EFEK SAMPING METFORMIN:
HEPATOTOKSITAS YANG DIINDUKSI METFORMIN
Metformin adalah biguanida untuk
pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Karena
metformin memiliki spektrum pengngunaan yang luas, sehinga kemungkinan terjadi
efek beracun. Dalam penelitian ini, terjadi kasus
baru asidosis metabolik dan gagal hati setelah memulai terapi metformin.
Laporan kasus ini bertujuan untuk menekankan bahwa
peningkatan frekuensi pemakaian metformin berpotensi meningkatkan efek toksik
metformin.
Metformin adalah derivate-dimetil dan biguanida ini terutama digunakan pada pasien (sangat) gemuk, karena
berdaya menekan nafsu makan. Metformin menghambat gluconeogenisis dan pelepasan
glukosaoleh hati dan menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida.
Gambar 1. Struktur kimia metformin
Indikasi dari metformin adalah untuk diabetes
tipe 2 dan penderita yang sudah overweight yang kadar gula darahnya tidak dapat
terkontrol hanya dengan diet saja, sebagai monoterapi atau kombinasi
dengan sulfonylurea, tambahan terapi pada pasien diabetes mellitus tipe 1.
Efek samping dari metformin adalah agak sering terjadi dan
berupa gangguan lambung-usus, antara lam anorexia, terutama pada dosis diatas 1,5 g/hari. Jarang sekali terjadi acidosis
asam laktat yang mengancam
jiwa, terutama pada manula. Maka pasien diatas 60 tahun hendaknya jangan
diberikan metformin sebagai terapi permulaan. Rasa-logam di mulut adakalanya dialami,
risiko hipoglikemia sangat kecil .
Dosis dari metformin adalah 3 kali sehari 500
mg atau 2 kali sehari
850 mg pada waktu makan. Bila perlu setelah 1-2 minggu perlahan-lahan dinaikkan
sampai maksimal 3 kali sehari 1 g.
Laporan Kasus
Seorang pria 52
tahun dirujuk ke gawat darurat dengan riwayat 10-hari kelemahan, penurunan
kapasitas aktivitas, dan demam. Sehari sebelum
berkunjung ke rumah sakit, pasien mengalami mual dan muntah. Diabetes mellitus dan hipertensi didiagnosis dua minggu
sebelumnya; diterapi dengan metformin (850 mg,
sekali sehari), verapamil (240 mg, sekali sehari), dan asam asetilsalisilat
(100 mg, sekali sehari). Tes fungsi serum ginjal berada
dalam batas normal pada tahap ini.
Saat masuk rumah
sakit, pasien memiliki tekanan darah 124/61 mmHg, nadi 89 kali per menit,
frekuensi pernapasan 32 napas per menit, dan suhu tubuh 36,2°C. Tidak ada temuan yang signifikan dalam pemeriksaan fisik.
Tes darah awal mengungkapkan nitrogen urea darah (BUN)
114 mg / dl, kreatinin 2,84 mg / dl, natrium 132 mEq / L, kalium 6.15 mEq / L,
klorida 94 mEq / L, glukosa 114 mg / dl, aminotransferase aspartat 1843 IU / L,
SGPT 1469 IU / L, bilirubin total 2,76 mg / dl, bilirubin langsung 1,43 mg /
dl, dan laktat darah 13,3 mmol / L. Tingkat
salisilat darah berada dalam kisaran terapeutik. Hitung
darah lengkap mengungkapkan leukositosis (sel darah putih 39.000 uL),
hematokrit dan trombosit normal. Gas darah arteri
menunjukkan asidosis metabolik dengan gap anion yang lebar (pH 7.24, HCO3 8,4
mmol / L, defisit basa 16,3 mmol / L, anion gap 29,4).
Enam puluh mEq
natrium bikarbonat dan insulin reguler dengan 5% dextrose diberikan untuk sidosis
dan hiperkalemia. Asidosis metabolik dan
hiperkalemia ditingkatkan dengan pengobatan awal dan 3.000 cc administrasi
saline intravena. Pasien dirawat di unit
perawatan intensif dengan diagnosis hepatotoksisitas yang diinduksi metformin.
PEMBAHASAN
Metformin adalah
zat antihiperglikemik oral golongan biguanid untuk penderita diabetes militus
tanpa ketergantungan terhadap insulin. Mekanisme kerja metformin yang tepat
tidak jelas, walaupun demikian metformin dapat memperbaiki sensitivitas hepatik
dan periferal terhadap insulin tanpa menstimulasi sekresi insulin serta
menurunkan absorpsi glukosa dari saluran lambung-usus. Metformin hanya
mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan hiperglikemia serta tidak
menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sebagai obat tunggal. Metformin tidak
menyebabkan pertambahan berat badan bahkan cendrung dapat menyebabkan
kehilangan berat badan.
Obat ini dapat dikonsumsi sendiri atau
dikombinasikan dengan obat antidiabetes lain. Menjaga keseimbangan takaran
metformin dengan makanan yang dikonsumsi serta olahraga yang dilakukan sangat
penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Obat ini menurunkan kadar gula
darah yang tinggi dengan cara membuat tubuh lebih responsif terhadap insulin.
Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula di dalam tubuh. Metformin adalah
obat yang sering dianjurkan sebagai langkah penanganan pertama bagi pengidap
diabetes tipe 2. Pastikan Anda mengonsumsi metformin sesuai dengan anjuran
dokter. Baca informasi yang tertera pada kemasannya sebelum mulai mengonsumsi
obat ini. Jika ragu, hubungi dokter. Metformin dianjurkan untuk dikonsumsi saat
makan atau segera sesudah makan. Menjaga pola makan yang seimbang dan
berolahraga secara teratur akan membantu memaksimalisasi efek metformin. Selama
menggunakan obat ini, hindari minuman keras karena dapat memengaruhi kadar gula
darah dan meningkatkan risiko asidosis laktat (penumpukan asam laktat dalam
tubuh). Jika Anda mengonsumsi metformin dalam bentuk bubuk, minumlah dengan
sekitar 150 ml air putih. Jika Anda mengonsumsi bentuk tabletnya, telan secara
utuh dan jangan menghancurkan atau mengunyah tablet metformin. Pastikan ada
jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan
untuk mengonsumsi metformin pada jam yang sama tiap hari untuk memaksimalisasi
efeknya. Pemeriksaan secara rutin sebaiknya dilakukan untuk memantau kadar gula
darah serta kesehatan kaki dan mata. Mengenali gejala-gejala hipoglikemia (kadar gula darah yang terlalu rendah) serta
hiperglikemia (kadar gula darah yang terlalu tinggi) juga sangat penting
sebagai langkah antisipasi bagi penderita diabetes.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi
metformin, disarankan segera meminumnya begitu teringat jika jadwal dosis
berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis metformin pada jadwal
berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat.
Metformin adalah
biguanida umum digunakan pada diabetes tipe 2 dan dianggap sebagai obat yang
aman dengan efek samping yang minimal. Efek
antihiperglikemik metformin disebabkan oleh penurunan produksi glukosa hepatik,
penurunan penyerapan glukosa usus, peningkatan sensitivitas insulin dan
ketinggian di penyerapan glukosa perifer dan pemanfaatan. Hasil Studi Diabetes menunjukkan bahwa pengobatan metformin
dikaitkan dengan penurunan mortalitas total dibandingkan dengan perawatan
anti-hiperglikemia lain dan pengobatan yang dianjurkan untuk jenis kelebihan
berat badan pasien diabetes 2. Metformin dianggap sebagai agen profilaksis untuk mencegah
atau menunda perkembangan diabetes pada pasien dengan gangguan toleransi
glukosa.
Selanjutnya,
wanita dengan sindrom ovarium polikistik semakin sering diobati dengan
metformin untuk tujuan mengurangi gejala hiperandrogenisme dan mempromosikan
kesuburan. Asidosis laktat merupakan efek samping
metformin yang jarang namun cukup banyak terjadi. Kejadian asidosis metabolik akibat metformin diperkirakan
adalah 0,03 per 1.000 pasien-tahun (sekitar 50%) dengan angka kematian yang
tinggi (4,5). Asidosis metabolik akibat metformin
terjadi pada pasien yang mengalami kontraindikasi dengan obat, seperti
disfungsi ginjal, penyakit hati, alkoholisme, dan penyakit cardiopulmonary.
Presentasi klinis Kejadian asidosis metabolik akibat
metformin adalah mual, muntah, anoreksia, nyeri epigastrium, diare berair,
mengantuk, lesu, hiperpnea dan haus. Hipotensi,
hipotermia, infark miokard, disritmia jantung termasuk fibrilasi ventrikel,
asistol, dan bradikardia, dan kegagalan pernafasan juga telah dilaporkan.
Hepatotoksisitas terkait metformin sangat jarang tetapi
beberapa kasus telah dilaporkan dalam literatur. Pasien-pasien
ini mengalami mual, muntah, kelemahan, penyakit kuning dengan peningkatan
transaminase serum hati dan kolestasis intrahepatik setelah memulai terapi
metformin.
Kasus dalam
penelitian ini menunjukkan temuan klinis dan laboratorium tentang kejadian
asidosis metabolik akibat metformin dan hepatotoksisitas yang diiinduksi metformin.
Hal ini sangat mungkin bahwa asidosis metabolik akibat
metformin dan hepatotoksisitas memberikan kontribusi terhadap penurunan kondisi
klinis pasien. Dalam penelitian kami, tingkat
metformin tidak dapat diukur, tetapi penyebab potensial lain adalah jauhnya
rentang anion pada asidosis metabolik untuk pasien kami karena gejala onset
akut dialami segera setelah inisiasi metformin. Overdosis
asam asetilsalisilat mungkin menyebabkan lebar gap anion asidosis metabolik,
tetapi tingkat salisilat darah ditemukan dalam jangkauan terapi pada pasien
kami. Meskipun mekanisme yang menyebabkan kejadian
asidosis metabolik akibat metformin tidak jelas, kami percaya bahwa
hepatotoksisitas dipicu karena adanya kejadian asidosis metabolik akibat
metformin.
Kesimpulannya, dimasa depan kemungkinan akan terjad lebih
banyak Kejadian asidosis metabolik akibat metformin dan hepatotoksisitas yang
diinduksi metformin karena karena peningkatan resep metformin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar