Sabtu, 19 September 2015

AMOEBIASIS



Amoebiasis adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit komensal usus. Penyakit ini tersebar hampir diseluruh dunia terutama di daerah negara tropis yang sedang berkembang. Umumnya disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu dan sanitasi lingkungan hidup serta kondisi sosial ekonomi dan kultural yang kurang menunjang perilaku kesehatan.
Kasus amoebiasis masih sering di jumpai, baik di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) maupun dalam praktek kedokteran sehari-hari, tetapi penanganannya kadangkala kurang memadai, sehingga akan terjadi komplikasi (penyulit) yang lebih berbahaya. Maka ada baiknya diketahui tentang kasus amoebiasis agar bisa dilakukan penanganan dan pencegahan yang tepat.
Amoebiasis bisa dikatakan merupakan suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba, penyebarannya kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropis terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan hugiene sanitasinya jelek.
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut.
Pada tahun 1893 Quiche dan Roos menemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa Entamoeba histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar.
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, nondysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).

A.    Epidemiologi
Amoebiasis tersebar luas diberbagai negara di seluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 – 50 % dan berhubungan langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga dirumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain.
Sumber infeksi terutama “carrier“ yakni penderita amoebiasis tenpa gejala klinis yang dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama. Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista.
Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoa (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler) yang menderita sebagai “carrier”, sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista atau secara tidak sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki kotoran atau parit.
Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau pembantu rumah tangga yang merupakan “carrier”, dapat mengkontaminasi makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.
Tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi yang disebabkan berbagai masalah, antara lain :
1.      Penyediaan air bersih, sumber air sering tercemar.
2.      Tidak adanya jamban, defikasi disembarang tempat, memungkinkan amoeba dapat dibawa oleh lalat atau kacoa.
3.      Pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat atau lipas yang berperan sebagai vektor mekanik.
Pengandung kista yang jumlahnya besar dan penderita dalam keadaan konvalesensi merupakan bahaya potensial yang merupakan sumber infeksi dan harsu diobati dengan sempurna karena keduanya merupakan masalah kesehatan yang besar. Kista dapat hidup lama dalam air (10 – 14 hari). Dalam lingkungan yang dingin dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan terhadap Khlor yang terdapat dalam air leding dan kista akan mati pada suhu 50o C atau dalam keadaan kering. Entamoeba histolytica ini juga menyebabkan Dysenteriae amoeuba, abses hati dan Giardia lamblia yang banyak ditemukan pada anak-anak. Infeksi juga ditularkan dalam bentuk kista, sehingga pengandung kista adalah penting dalam penyebaran penyakit ini.
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10 – 18 %. Di RRC, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 – 11,5%, di Eropa Utara 5 – 20%, di Eropa Selatan 20 – 51% dan di Amerika Serikat 20%. Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-kadang amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.

B.     Patogenesis dan Patofisiologi
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :
      strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
      secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.
      penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
      pengerusakan sawar intestinal.
      lisis sel epitel intestinal serta sel radang.
      penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis.
Beberapa faktor yang bisa menyebabkan amebiasis hati :
      faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin
       ketidakseimbangan nutrisi
      faktor resistensi parasit
      imunodepresi pejamu
      berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated

C.    Klasifikasi
1.      Amoebiasis Intestinal
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik). Amoebiasis intestinal atau disebut juga sebagai amoebiasis primer terjadi pertama didaerah caecum, appendix, colon ascenden dan berkembang ke colon lainnya. Bila sejumlah parasit ini menyerang mukosa akan menimbulkan ulcus (borok), yang mempercepat kerusakan mukosa (Fred, 1998).
Lapisan muskularis usus biasanya lebih tahan. Biasanya lesi akan terhenti didaerah membran basal dari muskularis mukosa dan kemudian terjadi erosi lateral dan berkembang menjadi nekrosis. Jaringan tersebut akan cepat sembuh bila parasit tersebut dihancurkan (mati). Pada lesi awal biasanya tidak terjadi komplikasi dengan bakteri. Pada lesi yang lama (kronis) akan diikuti infeksi sekunder oleh bakteri dan dapat merusak muskularis mukosa, infiltrasi ke sub-mukosa dan bahkan berpenetrasi ke lapisan muskularis dan serosa (Sudip, 2009).
Amoebiasis intestinal bergantung pada resistensi hospesnya sendiri, virulrnsi dari strain amuba, kondisi dari lumen usus atau dinding usus, yaitu keadaan flora usus, infek/tidaknya dinding usus, kondisi makanan, apabila makanan banyak mengandung karbohidrat, maka amoeba tersebut lebih pathogen. Ameboma adalah sebuah fokus nodular dari radang proliferatif atau menyerupai tumor yang berisi jaringan granulasi yang berasal dari kolon kadang berkembang pada amoebiasis yang kronis, biasanya pada dinding dari kolon dengan lokasi tersering terdapat dalam sekum, tapi bisa pada semua tempat di kolon dan rectum (Fred, 1998).
Pada pemeriksaan barium enema, ameboma dapat berupa lesi polipoid, dapat dikelirukan dengan karsinoma kolon. Adanya ulkus pada mukosa usus dapat diketahui dengan sigmoidoskopi pada 25% kasus. Ulkus tersebar, terpisah satu sama lain oleh mukosa usus yang normal, ukurannya bervariasi dari 2-3 mm sampai 2-3 cm (Caroline, 2002).
 Variasi tipe amoebiasis primer terdiri atas (Peter, 2003):
a.            Amoebiasis kolon akut. Bila gejalanya berlangsung kurang dari 1 bulan. Amoebiasis kolon akut atau  disentri ameba (dysentria amoebica) mempunyai gejala yang jelas yaitu sindrom disentri yang merupakan kumpulan gejala terdiri atas diare (berak-berak encer) dengan tinja yang berlendir dan berdarah serta tenesmus anus (nyeri pada anus waktu buang air besar). Terdapat juga rasa tidak enak di perut dan mules. Bila tinja segar diperiksa, bentuk histolitika dapat ditemukan dengan mudah.
b.            Amoebiasis kolon menahun, disebut juga sebagai “inflammantory bowel disease” bila gejalanya berlangsung lebih dari 1 bulan atau bila terjadi gejala yang ringan, diikuti oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Amoebiasis kolon menahun mempunyai gejala yang tidak begitu jelas. Biasanya terdapat gejala sus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselingi dengan obstipasi (sembelit).
2.      Amoebiasis Ekstra-Intestinal
Invasi amoeba selain dalam jaringan usus disebut amoebiasis sekunder atau ekstra intestinal. Terjadinya kasus, trofozoit terbawa aliran darah dan limfe ke lokasi lain dari tubuh, menyebabkan terjadinya lesi pada organ lain. Lesi sekunder dijumpai lesi pada hati (sekitar 5% dari kasus amoebiasis). Umumnya infestasi amuba yang paling sering adalah amoebiasis intraluminal asimptomatik. Perkiraan prevalens individu yang asimptomatik bervariasi antara 5-50% populasi (Umar, 2004).
Amoebiasis sekunder dapat terjadi penyebaran melalui beberapa cara, yaitu melalui darah atau yang disebut hematogen, organ yang paling sering terserang yaitu hepar yang akan menimbulkan amoebiasis hepatitis dan selanjutnya abses hepatikum dapat terjadi secara single atau multiple dan 85% pada lobus diektra (Umar, 2004).
Yang kedua pada hati, Hal ini terjadi bila trofozoit masuk kedalam venula mesenterika dan bergerak ke hati melalui sistem vena porta hepatis, kemudian masuk melalui kapiler darah portal menuju sinusoid hati dan akhirnya membentuk absces (Umar, 2004). Besarnya absces cukup bervariasi dari bentuk titik yang kemudian membesar sampai seperti buah anggur. Ditengah absces akan terlihat adanya cairan nekrosis, ditengahnya ada sel stroma hati dan bagian luarnya terlihat jaringan hati yang ditempeli oleh ameba. Bilamana absces pecah serpihan absces akan tersebar dan menginfeksi jaringan lainnya. Selanjutnya dapat menyebar melalui otak (Peter, 2003).

1 komentar:

  1. Thanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need. What Is Amebiasis?

    BalasHapus