Senin, 21 September 2015

KADAR TEMBAGA (Cu2+)



BAB I
PENDAHULUAN

Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin: Cuprum). Logam ini merupakan penghantar listrik dan panas yang baik. Penggunaan tembaga dapat dilacak sampai 10,000 tahun yang lalu. Sebelum tembaga, diperkirakan hanya besi dan emas, logam yang terlebih dahulu digunakan manusia.
Menurut data tahun 2005, Chili merupakan penghasil tembaga terbesar di dunia, disusul oleh AS dan Indonesia. Tembaga dapat ditambang dengan metode tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Kandungan tembaga dinyatakan dalam % (persen). Jadi jika satu tambang  berkadar 2,3%, berarti dari 100 kg bijih akan dihasilkan 2,3 kg tembaga.
Selain sebagai penghasil no.1, tambang tembaga terbesar juga dipunyai Chili. Tambang itu terdapat di Chuquicamata, terletak sekitar 1.240 km sebelah utara ibukota Santiago. Sedang tambang tembaga terbesar di Indonesia adalah yang diusahakan PT Freeport Indonesia di area Grasberg, Papua. Freeport juga mengoperasikan beberapa tambang bawah tanah besar, meski dengan kemampuan produksi yang masih berada di bawah Grasberg.
Saat ini Grasberg ditambang dengan metode tambang terbuka. Namun karena bukaan yang semakin dalam, sekitar tahun 2015, cara penambangan akan diubah menjadi tambang bawah tanah. Jika semua terwujud, tambang bawah tanah Grasberg akan menjadi salah satu yang terbesar.
Tembaga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dari komponen listrik, koin, alat rumah tangga, hingga komponen biomedik. Tembaga juga dapat dipadu dengan logam lain hingga terbentuk logam paduan seperti perunggu atau monel.
Namun mesti pula berhati-hati akan sifat racun logam ini. Ini dapat terjadi ketika tembaga menumpuk dalam tubuh akibat penggunaan alat masak tembaga. Unsur Cu yang berlebih dapat merusak hati dan memacu sirosis. Toksisitas logam Cu pada manusia, khususnya anak-anak, biasanya terjadi karena CuSO4. Beberapa gejala keracunan Cu adalah sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah, rasa manis dan bau logam pada mulut,sakit perut, mual, muntah, diare, kejang-kejang dan koma dan beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian (Darmono, 1995).
Penyakit Wilson adalah penyakit genetik yang mana tubuh tak mampu mencegah masuknya zat tembaga dalam jumlah lebih. Zat tembaga dibutuhkan tubuh untuk tetap sehat, tetapi jika kadar terlalu banyak justru menjadi racun dalam tubuh. Pada penyakit ini, zat tembaga mengumpul di hati, otak, mata, dan organ lain. Tembaga terkumpul dalam jaringan dan menyebabakan kerusakan jaringan yang luas. Penyakit ini terjadi pada 1 diantara 30.000 orang.
Akan tetapi, selain menyebabkan masalah jika kelebihan tembaga , kekurangan tembaga dalam tubuh juga cukup berbahaya. Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat, paling sering terjadi pada bayi-bayi prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang berat. Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam waktu lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Sindroma Menkes adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kekurangan tembaga.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Tembaga
Tembaga adalah logam kemerahan, dengan kekonduksian elektrik dan kekonduksian haba yang tinggi (antara semua logam-logam tulen dalam suhu bilik, hanya perak mempunyai kekonduksian elektrik yang lebih tinggi daripadanya). Apabila dioksidakan, tembaga adalah bes lemah. Tembaga memiliki ciri warnanya itu oleh sebab struktur jalurnya, yaitu memantulkan cahaya merah dan jingga dan menyerap frekuensi-frekuensi lain dalam spektrum tampak. Bandingkan ciri-ciri optik ini dengan ciri-ciri optik perak, emas dan aluminium.
Tembaga tidak larut dalam air (H2O) dan isopropanol, atau isopropil alcohol, berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi ke dalam dua jenis yaitu:
a.       Logam berat esensial
dimana keberadaanya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti antara lain, seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), mangaan (Mn) dan lain-lain.
b.      Logam berat tidak esensial atau beracun,
dimana keberadaan dalam tubuh organisme hidup hingga saat ini masih belum diketahui manfaatnya bahkan justru dapat bersifat racun, seperti misalnya; merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr) dan lain-lain. Logam berat esensial biasanya tebentuk sebagai bagian integral dari sekurang-kurangnya dengan satu jenis enzim.
Walupun logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Pada prinsipnya ilmu toksikologi merupakan perwujudan dugaan terjadinya suatu perubahan yang disebabkan oleh masuknya senyawa racun ke dalam lingkungan.
Tembaga di alam tidak begitu melimpah dan ditemukan dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk senyawaan. Bijih tembaga yang terpenting yaitu pirit atau chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite (Cu2O), malaconite (CuO) dan malachite (Cu2(OH)2CO3) sedangkan dalam unsur bebas ditemukan di Northern Michigan Amerika Serikat.
Dalam jumlah kecil tembaga ditemukan pada beberapa jenis tanaman, bulu-bulu burung terutama yang berbulu terang dan dalam darah binatang-binatang laut seperti udang dan kerang.
Tembaga kadang-kadang ditemukan secara alami, seperti yang ditemukan dalam mineral-mineral seperti cuprite, malachite, azurite, chalcopyrite, dan bornite. Deposit bijih tembaga yang banyak ditemukan di AS, Chile, Zambia, Zaire, Peru, dan Kanada. Bijih-bijih tembaga yang penting adalah sulfida, oxida-oxidanya, dan karbonat. Dari mereka, tembaga diambil dengan cara smelting, leaching, dan elektrolisis
Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0.01 ppm, akan mengakibatkan kematian bagi fitoplankton. Hal ini disebabkan daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton.
Menurut Akbar Tahir, tembaga merupakan logam fungsional yang menyusun hampir seluruh jenis sel biota laut. Pada gurita octopus vulgaris konsentrasi Cu dalam hatinya ditemukan hanya 4.800 berat kering per gram, sedangkan pada hepatopankreas lobster Humorus gammarus konsetrasinya dapat setinggi 2.000 berat kering per gram (UNHAS, 8 Maret 2011).

B.     Sifat Tembaga
  1. Sifat Fisika
a.       Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning kemerahan seperti emas kuning seperti pada gambar dan keras bila tidak murni.
b.      Mudah ditempa (liat) dan bersifat mulur sehingga mudah dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat.
c.       Konduktor panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak.
d.      Titik leleh : 1.0830C, titik didih : 2.3010C
e.       Berat jenis tembaga sekitar 8,92 gr/cm3
  1. Sifat Kimia
a.       Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh suatu lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa, Cu(OH)2CO3.
b.       Pada kondisi yang istimewa yakni pada suhu sekitar 300 °C tembaga dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CuO yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar 1000 ºC, akan terbentuk tembaga(I) oksida (Cu2O) yang berwarna merah.
c.       Tembaga tidak diserang oleh air atau uap air dan asam-asam nooksidator encer seperti HCl encer dan H2SO4 encer. Tetapi asam klorida pekat dan mendidih menyerang logam tembaga dan membebaskan gas hidrogen. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ion kompleks CuCl2¯(aq) yang mendorong reaksi kesetimbangan bergeser ke arah produk.
2Cu (s) + 2H+ (aq) à a Cu+ (aq) + H2
2Cu+ (aq) + 4Cl- (aq) à 2 CuCl2- (aq)
d.      Asam nitrat encer dan pekat dapat menyerang tembaga.
Cu (s) + HNO3 (encer) à 3Cu(NO3)2 (aq) + 4H2O (l) + 2NO (g)
Cu (s) +4HNO3 (pekat) à Cu(NO3)2 (aq) + 2H2O (l) + 2NO2 (g)
e.       Tembaga tidak bereaksi dengan alkali, tetapi larut dalam amonia oleh adanya udara membentuk larutan yang berwarna biru dari kompleks Cu(NH3)4+.
f.       Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen. Bereaksi dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan tembaga(II) sulfida dan untuk reaksi dengan halogen membentuk tembaga(I) klorida, khusus klor yang menghasilkan tembaga(II) klorida.
g.      Pada umumnya lapisan Tembaga adalah lapisan dasar yang harus dilapisi lagi dengan Nikel atau Khrom. Pada prinsipnya ini merupakan proses pengendapan logam secara elektrokimia,digunakan listrik arus searah (DC). Jenis elektrolit yang digunakan adalah tipe alkali dan tipe asam.
  1. Daya Kerja
Sebagai logam berat, Cu (tembaga) berbeda dengan logam-logam berat lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat di pentingkan atau logam berat esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat diperlukan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Hampir setiap orang mengonsumsi  2-3 gram tembaga, tetapi hanya setengahnya yang diabsorpsi untuk proses metabolisme. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai teloransi organisme terkait. Rata-rata orang dewasa mempunyai total Cu 150 mg dalam tubuhnya, sebagian dari Cu tersebut sekitar 10-20 mg terdapat dalam hati dan sisanya didistribusikan dalam jaringan.
Tembaga sangat berperan dalam proses produksi energi dalam sel, dia juga terlibat dalam proses transmisi saraf, jaringan ikat, sistem kardiovaskuler dan sistem kekebalan. Logam ini juga erat hubungannya dengan metabolism estrogen, dan diperlukan proses kesuburan pada wanita dan berperan penting untuk pemeliharaan kehamilan. Cu juga berperan dalam stimulasi neurotransmitter epinephrine, neropinephrine dan dopamine. Di samping itu berperan dalam aktivitas kerja enzim monoamine oksidase, enzim yang berperan dalam produksi serotonin.
Bentuk tembaga yang paling beracun berupa debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5mg/kg. Pada manusia, efek keracunan utama ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap logam Cu. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada jalur pernafasan sebelah atas, juga kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.
Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut.
a.       Keracunan Akut
Gejala-gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut diantaranya:
1)      Adanya rasa logam pada pernafasan penderita
2)      Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara berulang-ulang.
b.      Keracunan Kronis
Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan memperlihatkan warna kehijauan. Hal itu dapat menjadi petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia.
  1. Efek
a.      Bahaya Tembaga
Logam ini, apabila dalam keadaan serbuk menimbulkan bahaya api. Pada kepekatan lebih daripada 1 mg/L, tembaga masih diperbolehkan mencemari pakaian dan benda-benda yang dicuci dalam air.


b.      Kekurangan Tembaga
Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat. Paling sering terjadi pada bayi-bayi prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang berat. Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam waktu lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Sindroma Menkes adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kekurangan tembaga.
Gejalanya berupa:
-          rambut yang sangat kusut
-          keterbelakangan mental
-          kadar tembaga yang rendah dalam darah
-          kegagalan sintesa enzim yang memerlukan tembaga.
Kekurangan tembaga mengakibatkan kelelahan dan kadar tembaga yang rendah dalam darah. Sering terjadi:
-          Penurunan jumlah sel darah merah (anemia)
-          Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia)
-          Penurunan jumlah sel darah putih yang disebut neutrofil (neutropenia)
-          Penurunan jumlah kalsium dalam tulang (osteoporosis).
Juga terjadi perdarahan berupa titik kecil di kulit dan aneurisma arterial.
c.       Kelebihan Tembaga
Tembaga yang tidak berikatan dengan protein merupakan zat racun. Mengkonsumsi sejumlah kecil tembaga yang tidak berikatan dengan protein dapat menyebabkan mual dan muntah. Makanan atau minuman yang diasamkan, yang bersentuhan dengan pembuluh, selang atau katup tembaga dalam waktu yang lama, dapat tercemar oleh sejumlah kecil tembaga. Jika sejumlah besar garam tembaga, yang tidak terikat dengan protein, secara tidak sengaja tertelan atau jika pembebatan larutan garam tembaga digunakan untuk mengobati daerah kulit yang terbakar luas, sejumlah tembaga bisa terserap dan merusak ginjal, menghambat pembentukan air kemih dan menyebabkan anemia karena pecahnya sel-sel darah merah (hemolisis).
Penyakit Wilson adalah penyakit keturunan dimana sejumlah tembaga terkumpul dalam jaringan dan menyebabakan kerusakan jaringan yang luas. Penyakit ini terjadi pada 1 diantara 30.000 orang. Hati tidak dapat mengeluarkan tembaga ke dalam darah atau ke dalam empedu. Sebagai akibatnya, kadar tembaga dalam darah rendah, tetapi tembaga terkumpul dalam otak, mata dan hati, menyebabkan sirosis. Pengumpulan tembaga dalam kornea mata menyebabkan terjadinya cincin emas atau emas-kehijauan.
d.      Gejala
1.      Muntah biasanya antara 5 sampai dengan 10 menit.
2.      Sakit pada mulut, tenggorokan,dan perut.
3.      Diare dengan kolik perut (perut sakit).
4.      Rasa manis dan logam pada mulut.
5.      Sakit kepala(berat),keringat dingin, nadi lemah, dan tanda-tanda shock lainnya.
6.      Kematian biasanya disebabkan kejang-kejang, paralysis (kelumpuhan) atau koma.
7.      Kerusakan otak dengan gejala awal :
- tremor (gemetaran)
- sakit kepala
- sulit berbicara
- hilangnya koordinasi
- psikosa.
e.       Terapi
1.      Kosongkan lambung dengan pembilasan menggunakan atau 1% larutan potassium ferrocyanide.
2.      Berikan putih telur dan pencahar lainnya.
3.      Perhatikan keseimbangan elektrolit dan air dalam tubuh,bila perlu berikan infus.
4.      Untuk mengurani rasa sakit berikan meperidin (demerol) atau morfin.
5.      Bila ada gejala-gejala saraf sentral terutama kolap sirkulasi (kolap yang terjadi berulang-ulang) atau gangguan otak,berikan suntikan B.A.L intramuskular (suntikan ke dalam otot)sesuai dengan petunjuk menurut schedul pemberian B.A.L.
6.      Pengobatan difokuskan pada gangguan toksisitas Cu, yaitu dengan pemberian obat khelator penisilamin. Penisilamin juga baik untuk beberapa penyakit seperti Wilson’s diseases dan beberapa penyakit lain termasuk radang sendi “rematoid artritis”.



















BAB III
METODE

A.    Analisa Kadar Tembaga
1.      Metode
Colorimetri / Turbidimetri
2.      Prinsip
Perbandingan intensitas warna dari senyawa komplek (Cu(NH3)4)2+ dalam contoh air dengan intensitas warna larutan standard
3.      Reaksi
Cu2+ + 4 NH4OH → (Cu(NH3)4)2+ + 2H2O
4.      Pereaksi
a.       Standard Cu
b.      NH4OH 2 N
5.      Prosedur
a.       Pipet sampel air (5 ml, 10 ml, 25 ml) dimasukkan dalam tabung Nessler
b.      Tambahkan larutan NH4OH 2N tetes demi tetes sampai berlebih dan sampai terbentuk warna bitu
c.       Tambahkan aquades sampai tanda garis 50 ml
d.      Tutup tabung Nessler dengan plastik dan homogenkan dengan jalan membolak-balikkan tabung beberapa kali
e.       Bandingkan intensitas warna yang terjadi dengan intensitas deret standar
6.      Prosedur pembuatan Deret Standard
a.       Masukkan aquades (sesuai dengan sampel) ke dalam tabung Nessler
b.      Tambahkan larutan standard Cu dari buret
c.       Tambahkan larutan NH4OH 2N (sesuai dengan sampel) sampai terbentuk warna biru
d.      Tambahkan aquades sampai tanda garis 50 ml
e.       Buatlah deret standard dari 0,50 ml; 1,00 ml; 1,50 ml dst.
f.       Bandingkan intensitas warna yang terjadi dengan intensitas warna sampel.
7.      Rumus perhitungan
Jumlah tembaga dalam sampel = jumlah tembaga dalam larutan standard
Kadar tembaga (ppm) = x ml standar x kesetaraan (mg/ml)

























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan penelitian yang dilakaukan didapatkan hasil sebagai berikut :
1.      Data Hasil Pengamatan
No
Bahan/Zat
Volume Sampel
Reaksi pembanding
Deret ke-
Volume Standard
1
Sampel air
5 ml
NH4OH 2N


2
Aquadet
5 ml
NH4OH 2N
1,1 ml
4,5 ml




2,2 ml





3,3 ml





4,4 ml


Konsentrasi standar Cu2+ adalah
= = 0,36 mg/ml
2.      Data Hasil Perhitungan
a.       Perhitungan Kadar Sampel Cu
=   x 4,5 x 0,36
= 200 x 4,5 x 0,36
= 324 ppm

B.     Pembahasan
Ketika dilakukan penentuan kadar Cu2+, yang harus dilakukan adalah meneliti dalam perbandingan warna yang terjadi. Lakukan titrasi berulangkali agar diperoleh hasil yang maksimal. Gunakan selalu plastik ketika melakukan homogenasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar sampel sehingga diperoleh kadar Cu2+ sebesar 324 ppm.
BAB V
KESIMPULAN

Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin: Cuprum). Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat di pentingkan atau logam berat esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat diperlukan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit.
Bentuk tembaga yang paling beracun berupa debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5mg/kg. Cu dapat mengakibatkan keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut.
Analisa kadar Cu pada sampel air dilakukan dengan analisa kuantitatif dan didapatkan hasil kadar Cu2+ dalam sampel air no 11 sesuadi dengan deret standard ke 4 yaitu 4,5 ml. Dalam perhitungan kadar sampel, diperoleh kadar Cu2+ sebesar 324 ppm.



                                                                 











DAFTAR PUSTAKA


Hidayati, N. 2012. Petunjuk dan Lembar Kerja Praktikkum Analisa Air Semester III. Laboratorium Kimia Amami. Universitas Setia Budi. Surakarta.

Darmono.Farmasi Forensik dan Toksikologi.Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia.2009

Repository.usu.ac.id/bitstream/

Syahronie.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar