Amoebiasis adalah penyakit infeksi usus
besar yang disebabkan oleh parasit komensal usus. Penyakit ini tersebar hampir
diseluruh dunia terutama di daerah negara tropis yang sedang berkembang.
Umumnya disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu dan
sanitasi lingkungan hidup serta kondisi sosial ekonomi dan kultural yang kurang
menunjang perilaku kesehatan.
Kasus amoebiasis masih sering di jumpai,
baik di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) maupun dalam praktek kedokteran
sehari-hari, tetapi penanganannya kadangkala kurang memadai, sehingga akan
terjadi komplikasi (penyulit) yang lebih berbahaya. Maka ada baiknya diketahui
tentang kasus amoebiasis agar bisa dilakukan penanganan dan pencegahan yang
tepat.
Amoebiasis bisa dikatakan merupakan
suatu keadaan terdapatnya Entamoeba
histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai
penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba,
penyebarannya kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropis
terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan hugiene sanitasinya jelek.
Entamoeba histolytica pertama
kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja disentri seorang penderita di
Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia
tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus
tersebut.
Pada tahun 1893 Quiche dan Roos
menemukan Entamoeba histolytica
bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya
dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh
tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen
pada sukarelawan bahwa Entamoeba
histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar.
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO
(1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk
amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, nondysentri colitis,
amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang
mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).
A. Epidemiologi
Amoebiasis tersebar luas diberbagai negara di seluruh dunia. Pada
berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 – 50 % dan berhubungan
langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai
pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai
juga dirumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain.
Sumber infeksi terutama “carrier“ yakni penderita amoebiasis tenpa
gejala klinis yang dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan
ribu perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang
lama. Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang
terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista.
Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga
seperti lalat dan kecoa (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food
handler) yang menderita sebagai “carrier”, sayur-sayuran yang dipupuk dengan
tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia.
Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara
penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista
atau secara tidak sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan
dengan tangki kotoran atau parit.
Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu
atau pembantu rumah tangga yang merupakan “carrier”, dapat mengkontaminasi
makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.
Tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi
yang disebabkan berbagai masalah, antara lain :
1.
Penyediaan air bersih,
sumber air sering tercemar.
2.
Tidak adanya jamban,
defikasi disembarang tempat, memungkinkan amoeba dapat dibawa oleh lalat atau
kacoa.
3.
Pembuangan sampah yang jelek
merupakan tempat pembiakan lalat atau lipas yang berperan sebagai vektor
mekanik.
Pengandung kista yang jumlahnya besar dan penderita dalam keadaan
konvalesensi merupakan bahaya potensial yang merupakan sumber infeksi dan harsu
diobati dengan sempurna karena keduanya merupakan masalah kesehatan yang besar.
Kista dapat hidup lama dalam air (10 – 14 hari). Dalam lingkungan yang dingin
dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan
terhadap Khlor yang terdapat dalam air leding dan kista akan mati pada suhu 50o
C atau dalam keadaan kering. Entamoeba
histolytica ini juga menyebabkan Dysenteriae amoeuba, abses hati dan Giardia
lamblia yang banyak ditemukan pada anak-anak. Infeksi juga ditularkan dalam
bentuk kista, sehingga pengandung kista adalah penting dalam penyebaran
penyakit ini.
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan
endemi. Prevalensi Entamoeba histolytica
di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10 – 18 %. Di RRC, Mesir, India
dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 – 11,5%, di Eropa Utara 5 – 20%, di
Eropa Selatan 20 – 51% dan di Amerika Serikat 20%. Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan
jumlah pengandung kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia
adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati
hanya kadang-kadang amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.
B.
Patogenesis dan
Patofisiologi
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :
•
strain
E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
•
secara
genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi
yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada
flora bakteri.
•
penempelan
E.hystolitica pada mukus usus.
•
pengerusakan
sawar intestinal.
•
lisis
sel epitel intestinal serta sel radang.
•
penyebaran
ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena
porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan
jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah
terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis.
Beberapa faktor yang bisa menyebabkan amebiasis
hati :
•
faktor
virulensi parasit yang menghasilkan toksin
•
ketidakseimbangan nutrisi
•
faktor
resistensi parasit
•
imunodepresi
pejamu
•
berubah-ubahnya
antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated
C.
Klasifikasi
1.
Amoebiasis
Intestinal
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968)
dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis
simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis,
amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica
yang mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).
Amoebiasis intestinal atau disebut juga sebagai amoebiasis primer terjadi
pertama didaerah caecum, appendix, colon ascenden dan berkembang ke colon
lainnya. Bila sejumlah parasit ini menyerang mukosa akan menimbulkan ulcus
(borok), yang mempercepat kerusakan mukosa (Fred, 1998).
Lapisan muskularis usus biasanya lebih tahan.
Biasanya lesi akan terhenti didaerah membran basal dari muskularis mukosa dan
kemudian terjadi erosi lateral dan berkembang menjadi nekrosis. Jaringan
tersebut akan cepat sembuh bila parasit tersebut dihancurkan (mati). Pada lesi
awal biasanya tidak terjadi komplikasi dengan bakteri. Pada lesi yang lama
(kronis) akan diikuti infeksi sekunder oleh bakteri dan dapat merusak
muskularis mukosa, infiltrasi ke sub-mukosa dan bahkan berpenetrasi ke lapisan
muskularis dan serosa (Sudip, 2009).
Amoebiasis intestinal bergantung pada
resistensi hospesnya sendiri, virulrnsi dari strain amuba, kondisi dari lumen
usus atau dinding usus, yaitu keadaan flora usus, infek/tidaknya dinding usus,
kondisi makanan, apabila makanan banyak mengandung karbohidrat, maka amoeba
tersebut lebih pathogen. Ameboma adalah sebuah fokus nodular dari radang
proliferatif atau menyerupai tumor yang berisi jaringan granulasi yang berasal
dari kolon kadang berkembang pada amoebiasis yang kronis, biasanya pada dinding
dari kolon dengan lokasi tersering terdapat dalam sekum, tapi bisa pada semua
tempat di kolon dan rectum (Fred, 1998).
Pada pemeriksaan barium enema, ameboma dapat
berupa lesi polipoid, dapat dikelirukan dengan karsinoma kolon. Adanya ulkus
pada mukosa usus dapat diketahui dengan sigmoidoskopi pada 25% kasus. Ulkus
tersebar, terpisah satu sama lain oleh mukosa usus yang normal, ukurannya
bervariasi dari 2-3 mm sampai 2-3 cm (Caroline, 2002).
Variasi
tipe amoebiasis primer terdiri atas (Peter, 2003):
a.
Amoebiasis
kolon akut. Bila gejalanya berlangsung kurang dari 1 bulan. Amoebiasis kolon
akut atau disentri ameba (dysentria amoebica) mempunyai gejala yang jelas
yaitu sindrom disentri yang merupakan kumpulan gejala terdiri atas diare
(berak-berak encer) dengan tinja yang berlendir dan berdarah serta tenesmus
anus (nyeri pada anus waktu buang air besar). Terdapat juga rasa tidak enak di
perut dan mules. Bila tinja segar diperiksa, bentuk histolitika dapat ditemukan
dengan mudah.
b.
Amoebiasis
kolon menahun, disebut juga sebagai “inflammantory bowel disease” bila
gejalanya berlangsung lebih dari 1 bulan atau bila terjadi gejala yang ringan,
diikuti oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Amoebiasis kolon menahun
mempunyai gejala yang tidak begitu jelas. Biasanya terdapat gejala sus yang
ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselingi dengan
obstipasi (sembelit).
2. Amoebiasis Ekstra-Intestinal
Invasi amoeba selain dalam jaringan usus
disebut amoebiasis sekunder atau ekstra intestinal. Terjadinya kasus, trofozoit
terbawa aliran darah dan limfe ke lokasi lain dari tubuh, menyebabkan
terjadinya lesi pada organ lain. Lesi sekunder dijumpai lesi pada hati (sekitar
5% dari kasus amoebiasis). Umumnya infestasi amuba yang paling sering adalah
amoebiasis intraluminal asimptomatik. Perkiraan prevalens individu yang
asimptomatik bervariasi antara 5-50% populasi (Umar, 2004).
Amoebiasis sekunder dapat terjadi penyebaran
melalui beberapa cara, yaitu melalui darah atau yang disebut hematogen, organ
yang paling sering terserang yaitu hepar yang akan menimbulkan amoebiasis
hepatitis dan selanjutnya abses hepatikum dapat terjadi secara single atau
multiple dan 85% pada lobus diektra (Umar, 2004).
Yang kedua pada hati, Hal ini terjadi bila
trofozoit masuk kedalam venula mesenterika dan bergerak ke hati melalui sistem
vena porta hepatis, kemudian masuk melalui kapiler darah portal menuju sinusoid
hati dan akhirnya membentuk absces (Umar, 2004). Besarnya absces cukup
bervariasi dari bentuk titik yang kemudian membesar sampai seperti buah anggur.
Ditengah absces akan terlihat adanya cairan nekrosis, ditengahnya ada sel
stroma hati dan bagian luarnya terlihat jaringan hati yang ditempeli oleh
ameba. Bilamana absces pecah serpihan absces akan tersebar dan menginfeksi
jaringan lainnya. Selanjutnya dapat menyebar melalui otak (Peter, 2003).
Thanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need. What Is Amebiasis?
BalasHapus