a). Masektomi radikal yang dimodifikasi. Pengangkatan keseluruhan jaringan payudara dan nodus limfe aksilaris. Otot pektoralis mayor dan minus tetap utuh.
b). Bedah denagn menyelamatkan payudara: lumpektomi ; masekktomi segmental ; atau kuadrantokmi, reseksi kuadran payudara yang sakit, pengangkatan nodus aksilaris untuk mengangkat tumor, diikuti dengan perjalanan terapi radiasi untuk mengangkat penyakit mikroskopik, residual.

Mastektomi
Sebelum pembedahan, dokter menyusun rencana tentang insisi yang akan dibuat sehingga pengangkatan tumor dan nodus yang terkena maksimal. Pada saaat yang bersamaan, upaya yang dilakukan untuk menghindari terbentuknya jaringan parut yanga akan tampak dan restriktif sasaran pengobatan adalah mempertahankan atau memulihkan fungsi normal tangan, lengan,soket bahu pada tempat yang sakit setelah pembedahan.
Setelah tumor diangkat, titik perdarahan diligasi dan kulit ditutup diatas dinding dada. Tandur kulit dilakukan jika flap kulit terlalu kacil untuk menutup luka. Balutan yang tak melekat mungkin dipasang dan menutupi dengan balutan tekanan. Dua buah drainase dipasang pada aksila dan di bawah flap kulit superior dan alat pengisap portable digunakan untuk keperluan drainase. Bantulan ditahan ditempatnya dengan menggunakan bahan elastic yang lebar.

Terapi radiasi
Dengan pembedahan yang menyelamatkan payudara, perjalanan terapi menyinaran radiasi bisanya dilakukan setelah insisi masa tumor untuk menguragi kecendrungan kambuh dan untuk menyingkirkan kanker residual. Sekarang ini radiasi pasca operasi jarang dilakukan. Namun, demikian pada masa lalu impian iridium intertisial, yange membutuhkan dua hari perawatan dirumah sakit, digunakan sebagai radiasi tambaha  pada tempat tumor. Sekarang ini pengobatan penyinaran electron eksternal telah menggantikan implantasi iridium secara luas. Radiasi penyinaran eksternal dengan foton yang diberiakn melaluiakselator linier, diberikan setiap hari selama lebih dari 45 minngu pada seluruh region payudara.

Pembedahan
§  Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena).
§  Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar limfe dilateral otocpectoralis minor.
§  Mastektomi radikal yang dimodifikasi.Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksial.
§  Mastektomi radikal.Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya : seluruh isi aksial.
§  Mastektomi radikal yang diperluas.Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria interna.

   Non pembedahan
§  Penyinaran
 Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut;     pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe aksila.
§  Kemoterapi
Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut.
§  Terapi hormon dan endokrin.
Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, antiestrogen, coferektomi adrenalektomi hipofisektomi.

ü  NON FARMAKOLOGI
v  Pola hidup sehat.
v  Olahraga.
v  Konsumsi makanan yang bergizi

L.  PENCEGAHAN
Pada prinsipnya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir setiap epidemiologi sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:
a.       Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
b.      Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:
  • Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk assessement    survey.
  • Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan  mammografi setiap tahun.
  • Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun.
Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%.
c.       Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan aiternatif.
M.   KESIMPULAN
Ca Mamae adalah sel karsinoma yang tumbuh di daerah payudara. Ca Mamae ini bisa disebabkan karena faktor internal maupun eksternal. Tanda dan gejala yang biasa muncul pada pasien Ca Mamae adanya benjolan/massa di payudara, terasa nyeri dan terjadi pembesaran yang abnormal.

L. SARAN
Kita harus selau waspada dan secara rutin memeriksa payudara agar apabila terdapat kelainan, bisa langsung diobati sebelum mengalami tahap yang paling tinggi dan sebelum kanker payudara itu bermetastasis lebih jauh.









DAFTAR PUSTAKA
  1. Ama, Faisol, 1990. Masalah Kanker Payudara dan pemecahannya. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun XIX. Nomor 1 Maret. Jakarta.
  2. Ambarsari, Endang, 1998. Faktor-faktor Risiko Kanker Payudara di RSU Persahabatan, Jakarta pada Juni sampai September 1997. Skripsi. FKM UI. Depok.
  3. Goodwin, Tames S, et all, 1998. Geographic Variations in Breast Cancer Mortality: Do Higher Rates Imply Elevated Incidence or Poorer Survival. American Journal of Public Health. March 1998.
  4. Grodstein, Francine, et al, 1997. Post Menopausal Hormone Therapy and Mortality. The New England Journal of Medicine VoI 336 No 25. England.
  5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
  6. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
  7. Kvale, Gunnar, et al, 1994. Parity in Relation to Mortality and Cancer Incidence: A Prospective Study of Norwegia Women. International Journal of Epidemiology Vol. 23 No.4. Great Britain.
  8. Manuaba, Tjakra Wibawa, 1996. Karsinoma Mamma: Evaluasi Penatalaksanaan Dalam Kurun Waktu Empat Tahun Sesuai dengan Protokol Peraboi. Majalah Ilmiah Universitas Udayana. Lembaga Penelitian Universitas Udayana. Denpasar.
  9. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000. Jakarta.
  10. Palupy, Rini Widyastuty, 2000 Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Praktik Pendeteksian Dini Kanker Payudara pada Karyawati Administrasi Universitas Indonesia tahun 1999, FKM UI.
  11. Perez, Carlos A, 1995. Present and Future of Radiation Therapy in Cancer Management and Quality of Life. Book of Procedings Jakarta International Cancer Conference'95. Jakarta.
  12. Pratt, William B, et al, 1994. The Anticancer Drugs. Oxford University Press. Oxford New York.
  13. Ramli, Muchlis, l995. Epidemiological Review of Breast Cancer in Indonesia. Book of Proceedings Jakarta International Cancer Conference'95. Jakarta.
  14. Smith, Jane and Leaper, David J, 1993, Breast Lumps Aguide to Diseases of Breast. Ieadway. Hodder and Stoughon.
  15. Srivastata, SK, 1992. Modern Concepts in Surgery. Tata McGraw-HiII Publishing Company Limited. New Delhi.
  16. Tjahjadi, Gunawan, 1995, Patologyi Tumor Ganas Payudara, Kursus Singkat Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker. 6-8 November. FKUI-POI. Jakarta
  17. Tjahjadi ,Gunawan,dkk, 1986 Patologyi Tumor Ganas Payudara. Bagian Patologi Anatomi. FKUI. Jakarta.
  18. Tjindarbumi, 1982 Penemuan Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya dalam: Diagnosis Dini Keganasan sertaPenanggulangannya. FKUI. Jakarta.
  19. Tjindarbumi, l982 Penanganan kanker Dini dan Lanjut. Bagian Patologi Anatomik. FKUI. Jakarta.
  20. Tjindarbumi, 1995. Diagnosis dan Pencegahan Kanker Payudara, Kursus Singkat Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker. 6-8 November. FKC.II-POI. Jakarta.
  21. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
  22. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House PVT LTD.
  23. Vorherr, Helmuth, 1980. Breast Cancer, Epidemiology, Endocrinology, Biochemistry, and Pathobiology. Urban & Scharzenberger. Baltimore Munich.
  24. Zahl, Per-Henrik and Tretli, Steiner l997, Long term Survival of Breast Cancer in Norway by Age and Clinical Stage. Statistics in Medicine Vol. 16. Oslo. Norway.





MAKALAH INFEKSI TUMOR
DUCTUS CARSINOMA

Description: Univ


Disusun oleh :
1.     DYAH PRAWESTHI H        ( 14082470 A )
2.     PARAMA VICKY A             ( 14082546 A )
3.     ALFITRIANIH                                ( 14103087 A )
4.     DINA MARYATI                  ( 14103093 A )

FKK 1 KELOMPOK 1


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar