BAB
I
PENDAHULUAN
Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin:
Cuprum). Logam ini merupakan penghantar listrik dan panas yang baik. Penggunaan
tembaga dapat dilacak sampai 10,000 tahun yang lalu. Sebelum tembaga,
diperkirakan hanya besi dan emas, logam yang terlebih dahulu digunakan manusia.
Menurut data tahun 2005, Chili merupakan penghasil tembaga
terbesar di dunia, disusul oleh AS dan Indonesia. Tembaga dapat ditambang
dengan metode tambang
terbuka
dan tambang bawah tanah. Kandungan tembaga dinyatakan dalam
% (persen). Jadi jika satu tambang berkadar 2,3%, berarti dari 100 kg
bijih akan dihasilkan 2,3 kg tembaga.
Selain sebagai penghasil no.1, tambang tembaga terbesar juga dipunyai Chili.
Tambang itu terdapat di Chuquicamata, terletak sekitar 1.240 km sebelah utara
ibukota Santiago. Sedang tambang tembaga terbesar di Indonesia adalah yang
diusahakan PT Freeport
Indonesia
di area Grasberg, Papua. Freeport juga mengoperasikan beberapa tambang bawah
tanah besar, meski dengan kemampuan produksi yang masih berada di bawah
Grasberg.
Saat ini Grasberg ditambang dengan metode tambang terbuka.
Namun karena bukaan yang semakin dalam, sekitar tahun 2015, cara penambangan akan diubah menjadi tambang bawah
tanah. Jika semua terwujud, tambang bawah tanah Grasberg akan menjadi salah
satu yang terbesar.
Tembaga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dari komponen
listrik, koin, alat rumah tangga, hingga komponen biomedik. Tembaga juga dapat
dipadu dengan logam lain hingga terbentuk logam paduan seperti perunggu atau
monel.
Namun mesti pula berhati-hati akan sifat racun logam ini.
Ini dapat terjadi ketika tembaga menumpuk dalam tubuh akibat penggunaan alat
masak tembaga. Unsur Cu yang berlebih dapat merusak hati dan memacu sirosis. Toksisitas
logam Cu pada manusia, khususnya anak-anak, biasanya terjadi karena CuSO4.
Beberapa gejala keracunan Cu adalah sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah,
rasa manis dan bau logam pada mulut,sakit perut, mual, muntah, diare,
kejang-kejang dan koma dan beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal
ginjal dan kematian
(Darmono, 1995).
Penyakit Wilson adalah penyakit genetik yang mana tubuh tak
mampu mencegah masuknya zat tembaga dalam jumlah lebih. Zat tembaga dibutuhkan
tubuh untuk tetap sehat, tetapi jika kadar terlalu banyak justru menjadi racun
dalam tubuh. Pada penyakit ini, zat tembaga mengumpul di hati, otak, mata, dan
organ lain. Tembaga terkumpul dalam jaringan dan menyebabakan kerusakan
jaringan yang luas. Penyakit ini terjadi pada 1 diantara 30.000 orang.
Akan tetapi, selain menyebabkan masalah jika kelebihan
tembaga , kekurangan tembaga dalam tubuh juga cukup berbahaya. Kekurangan
tembaga jarang terjadi pada orang sehat, paling sering terjadi pada bayi-bayi
prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang
berat. Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam
waktu lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Sindroma Menkes
adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kekurangan tembaga.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Tembaga
Tembaga adalah logam
kemerahan, dengan kekonduksian
elektrik dan kekonduksian haba yang tinggi (antara semua logam-logam
tulen dalam suhu bilik, hanya perak
mempunyai kekonduksian elektrik yang lebih tinggi daripadanya). Apabila dioksidakan,
tembaga adalah bes
lemah. Tembaga memiliki ciri warnanya itu oleh sebab struktur jalurnya, yaitu
memantulkan cahaya merah dan jingga dan menyerap frekuensi-frekuensi lain dalam
spektrum tampak. Bandingkan ciri-ciri optik ini dengan ciri-ciri optik perak, emas dan aluminium.
Tembaga tidak larut dalam air (H2O)
dan isopropanol,
atau isopropil alcohol, berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi
ke dalam dua jenis yaitu:
a. Logam berat esensial
dimana
keberadaanya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh setiap organisme
hidup, seperti antara lain, seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co),
mangaan (Mn) dan lain-lain.
b. Logam berat tidak esensial atau
beracun,
dimana keberadaan dalam tubuh organisme hidup hingga saat ini masih
belum diketahui manfaatnya bahkan justru dapat bersifat racun, seperti
misalnya; merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr) dan lain-lain.
Logam berat esensial biasanya tebentuk sebagai bagian integral dari
sekurang-kurangnya dengan satu jenis enzim.
Walupun logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Pada prinsipnya ilmu toksikologi merupakan perwujudan dugaan terjadinya suatu perubahan yang disebabkan oleh masuknya senyawa racun ke dalam lingkungan.
Walupun logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Pada prinsipnya ilmu toksikologi merupakan perwujudan dugaan terjadinya suatu perubahan yang disebabkan oleh masuknya senyawa racun ke dalam lingkungan.
Tembaga di alam tidak begitu melimpah dan ditemukan dalam bentuk
bebas maupun dalam bentuk senyawaan. Bijih tembaga yang terpenting yaitu pirit
atau chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite (Cu2O),
malaconite (CuO) dan malachite (Cu2(OH)2CO3) sedangkan dalam unsur bebas
ditemukan di Northern Michigan Amerika Serikat.
Dalam jumlah kecil tembaga ditemukan pada beberapa jenis tanaman,
bulu-bulu burung terutama yang berbulu terang dan dalam darah binatang-binatang
laut seperti udang dan kerang.
Tembaga kadang-kadang ditemukan secara alami, seperti yang ditemukan
dalam mineral-mineral seperti cuprite, malachite, azurite, chalcopyrite, dan bornite.
Deposit bijih tembaga yang banyak ditemukan di AS, Chile, Zambia, Zaire, Peru,
dan Kanada. Bijih-bijih tembaga yang penting adalah sulfida, oxida-oxidanya,
dan karbonat. Dari mereka, tembaga diambil dengan cara smelting, leaching, dan
elektrolisis
Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan
perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0.01 ppm, akan
mengakibatkan kematian bagi fitoplankton. Hal ini disebabkan daya racun Cu
telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton.
Menurut Akbar Tahir, tembaga merupakan logam fungsional yang
menyusun hampir seluruh jenis sel biota laut. Pada gurita octopus vulgaris
konsentrasi Cu dalam hatinya ditemukan hanya 4.800 berat kering per gram,
sedangkan pada hepatopankreas lobster Humorus gammarus konsetrasinya dapat
setinggi 2.000 berat kering per gram (UNHAS, 8 Maret 2011).
B.
Sifat Tembaga
- Sifat Fisika
a.
Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning kemerahan
seperti emas kuning seperti pada gambar dan keras bila tidak murni.
b.
Mudah ditempa (liat) dan bersifat mulur sehingga mudah
dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat.
c.
Konduktor panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak.
d.
Titik leleh : 1.0830C,
titik didih : 2.3010C
e.
Berat jenis tembaga
sekitar 8,92 gr/cm3
- Sifat Kimia
a.
Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga
tahan terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh suatu
lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa, Cu(OH)2CO3.
b.
Pada kondisi yang
istimewa yakni pada suhu sekitar 300 °C tembaga dapat bereaksi dengan oksigen
membentuk CuO yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi,
sekitar 1000 ºC, akan terbentuk tembaga(I) oksida (Cu2O) yang
berwarna merah.
c.
Tembaga tidak diserang oleh air atau uap air dan asam-asam
nooksidator encer seperti HCl encer dan H2SO4 encer.
Tetapi asam klorida pekat dan mendidih menyerang logam tembaga dan membebaskan
gas hidrogen. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ion kompleks CuCl2¯(aq)
yang mendorong reaksi kesetimbangan bergeser ke arah produk.
2Cu
(s) + 2H+ (aq) Ã a Cu+ (aq) + H2
2Cu+
(aq) + 4Cl- (aq) Ã 2 CuCl2- (aq)
d.
Asam nitrat encer dan pekat dapat menyerang tembaga.
Cu
(s) + HNO3 (encer) Ã 3Cu(NO3)2
(aq) + 4H2O (l) + 2NO (g)
Cu
(s) +4HNO3 (pekat) Ã Cu(NO3)2 (aq)
+ 2H2O (l) + 2NO2 (g)
e.
Tembaga tidak bereaksi dengan alkali, tetapi larut dalam
amonia oleh adanya udara membentuk larutan yang berwarna biru dari kompleks
Cu(NH3)4+.
f.
Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan
halogen. Bereaksi dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan tembaga(II)
sulfida dan untuk reaksi dengan halogen membentuk tembaga(I) klorida, khusus
klor yang menghasilkan tembaga(II) klorida.
g.
Pada umumnya lapisan
Tembaga adalah lapisan dasar yang harus dilapisi lagi dengan Nikel atau Khrom.
Pada prinsipnya ini merupakan proses pengendapan logam secara
elektrokimia,digunakan listrik arus searah (DC). Jenis elektrolit yang
digunakan adalah tipe alkali dan tipe asam.
- Daya Kerja
Sebagai logam berat, Cu (tembaga)
berbeda dengan logam-logam berat lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu
digolongkan ke dalam logam berat di pentingkan atau logam berat esensial,
artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat
diperlukan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Hampir setiap orang
mengonsumsi 2-3 gram tembaga, tetapi
hanya setengahnya yang diabsorpsi untuk proses metabolisme. Toksisitas yang
dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam
ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai
teloransi organisme terkait. Rata-rata orang dewasa mempunyai total Cu 150 mg
dalam tubuhnya, sebagian dari Cu tersebut sekitar 10-20 mg terdapat dalam hati
dan sisanya didistribusikan dalam jaringan.
Tembaga sangat berperan dalam proses
produksi energi dalam sel, dia juga terlibat dalam proses transmisi saraf,
jaringan ikat, sistem kardiovaskuler dan sistem kekebalan. Logam ini juga erat
hubungannya dengan metabolism estrogen, dan diperlukan proses kesuburan pada
wanita dan berperan penting untuk pemeliharaan kehamilan. Cu juga berperan
dalam stimulasi neurotransmitter epinephrine, neropinephrine dan dopamine. Di
samping itu berperan dalam aktivitas kerja enzim monoamine oksidase, enzim yang
berperan dalam produksi serotonin.
Bentuk tembaga yang paling beracun
berupa debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5mg/kg. Pada
manusia, efek keracunan utama ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap
logam Cu. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada jalur pernafasan
sebelah atas, juga kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan
dengan hidung. Kerusakan itu merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang
dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.
Sesuai dengan sifatnya sebagai logam
berat beracun, Cu dapat mengakibatkan keracunan akut dan kronis. Terjadinya
keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan
kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut.
a. Keracunan
Akut
Gejala-gejala
yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut diantaranya:
1)
Adanya rasa logam pada pernafasan penderita
2)
Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi
secara berulang-ulang.
b. Keracunan
Kronis
Pada manusia, keracunan Cu secara
kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan kinsky. Gejala dari
penyakit Wilson ini terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan
demyelinasi, serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam
kornea mata. Penyakit kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang
kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti
kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian
otot tubuhnya akan memperlihatkan warna kehijauan. Hal itu dapat menjadi
petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia.
- Efek
a.
Bahaya Tembaga
Logam
ini, apabila dalam keadaan serbuk menimbulkan bahaya api. Pada kepekatan lebih
daripada 1 mg/L, tembaga masih diperbolehkan mencemari pakaian dan benda-benda
yang dicuci dalam air.
b.
Kekurangan Tembaga
Kekurangan
tembaga jarang terjadi pada orang sehat. Paling sering terjadi pada bayi-bayi
prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang
berat. Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam
waktu lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Sindroma Menkes
adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kekurangan tembaga.
Gejalanya
berupa:
-
rambut yang sangat
kusut
-
keterbelakangan mental
-
kadar tembaga yang
rendah dalam darah
-
kegagalan sintesa enzim
yang memerlukan tembaga.
Kekurangan
tembaga mengakibatkan kelelahan dan kadar tembaga yang rendah dalam darah. Sering
terjadi:
-
Penurunan jumlah sel
darah merah (anemia)
-
Penurunan jumlah sel
darah putih (leukopenia)
-
Penurunan jumlah sel
darah putih yang disebut neutrofil (neutropenia)
-
Penurunan jumlah
kalsium dalam tulang (osteoporosis).
Juga
terjadi perdarahan berupa titik kecil di kulit dan aneurisma arterial.
c.
Kelebihan Tembaga
Tembaga
yang tidak berikatan dengan protein merupakan zat racun. Mengkonsumsi sejumlah
kecil tembaga yang tidak berikatan dengan protein dapat menyebabkan mual dan
muntah. Makanan atau minuman yang diasamkan, yang bersentuhan dengan pembuluh,
selang atau katup tembaga dalam waktu yang lama, dapat tercemar oleh sejumlah
kecil tembaga. Jika sejumlah besar garam tembaga, yang tidak terikat dengan
protein, secara tidak sengaja tertelan atau jika pembebatan larutan garam
tembaga digunakan untuk mengobati daerah kulit yang terbakar luas, sejumlah
tembaga bisa terserap dan merusak ginjal, menghambat pembentukan air kemih dan
menyebabkan anemia karena pecahnya sel-sel darah merah (hemolisis).
Penyakit
Wilson adalah penyakit keturunan dimana sejumlah tembaga terkumpul dalam
jaringan dan menyebabakan kerusakan jaringan yang luas. Penyakit ini terjadi
pada 1 diantara 30.000 orang. Hati tidak dapat mengeluarkan tembaga ke dalam
darah atau ke dalam empedu. Sebagai akibatnya, kadar tembaga dalam darah
rendah, tetapi tembaga terkumpul dalam otak, mata dan hati, menyebabkan
sirosis. Pengumpulan tembaga dalam kornea mata menyebabkan terjadinya cincin
emas atau emas-kehijauan.
d.
Gejala
1.
Muntah
biasanya antara 5 sampai dengan 10 menit.
2.
Sakit
pada mulut, tenggorokan,dan perut.
3.
Diare
dengan kolik perut (perut sakit).
4.
Rasa
manis dan logam pada mulut.
5.
Sakit
kepala(berat),keringat dingin, nadi lemah, dan tanda-tanda shock lainnya.
6.
Kematian
biasanya disebabkan kejang-kejang, paralysis (kelumpuhan) atau koma.
7.
Kerusakan
otak dengan gejala awal :
- tremor (gemetaran)
- sakit kepala
- sulit berbicara
- hilangnya koordinasi
- psikosa.
e.
Terapi
1.
Kosongkan lambung dengan pembilasan menggunakan atau 1%
larutan potassium ferrocyanide.
2.
Berikan putih telur dan pencahar lainnya.
3.
Perhatikan keseimbangan elektrolit dan air dalam
tubuh,bila perlu berikan infus.
4.
Untuk mengurani rasa sakit berikan meperidin (demerol)
atau morfin.
5.
Bila ada gejala-gejala saraf sentral terutama kolap
sirkulasi (kolap yang terjadi berulang-ulang) atau gangguan otak,berikan
suntikan B.A.L intramuskular (suntikan ke dalam otot)sesuai dengan petunjuk
menurut schedul pemberian B.A.L.
6.
Pengobatan difokuskan
pada gangguan toksisitas Cu, yaitu dengan pemberian obat khelator penisilamin.
Penisilamin juga baik untuk beberapa penyakit seperti Wilson’s diseases dan
beberapa penyakit lain termasuk radang sendi “rematoid artritis”.
BAB III
METODE
A.
Analisa Kadar Tembaga
1. Metode
Colorimetri / Turbidimetri
2. Prinsip
Perbandingan intensitas warna dari senyawa komplek (Cu(NH3)4)2+
dalam contoh air dengan intensitas warna larutan standard
3. Reaksi
Cu2+ + 4 NH4OH → (Cu(NH3)4)2+
+ 2H2O
4. Pereaksi
a. Standard Cu
b. NH4OH 2 N
5. Prosedur
a. Pipet sampel air (5 ml, 10 ml, 25 ml) dimasukkan dalam
tabung Nessler
b. Tambahkan larutan NH4OH 2N tetes demi tetes
sampai berlebih dan sampai terbentuk warna bitu
c. Tambahkan aquades sampai tanda garis 50 ml
d. Tutup tabung Nessler dengan plastik dan homogenkan dengan
jalan membolak-balikkan tabung beberapa kali
e. Bandingkan intensitas warna yang terjadi dengan
intensitas deret standar
6. Prosedur pembuatan Deret Standard
a. Masukkan aquades (sesuai dengan sampel) ke dalam tabung
Nessler
b. Tambahkan larutan standard Cu dari buret
c. Tambahkan larutan NH4OH 2N (sesuai dengan
sampel) sampai terbentuk warna biru
d. Tambahkan aquades sampai tanda garis 50 ml
e. Buatlah deret standard dari 0,50 ml; 1,00 ml; 1,50 ml
dst.
f. Bandingkan intensitas warna yang terjadi dengan
intensitas warna sampel.
7. Rumus perhitungan
Jumlah tembaga dalam sampel = jumlah tembaga dalam
larutan standard
Kadar tembaga (ppm) = x ml standar x kesetaraan (mg/ml)
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pemeriksaan
Berdasarkan penelitian yang
dilakaukan didapatkan hasil sebagai berikut :
1.
Data Hasil
Pengamatan
No
|
Bahan/Zat
|
Volume Sampel
|
Reaksi pembanding
|
Deret ke-
|
Volume Standard
|
1
|
Sampel air
|
5 ml
|
NH4OH 2N
|
|
|
2
|
Aquadet
|
5 ml
|
NH4OH 2N
|
1,1 ml
|
4,5 ml
|
|
|
|
|
2,2 ml
|
|
|
|
|
|
3,3 ml
|
|
|
|
|
|
4,4 ml
|
|
Konsentrasi standar Cu2+
adalah
= = 0,36 mg/ml
2.
Data Hasil
Perhitungan
a.
Perhitungan Kadar
Sampel Cu
= x 4,5 x 0,36
= 200 x 4,5 x 0,36
= 324 ppm
B.
Pembahasan
Ketika dilakukan penentuan kadar
Cu2+, yang harus dilakukan adalah meneliti dalam perbandingan warna
yang terjadi. Lakukan titrasi berulangkali agar diperoleh hasil yang maksimal.
Gunakan selalu plastik ketika melakukan homogenasi. Selanjutnya dilakukan
perhitungan kadar sampel sehingga diperoleh kadar Cu2+ sebesar 324
ppm.
BAB
V
KESIMPULAN
Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin:
Cuprum). Logam berat Cu digolongkan ke dalam
logam berat di pentingkan atau logam berat esensial, artinya meskipun Cu
merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat diperlukan tubuh meski
dalam jumlah yang sedikit.
Bentuk tembaga
yang paling beracun berupa debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada
dosis 3,5mg/kg. Cu dapat mengakibatkan keracunan akut dan kronis. Terjadinya
keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan
kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut.
Analisa kadar Cu
pada sampel air dilakukan dengan analisa kuantitatif dan didapatkan hasil kadar Cu2+ dalam sampel air
no 11 sesuadi dengan deret standard ke 4 yaitu 4,5 ml. Dalam perhitungan kadar
sampel, diperoleh kadar Cu2+ sebesar 324 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, N. 2012. Petunjuk
dan Lembar Kerja Praktikkum Analisa Air Semester III. Laboratorium Kimia
Amami. Universitas Setia Budi. Surakarta.
Darmono.Farmasi
Forensik dan Toksikologi.Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia.2009
Repository.usu.ac.id/bitstream/
Syahronie.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar