DEPRESI
Depresi adalah kekalahan
di dalam diri, dimana perasaan cinta kepada diri sendiri telah lenyap
dan merasa tidak akan mendapatkannya lagi. Depresi akan menghabisi
diri dari dalam sebab perasaan ini lebih dari rasa
kehilangan sesuatu dari luar (eksternal). Seseorang
mungkin saja merasa depresi
di saat segala sesuatunya
berjalan dengan baik atau depresi dapat terjadi sesudah
kejadian-kejadian buruk yang keliatannya tidak
terlalu serius. Kesedihan, keputusasaan dan depresi dapat disebabkan oleh rasa
kehilangan, misalnya
kehilangan cinta dan kasih sayang akibat
penolakan atau kematian atau kehilangan
kekuasaan dan harga diri (bisnis
bangkrut atau gagal dalam
ujian). Sehingga dapat disimpulkan,
bahwa depresi adalah perasaan kehilangan
rasa cinta kepada diri sendiri. Depresi tidak mengenal waktu sebab kehadirannya
ditentukan oleh hidup itu sendiri dan sebagian orang yang mengalami depresi
memilih untuk tidak meneruskan hidup. Depresi
hidup terus selama penderitanya hidup
dan depresi akan melukai semangat hidup anda.
Pengertian depresi yang lebih sederhana dijelaskan oleh Songo
(2007), yang menyebutkan depresi
adalah gangguan jiwa yang menyebabkan perubahan emosi seseorang.
Papilia et al (2007: 567) menjelaskan bahwa depresi merupakan
kondisi dimana kemampuan untuk mengatasi masalah tidak sesuai dengan standar yang diharapkan oleh
lingkungan disekitarnya.
Weiten dan Lloyd (2006: 72) mengatakan bahwa depresi
adalah suatu situasi yang mengancam kemampuan seseorang untuk memecahkan
masalah.
Dari teori-teori yang telah
diuraikan di atas dapat dikatakan
bahwa, depresi adalah gangguan jiwa dimana individu kehilangan perasaan cinta kepada dirinya sendiri sendiri. Depresi tidak mengenal batasan umur dan waktu karena
kehadirannya ditentukan oleh hidup itu sendiri dan akan terus ada selama penderitanya hidup.
A.
Epidemiologi
Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi tergantung dari kelompok
umur. Kejadian depresi makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di
Amerika didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja awal)
lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14
tahun-16 tahun (remaja menengah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir).
Prevalensi gangguan depresi pada remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan
distimik 1,6-8% dan gangguan bipolar 1%. Sekitar 40-70% komorbiditas dengan
gangguan jiwa lain (penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, penyimpangan
seksual, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, anxietas, anoreksia
nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2 atau lebih dari dua gangguan
jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1.
B. Etiologi
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi,
khususnya pada anak dan remaja adalah:
1. Faktor genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor
genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat
dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya
menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua
orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan
sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan
mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana
proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot
tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik
yang turut berperan.
2.
Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya
menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial
keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur
keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang
menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan
psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al
(1998) dan Weiss et al (1999) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara
riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya
belum diketahui secara pasti.Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik
maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak
dengan riwayat genetik.
3. Faktor Biologis lainnya
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan
terfokus pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk
norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain
menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan
keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya
kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.
C.
Klasifikasi depresi
Menurut DSM IV (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition) Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
- Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder).
Didapatkan 5 atau lebih simptom
depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut adalah: suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh
subjek ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah terpancing
amarahnya), kehilangan interes atau perasaan
senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas
sehari-hari, berat badan turun secara
siginifkan tanpa ada progran diet atau justru ada kenaikan berat badan yang
drastis, insomnia atau hipersomnia berkelanjuta, agitasi atau retadasi psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak
berharga atau perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul
berulang kali, distres dan hendaya yang
signifikan secara klinis, tidak berhubugan
dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.
2. Gangguan distimik (Dysthymic
disorder) adalah suatu bentuk depresi yang lebih
kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi neurosis). Kriteria DSM-IV untuk gangguan distimik: perasaan depresi selama beberapa
hari, paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); selama depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu
makan atau makan berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan,
self esteem rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan,
perasaan putus asa; selama 2 tahun
atau lebih mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama 2 bulan; tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak
ditemukan; gejala-gejala ini tidak disebabkan
oleh efek psikologis langsung darib kondisi obat atau medis; signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi.
3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic disorder). Kriteria: kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah sebuah episode
depresi berat atau lebih; kemunculan (atau
memiliki riwayat pernah mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada riwayat episode manik penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala
yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi
tertentu atau kondisi medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi yang signifikan secara klinis.
Sedangkan menurut Carlson,
seperti yang dikutip oleh shafii, membagi depresi pada remaja menjadi tipe
primer dan sekunder. Tipe primer : bila
tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan
yang sekarang mempunyai hubungan dengan
gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya
lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan sometik, dan lebih
sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem
tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
D.
Gejala Klinik
Gejala klinis depresi :
1. Mood
disforik ( Labil dan mudah tersinggung ) dan afek depresif. Gejolak mood pada remaja
adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood yang disforik
dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan perubahan
mood meningkat.
2. Pubertas.
Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akan mengalami
kelambatan pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan kehilangan berat
badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau
memahami tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai
stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan kemungkinan
munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang berhubungan dengan
incest (hubungan seksual antar anggota keluarga), dapat menambah beban rasa
bersalah pada remaja yang depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang
mengalami depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan
timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood yang disforik
sering nampak pada periode pramenstrual, Remaja wanita yang mengalami depresi
mungkin merasa murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis tanpa
sebab, menjadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih
banyak tidur.
3. Perkembangan
kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat sementara,
menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang mengalami depresi,
terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak yang biasanya muncul
pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan yang
baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering
terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah,
tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu
faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah
tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa
depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja. - Harga diri . Pada
remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa putus asa dan
rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendahkan hatga diri. Pada satu
saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan
penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan
NAPZA.
4. Perilaku
antisosial. Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang
terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang
baik, mungkin merupakan indikasi adanya depresi.
5. Penyalah
gunaan NAPZA. Kebanyakan remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan NAPZA,
misalnya ganja, obat-obat yang meningkat mood ( amfetamin ), yang menurunkan
mood ( barbiturat, tranquilizer, hipnotika ) dan alkohol. Akhir-akhir ini
banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta halusinogen.
6. Perilaku
seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan minat
untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga remaja
yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam masalah seksual,
atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya, Beberapa
remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek yang hilang atau
rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda
untuk menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah
memperkuat depresinya.
7. Kesehatan
fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah dan tidak memancarkan
kegembiraan dan kebugaran, Seringkali mereka mempunyai banyak keluhan fisik,
seperti sakit kepala, sakit lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan berat
badan tanpa adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami depresi biasanya
tidak mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih banyak keluhan
fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan satu-satunya
kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter dalam
menemukan mood yang disforik ataupun depresi akan dapat mencegah kemungkinan
terjadinya bunuh diri pada remaja.
8. Berat badan.
Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya depresi. Harga
diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya, atau makan
yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari depresi.
9. Perilaku
bunuh diri. Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi terhadap
bunuh diri. Penelitian di kentucky,
Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat persiapan dan
pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh
diri dalam satu tahun terakhir saat
diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan 11
% telah mencoba melakukan bunuh diri.
E.
Diagnosis
Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti pada
penyakit lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu menentukan bahwa
seseorang individu menderita depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan
penyebabnya. Faktor neuroendokrin dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga
dapat dilakukan deksametason supression
test (DST) berupa sekresi berlebihan kortisol, kadar hormon pertumbuhan
menurun jika disuntik insulin-induced
hypoglicemia, kadar tiroksin total lebih rendah, peningkatan sekresi
kortisol pada malam hari.
Diagnosis Banding
Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan
psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik
yang mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan
terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan
abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta
gangguan penyesuaian. Keadaan seperti ini sangat bervariasi, tergantung umur. Perlu
dibedakan pula penyalahgunaan obat, gangguan cemas, dan fase awal skizofrenia.
Juga perlu ditentukan apakah gangguan afektif yang timbul merupakan primer atau
sekunder.
F.
Pencegahan
Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan dan
peran serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya pembentukan kelompok
belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan
jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian
upaya preventif. Layanan bimbingan dapat berfungsi
preventif atau pencegahan. Kegiatan yang
berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karir,
inventarisasi data, dan sebagainya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui
pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang menghadapi masalah untuk
mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya. Tugas guru pembimbing
adalah (a) membantu murid untuk mengenal dirinya, kemampuannya dan mengenal
orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang menuju kematangannya, (c)
membantu dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai dengan
kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada murid-murid tentang
pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest dalam hobi yang
berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode belajar yang efisien agar
dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang lebih singkat. Selain itu, diperlukan
pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga
dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka
dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa
lebih dihargai.
Deteksi dini dengan
menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck Depression Inventories
, Child Depression Inventory) saat
didapatpatkannya permasalahan disekolah baik prestasi atau permasalahan
perilaku anak akan sangat membantu mengenali lebih dini remaja dengan depresi.
G.
Terapi
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi,
misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau
ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat
jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan, psikoterapi dan medikasi
merupakan terapi yang harus diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat
individual, tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi dan keluarganya,
termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta konsultasi dengan
pihak sekolah. Pendekatan biopsikososial digunakan dalam mengobati remaja yang
mengalami depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi ( individual, keluarga ,
kelompok ), farmakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan keterampilan
sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya dipertimbangkan dengan
hati -hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri harus diobservasi dengan cermat dan
sebaiknya pasien di rawat inap. faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi
atau stabilitas keluarga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk
merawat inapkan remaja ini.
- Psikoterapi.
Psikoterapi adalah sebuah intervensi yang diberikan oleh seorang
profesional dengan menggunakan prinsip-prinsip psikologi yang mencoba untuk
mengobati gangguan mental dan untuk meningkatkan kehidupan seseorang yang
bahagia atau terganggu. Dalam psikoterapi terdiri atas beberapa metode yang
digunakan untuk mengobati perilaku abnormal. Sebagian metode tersebut
difokuskan untuk membantu individu dalam mendapatkan suatu pemahamannya tentang
penyebab masalah.
Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah : psikoterapi
perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented
therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy), model stres
hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy)
,lain-lain seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent
training), terapi keluarga (family training), pendidikan remedial (remedial
education), dan penempatan di luar rumah (out of homeplacement).
2. Farmakoterapi . Saat ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh
FDA. Pengobatan secara farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja .
Farmakoterapi yang sering digunakan:
·
Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin,
Imipramin, dan Desipramin. Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan
plasebo. Obat ini bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui
dosis.
·
Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan
serotinin: fluoksetin dan sertralin. Obat ini memberikan harapan yang cerah
dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan pertama
pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik dan efek yang
merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi golongan trisiklik.
Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance)
pada anak dan remaja. Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja
cenderung berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila mereka mendapat
SSRIs (Selective serotinine reuptake inhibitors). Obat ini juga dapat
menurunkan libido.
·
Litium karbonat .Obat ini telah digunakan untuk
pengobatan anak dan remaja yang mengalami agresi, mania, depresi, dan masalah
tingkah laku, tetapi lebih berguna pada kasus yang berisiko menjadi bipolar.
Beberapa
contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 – 125 mg / hari, clomipramine
25 – 200 mg /hari, fluoxetine 10 – 80 mg / hari, fluoxamine 100
– 300 mg /hari, sertraline 50 – 200 mg / hari, moclobemide 150 – 300 mg / hari.
H.
Studi Kasus
OS adalah seorang perempuan, 17 tahun, beragama Islam, pendidikan lulus
SMP, tinggal bersama ayah dan ibu (tiri), bekerja sebagai pembantu rumah
tangga, menikah 7 bulan yang lalu dengan suami yang tidak bekerja, belum punya
anak karena pasien keguguran. OS datang ke RSJ Grhasia diantarkan oleh suaminya
karena mengurung diri di kamar, tidak mau makan, mandi, dan hingga buang air di
tempat tidur, dan jika dipaksa OS sering mengamuk, dan pernah berpikir untuk
mati saja. Hal ini juga dipicu oleh karena memikirkan anak dan hubungan dengan
orang tua yang tidak harmonis.
Pada tahun 1990 kedua orang tua OS bercerai, OS tinggal dengan ayah, OS
merasa tidak memperoleh kasih sayang yang cukup dan cenderung tidak peduli.
Pada tahun 1994 ayah OS menikah lagi dengan seorang janda yang mempunyai 5
anak. Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan sindroma depresif berupa afek
depresif, hilang minat dan kegembiraan, konsentrasi dan perhatian berkurang,
harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan
tidak berguna, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri,
tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.
·
Aksis I :
F32.3 Gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik
·
Aksis II :
Tipe kepribadian ekstrovet
·
Aksis III :
Tidak ada diagnosis
·
Aksis IV : Masalah dengan “ primary support group” (keluarga)
·
Aksis V :
Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang. GAF 60 – 51
Amitriptilin
25 mg 1 dd 1, Fluxetin mg 20 1 x 1, dan Clobazam mg 10 1 x 1.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan.
Depkes. Pedoman
Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas). www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf
I Gusti Ayu
Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto,
2004, hal 219-31
M. Fatchurahman dan Bulkani. Peran Guru Pembimbing
dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika pada Siswa SMA Negeri dan
Swasta Kota Palangkaraya. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar