Medication error merupakan
masalah yang sering terjadi pada pasien rawat inap. Secara umum Medication
error didefinisikan sebagai peresepan, pemberian dan administrasi obat yang
salah, yang menyebabkan konsekuensi tertentu atau tidak. Sebuah studi medication
error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7% medication errors 10778
kasus berasal dari pemesanan obat. Studi lain menyebutkan bahwa lokasi
yangbpalin banyak terjadi kesalahan pada pediatric adalah NICU (Neonatal Intensive
Care Unit), unit pelayanan umum, unit pediatrik dan pasien rawat inap. Sebagian
besar kesalahan terkait dengan administrasi obat terutama penggunaan dosis obat
yang kurang tepat.
Medication error dapat
menyebabkan efek samping yang membahayakan yang potensial memicu resiko fatal
dari penyakit. Suatu sistem praktik pengobatan yang aman perlu dikembangkan dan
dipelihara untuk memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi sebaik
mungkin. Hal ini dikarenakan semakin bervariasinya obat-obatan dan meningkatnya
jumlah dan jenis obat yang ditulis per pasien saat ini. Tanggung jawab seorang
apoteker dan perawat dalam dispensing dan pemberian obat menjadi semakin berat
akibat ketersediaan obat tertentu yang lebih banyak untuk suatu penyakit, waktu
kadaluarsa obat yang semakin cepat, dan banyaknya jenis obat-obat baru yang
tertulis pada resep. Penggunaan obat yang semakin meningkat dapat meningkatkan
bahaya terjadinya kesalahan pengobatan.
Masalah ini semakin serius karena kesalahan
pengobatan merupakan pemicu terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga
perlu dicari upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya
kesalahan-kesalahan pengobatan tersebut. Kesalahan pengobatan dapat terjadi
pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan
resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai penggunaan obat oleh pasien,
kesalahan yang terjadi di salah satu komponen dapat secara berantai menimbulkan
kesalahan lain di komponen-komponen selanjutnya. Sebuah studi di Yogyakarta
(2010) terhadap sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep ,
ditemukan 226 resep medication error. Dari 226 medication errors,
99.12% merupakan kesalahan peresepan, 3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan
3.66% merupakan kesalahan penyerahan.
Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat
dari resep yang tidak lengkap. Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni
99.12%. kesalahan farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang
inadekuat. Penyerahan obat meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan
pemberian informasi yang tidak lengkap. Monitoring keamanan dan efikasi obat
secara adekuat dapat mencegah terjadinya efek samping. Di Rumah Sakit,
pemberian informasi dan kontrol administrasi obat merupakan tantangan yang
berat. Selain itu, pada pasien rawat jalan, kontrol penggunaan obat dan
keparahan efek samping juga belum dimonitor dengan baik. Interaksi obat dengan
obat, makanan, dan bahan kimia dapat mempengaruhi terapeutik pasien.
Misi apoteker adalah untuk membantu memastikan bahwa
pasien mendapatkan penggunaan obat yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori,
bekerja sama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang
berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Adanya
faktor risiko dan riwayat penggunaan obat sebelumnya yang mungkin dapat berinteraksi
perlu dipantau untuk meminimalkan risiko. Apoteker harus bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain untuk memastikan bahwa obat yang digunakan aman. Hal-hal
tersebut dilakukan agar dampak negatif dari medication error seperti pemborosan
dari segi ekonomi dan menurunnya mutu pelayanan pengobatan (meningkatnya efek
samping dan kegagalan pengobatan) dapat diminimalkan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Error
didefinisikan
sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan untuk diselesaikan
sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan pada
perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan). Suatu error mungkin
terjadi karena hasil dari kelalaian (The Institute of Medicine, 2004).
Sedangkan
kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan sebagai setiap kesalahan
(error) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam pngobatan. Kesalahan
pengobatan (medication error) didefinisikan secara luas sebagai
kesalahan dalam meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung
dengan di mana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak.
Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses
pengobatan yang menyebabkan atau berpotensi membahayaan pasien, kesalahan
pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan
proses, dan mungkin atau tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event
(William,2007).
Selain
itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan sebagai
semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat
mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah
kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Dimana definisi tersebut mirip dengan
definisi dari National Coordinating Council for Medication error Reporting and
Prevention (NCCMERP). NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai
“Suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak
sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol oleh
tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis
profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order
communication; product labeling; packaging; compounding;
dispensing; distribution; administration; education;
monitoring; dan penggunaan."
Pengertian
lain oleh Cohen, dkk., medication error adalah suatu kesalahan dalam
proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi
kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,1991).
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
B. Klasifikasi
1. Jenis
Kesalahan Obat
Kejadian
medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing,
fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh
pasien (Cohen,1991).
a. Prescribing
Errors
Medication
error pada fase prescribing adalah error yang
terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi:
Ø Kesalahan
resep
Seleksi
obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi
obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute,
konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat
yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang
tidak benar. Seleksi obat yang tidak benar misalnya seorang pasien dengan
infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
Ø Resep
atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada
pasien.
1) Kesalahan
karena yang tidak diotorisasi
Ø Pemberian
kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang sah
untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada
pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan
di luar pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat
diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan
yang ditetapkan sebelumnya.
2) Kesalahan
karena dosis tidak benar
Ø Pemberian
kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang
diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien,
yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.
3) Kesalahan
karena indikasi tidak diobati
Ø Kondisi
medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu obat untuk
indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak
menggunakan obat untuk masalah ini.
4) Kesalahan
karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Ø Pasien
menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan terapi
obat.
b. Transcription
Errors
Pada
fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas.
Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga
dapat terjadi pada fase ini.
Jenis
kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:
1) Kesalahan
karena pemantauan yang keliru
Ø Gagal
mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah, atau
gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon
pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis.
2) Kesalahan
karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
Ø Pasien
mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek samping.
Ø Reaksi
diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik, pasien
memerlukan perhatian pelayanan medis.
3) Kesalahan
karena interaksi obat
Ø Pasien
mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat, obat-makanan,
atau obat-prosedur laboratorium.
c. Administration
Error
Kesalahan
pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses penggunaan
obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.
Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan supositoria yang
seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya
seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan.
Jenis
kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu:
1. Kesalahan
karena lalai memberikan obat
Ø Gagal
memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum dosis
terjadwal berikutnya.
2. Kesalahan
karena waktu pemberian yang keliru
Ø Pemberian
obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari waktu pemberian
obat terjadwal.
3. Kesalahan
karena teknik pemberian yang keliru
Ø Prosedur
yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu obat.
Ø Kesalahan
rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis; melalui rute yang
benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri sebagai ganti mata kanan),
kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru.
4. Kesalahan
karena tidak patuh
Ø Perilaku
pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen obat yang
ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan terapi obat
antihipertensi.
5. Kesalahan
karena rute pemberian tidak benar
Ø Pemberian
suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, juga termasuk
dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang keliru
(misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).
6. Kesalahan
karena gagal menerima obat
Ø Kondisi
medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik,
psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak
menggunakan obat.
d. Dispensing
Error
Kesalahan
pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep
oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah
salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat
yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu,
salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam
pemberian informasi.
Jenis kesalahan obat
yang termasuk Dispensing errors yaitu :
1) Kesalahan
karena bentuk sediaan
Ø Pemberian
kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh
dokter penulis.
Ø Penggerusan
tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
2) Kesalahan
karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
Ø Sediaan
obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian. Misalnya,
pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar.
Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia
inkompatibel.
Ø Penggunaan
obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya.
3) Kesalahan
karena pemberian obat yang rusak
Ø Pemberian
suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan
telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan secara tidak tepat.
C. Faktor
Penyebab
Menurut
American Hospital Association, medication error antara lain dapat terjadi
pada situasi berikut:
a. Informasi
pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat alergi
dan penggunaan obat sebelumnya.
b. Tidak
diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan obat,
frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek samping.
c. Kesalahan
komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang keliru dalam
membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif mirip dengan
obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan
peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/QD).
d. Pelabelan
kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh pasien.
e. Faktor-faktor
lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang, hingga suasana
tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya medication
error.
Di bawah ini diuraikan
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication error:
1. Kondisi
sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
a. Jumlah
dan mutu apoteker tidak memadai
b. Personel
non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker
2. Sistem
distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai
3. Belum
diterapkannya pelayanan farmasi klinik
Pelayanan
farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan obat kepada
pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab sebagai upaya
pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika
pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan
kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.
4. Tidak
diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB) Berbagai kegiatan
dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi resep, riwayat pengobatan
pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap pada etiket, kurangnya informasi
pada perawat, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter,
apoteker, perawat, maupun pasien.
5. Kebijakan
dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat yang tidak memadai
Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan penuntun
untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang efektif
dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di rumah
sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
6. Pelaksanaan
sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum memadai. Sistem
formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium tidak akomodatif
bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah sakir tidak
terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.
7. Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya. Tidak berdayanya PFT di rumah sakit,
antara lain sistem formularium tidak terlaksana, formularium tidak baik, dan
pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan dengan obat sangat lambat.
Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
8. Kurang
memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat. Pengetahuan pasien
yang kurang memadai tentang obat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan salah
penggunaan obatnya. Sedangkan, profesional kesehatan yang memiliki pengetahuan
kurang terhadap obat dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang tepat bagi
pasien.
9. Kesalahan
komunikasi (communication errors). Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat
kurangnya kemampuan dokter/apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien. Dapat
juga diakibatkan karena pasien tidak memberitahukan gejala penyakit yang
dirasakannya dengan jelas.
10. Meningkatnya
spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan. Semakin banyak tenaga
kesehatan yang menangani seorang pasien, makin besar kemungkinan kesalahan
informasi yang disampaikan.
11. Belum
terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP. Masih belum adanya
standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar prosedur operasional
sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan suatu penyakit dengan baik.
Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga
medis hanya didasarkan atas pengalaman.
12. Penyebab
kesalahan obat yang umum
a. Kekuatan
obat pada etiket atau dalam kemasan yang membingungkan
Kekuatan
atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari bermacam-macam
obat dengan perbandingan yang ada, contoh cotrimoksazol (trimetroprim 800 mg +
sulfametoksazol 400 mg).
b. Nama
atau bunyi nama obat yang terlihat mirip
Penamaan
sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication error. Contoh
obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah obat pencegah
pembekuan darah Coumadin® dan obat anti parkinson Kemadrin®. Taxol®
(paclitaxel) suatu agen antikanker kedengarannya hampir sama dengan Paxil®
(paroxetine) yang merupakan suatu antidepresan.
c. Kesalahan
alat
Contohnya
pompa intravena dimana katupnya tidak berfungsi, menyebabkan periode pemberian
obat menjadi terlalu cepat.
d. Tulisan
tangan tidak terbaca
Tulisan
tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua pengobatan yang
mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat yang nampak serupa
terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah melafalkan.
Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki cara pemberian
yang sama dan dosis yang hampir sama.
e. Penulisan
kembali resep atau order dokter yang tidak tepat
f. Perhitungan
dosis yang tidak teliti
Kesalahan
dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada pengobatan pediatri dan pada
produk-produk intravena. Beberapa studi menunjukkan bahwa kesalahan dalam
perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga kesalahan yang fatal, misal
kesalahan 10 kali lipat atau mencapai 15%.
g. Kesalahan
diagnosis
Kesalahan
dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan kesalahan tindakan medis
selanjutnya.
h. Menggunakan
singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep
Pengunaan
singkatan dalam resep terkadang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan obat,
seperti misalnya:
Ø Singkatan
U (unit) untuk insulin dan pitosin dapat menyebabkan kesalahan pembacaan
menjadi 0 yang menyebabkan overdosis yang berbahaya.
Ø Singkatan
IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV (intravena) atau 10.
Ø Singkatan
q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat menyebabkan kesalahan
pembacaan menjadi qid (quarter in die atau empat kali sehari) atau qod
(setiap hari yang berbeda)
Ø Angka
desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat terbaca sebagai 10 akibat tanda
desimalnya berada pada garis keras resep.
i.
Kesalahan penulisan etiket
j.
Beban kerja berlebihan
k. Obat-obatan
yang tidak tersedia
D. Pencegahan
Medication Error
Sejumlah
pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada saat memperoleh
layanan kesehatan, khususnya terkait penggunaan obat yang dikenal dengan medication
error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication
error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker
yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan
spesialisasi khusus menangani medication safety. Peran Apoteker Keselamatan
Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1.
Mengelola laporan medication error
a. Membuat
kajian terhadap laporan insiden yang masuk
b. Mencari
akar permasalahan dari error yang terjadi
2.
Mengidentifikasi pelaksanaan praktek
profesi terbaik untuk menjamin medication safety
a.
Menganalisis pelaksanaan praktek yang
menyebabkan medication error
b.
Mengambil langkah proaktif untuk
pencegahan
c. Memfasilitasi
perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang sering terjadi atau
berulangnya insiden sejenis
3. Mendidik
staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan yang
aman
a. Mengembangkan
program pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan kepatuhan
terhadap aturan/SOP yang ada
4.
Berpartisipasi dalam Komite/tim yang
berhubungan dengan medication safety
Ø Komite
Keselamatan Pasien RS
Ø Dan
komite terkait lainnya
5. Terlibat
didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
6. Memonitor
kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada
Peran apoteker dalam mewujudkan
keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik.
1. Aspek
manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya
memanfaatkan IT).
2. Aspek
klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau
bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi
obat, konseling, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat
diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi.
Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat
keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi
besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan
proses yang meliputi :
1. Pemilihan
Pada tahap
pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan dengan
pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus
menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan sesuai peraturan yang
berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan pengambilan
obat dan menjamin mutu obat:
Ø Simpan
obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names) secara terpisah.
Ø Obat-obat
dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan
cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :
-
cairan elektrolit pekat seperti KCl
injeksi, heparin, warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular
blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.
-
kelompok obat antidiabet jangan disimpan
tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
Ø Simpan
obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining
Resep
Apoteker
dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error melalui
kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Ø Identifikasi
pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam medik/ nomor
resep,
Ø Apoteker
tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter. Untuk
mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi
dokter penulis resep.
Ø Dapatkan
informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan keputusan
pemberian obat, seperti :
-
Data demografi (umur, berat badan, jenis
kelamin) dan data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya,
Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat
dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
-
Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ,
hasil laboratorium, tanda-tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya,
Apoteker harus mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk
obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan
fungsi ginjal).
Ø Apoteker
harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Ø Strategi
lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (eprescribing)
dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
Ø Permintaan
obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun harus
dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan
mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus
diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang
menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi.
5. Dispensing
Ø Peracikan
obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Ø Pemberian
etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat pengambilan
obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat mengembalikan
obat ke rak.
Ø Dilakukan
pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Ø Pemeriksaan
meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan
kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
6. Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi
dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting
tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan
pada pasien adalah :
Ø Pemahaman
yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana menggunakan obat dengan
benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali
ke dokter
Ø Peringatan
yang berkaitan dengan proses pengobatan
Ø Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan
makanan harus dijelaskan kepada pasien
Ø Reaksi
obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang mengakibatkan
cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi
kemungkinan terjadinya ADR tersebut
Ø Penyimpanan
dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah rusak atau
kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai
kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada
proses sebelumnya.
7. Penggunaan
Obat
Apoteker
harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di rumah
sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan petugas
kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Ø Tepat
pasien
Ø Tepat
indikasi
Ø Tepat
waktu pemberian
Ø Tepat
obat
Ø Tepat
dosis
Ø Tepat
label obat (aturan pakai)
Ø Tepat
rute pemberian
8. Monitoring
dan Evaluasi
Apoteker
harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi, mewaspadai
efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi
didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah
pengulangan kesalahan.
Seluruh
personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat didalam
program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus
menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan
keselamatan pasien.
Faktor-faktor lain yang
berkonstribusi pada medication error antara lain :
1. Komunikasi
(mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )
Komunikasi
baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu dilakukan
dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan
informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftar singkatan
dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.
2. Kondisi
lingkungan
Untuk
menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area dispensing
harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan
kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu
area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat
untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.
3. Gangguan/interupsi
pada saat bekerja
Gangguan/interupsi
harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung maupun
melalui telepon.
4. Beban
kerja
Rasio
antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban
kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
5. Meskipun
edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan insiden/kesalahan,
tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam sistem
menurunkan insiden/kesalahan.
E. Pengelolaan
Kesalahan Obat
Kesalahan
obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke resiko yang mengancam
kehidupan pasien. Kesalahan ini diakibatkan oleh kesalahan karena melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau kesalahan karena tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission).
Penggolongan
kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut yang lebih baik terhadap
pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab kesalahan obat harus digabung
dengan pengkajian dari keparahan kesalahan. Korelasi antara kesalahan dan
metode distribusi obat harus dikaji (misal, dosis unit, persediaan di ruang,
atau obat ruah; pracampuran dan sediaan oral atau injeksi). Proses ini akan membantu
mengidentifikasi masalah sistem dan merangsang perubahan untuk meminimalkan
terjadinya kesalahan kembali.
Berbagai
metode pendekatan organisasi untuk menurunkan kesalahan pengobatan, antara
lain:
Ø Memaksa
fungsi dan batasan (forcing function & constraints)
Ø Otomatisasi
dan computer (automation & computer)
Ø Standar
dan protokol
Ø Sistem
daftar tilik dan cek ulang (check list & double check system)
Ø Aturan
dan kebijakan (rules & policy)
Ø Pendidikan
dan informasi, serta (education & information)
Ø Lebih
cermat dan waspada.
Apoteker
berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication error, baik
dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan.
Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
kesalahan pengobatan, antara lain:
Ø Menciptakan
budaya safety (aman)
Ø Mengembangkan
program-program untuk keamanan pasien
Ø Membiasakan
mencatat dan mengkomunikasikan setiap kejadian yang berpotensi untuk error.
Tindakan
berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain :
a) Setiap
terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu harus diberikan kepada pasien.
b) Untuk
kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan secara lisan segera
disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Suatu laporan kesalahan obat
tertulis harus segera menyusul.
c) Untuk
kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan investigasi
harus dimulai dengan segera.
d) Laporan
kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan perbaikan beraitan harus
dikaji oleh pengawas, kepala bagian SMF yang terlibat, administrator rumah
sakit yang sesuai, komite keselamatan rumah sakit dan penasehat hukum.
e) Apabila
diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat dalam kesalahan, harus
membicarakan tentang bagaimana kesalahan terjadi dan bagaimana terjadinya
kembali dapat dicegah.
f) Informasi
yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana lain yang menunjukkan
kegagalan berkelanjutan, harus berlaku sebagai suatu manajemen yang efektif dan
alat edukasi dalam pengembangan staf.
g) Pengawas,
pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite yang sesuai, harus mengkaji
laporan kesalahan dan menetapkan penyebab dari kesalahan serta mengembangkan
tindakan untuk mencegah terjadinya kembali.
h) Kesalahan
obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit agar pengalaman
dari apoteker, perawat, dokter dan pasien, serta untuk mengembangkan pelayanan
edukasi yang bernilai, untuk pencegahan kesalahan yang akan datang.
BAB
II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Medication
error merupakan kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
Farmasis memiliki tanggung jawab besar dalam mencegah terjadinya medication
error khususnya dalam hal transcription, prescribing, dispensing, dan administrasi.
Tidak hanya farmasis, pencegahan medication error seharusnya menjadi tanggung
jawab bersama baik dokter, perawat maupun petugas kesehatan lainnya. Kebijakan
dan prosedur pengelolaan, pengendalian, pelayanan yang memadai serta peningkatan
kualitas dan kuantitas SDM menjadi aspek penting dalam mencegah terjadinya medication
error.
B. Saran
Untuk
mengatasi ini perlu adanya medication
error diperlukan upaya yang strategis oleh berbagai pihak, misalnya saja:
Disarankan
agar skrining resep (melalui 3 macam, skriining administratif, skrining
farmasetik, skrining klinik)
Dalam
mengambil keputusan, bisa saja keputusannya adalah menyiapkan obat namun juga
menunda pemberian obat untuk informasi lebih dari dokter. atau diberikan
obatnya namun dengan wanti –wanti jika tidak ada perubahan dalam tempo waktu
dekat, maka saya (farmasis) harus melakukan tindakan.
gak ada pustakanya sih
BalasHapusartikel bagus, akan lebih baik lagi jika daftar pustaka ditampilkan supaya pembaca bisa mengkompilasi dari sumber asli. terimakasih
BalasHapusArtikel bagus,cocok untuk siswa maupun mahasiswa untuk referensi
BalasHapusiya bagus
Hapus