Sabtu, 19 September 2015

Perlunya Rehabilitasi dan Prosedur untuk Pasien Kanker Orofaringeal



Perlunya Rehabilitasi dan Prosedur untuk Pasien Kanker Orofaringeal
Kanker di area orofaringeal sering mempengaruhi pangkal lidah dan/atau dinding faring. Pangkal lidah sangat penting dalam tahap faring menelan, karena pangkal lidah dan gerakan dinding faring berkontribusi menggerakkan bolus melalui faring (Kahrilas, Logemann, Lin, & Ergun, 1992). Area ini kurang penting untuk fungsi bicara kecuali penutupan velofaring dipengaruhi oleh modalitas pengobatan. Hal ini dapat terjadi ketika operasi melibatkan pangkal lidah dan dinding faring samping, yang berkontribusi terhadap penutupan velofaring pada beberapa pasien. Demikian pula, otot yang memanjang dari dinding faring ke langit-langit (misalnya, otot palatofaringeus), jika terkena reseksi atau termasuk di dalamnya, akan membuat beberapa gangguan velofaring.
Seperti pada pasien kanker mulut, intervensi menelan (dan berbicara) harus dimulai awal pasca operasi dan melibatkan program latihan dan kemungkinan latihan prostetik intraoral. Obturasi gangguan velofaring secara signifikan dapat memperbaiki fungsi menelan jika pangkal lidah juga termasuk dalam reseksi tersebut. Program latihan untuk meningkatkan gerakan pangkal lidah saat menelan dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan faring menelan pada pasien ini. Umumnya, patologi berbicara pasca operasi dimulai ketika garis jahitan pasien telah sembuh yang memungkinkan latihan agresif. Pada pasien kanker mulut dan orofaring, biasanya 10 sampai 14 hari setelah operasi. Pada titik ini, pasien biasanya boleh keluar dari rumah sakit dan menjalani rehabilitasi sebagai pasien rawat jalan. Hal ini dapat menjadi kesulitan bagi pasien yang lebih tua dan tidak memiliki alat transportasi ke pusat medis. Namun, spesialis rehabilitasi dirumah mungkin kurang berpengalaman dalam merawat pasien kanker kepala dan leher seperti tenaga rehabilitasi profesional di rumah sakit.

Jadwal yang Optimal untuk Rehabilitasi
Seleksi Pengobatan sebagai Rehabilitasi Lini Pertama 
Efek bicara dan menelan yang berbeda terjadi sebagai akibat dari berbagai luasan reseksi bedah di dalam rongga mulut dan berbagai teknik rekonstruksi bedah dan radioterapi karsinoma oral (Fox, Busch, & Baum, 1987; Herberman, 1958; Logemann & Bytell, 1979; Logemann et al, 1993;. Pauloski et al, 1993; Sonies, 1993; Staple & Ogura, 1966). Dengan demikian, rehabilitasi dimulai dengan perencanaan pengobatan, dimana tantangannya adalah untuk mengidentifikasi strategi pengobatan yang optimal untuk menghilangkan tumor atau mengkontrol penyebab utama penurunan fungsi menelan. Umumnya, keputusan pengobatan terbaik dibuat dalam konferensi tumor dimana para tenaga profesional mengobati tumor (misalnya, ahli onkologi radiasi, struktur dan dimensi medis orofaringeal (Logemann, 1983b, 1993; Logemann Kahrilas, Kohara, & Vakil, 1989;. Rasley et al, 1993 ; Shanahan, Logemann Rademaker, Pauloski, & Kahrilas, 1993;. Welch, Logemann, Rademaker, & Kahrilas, 1993). Evaluasi videofluoroskopi dari orofaringeal menelan pada pasien kanker kepala dan leher (barium menelan yang dimodifikasi) biasanya memfasilitasi kecepatan pemulihan pasien (Rasley et al., 1993).
Jika pasien menjalani radioterapi pasca operasi atau jika radioterapi merupakan modalitas pengobatan utama dengan kombinasi kemoterapi, pasien dapat menerima intervensi rehabilitasi selama periode pengobatan radiasi dan sesudahnya. Jika pasien mengalami efek samping radioterapi yang mencegah rehabilitasi dilaksanakan secara rutin, pasien biasanya dianjurkan untuk mencoba melanjutkan beberapa latihan untuk menjaga berbagai gerakan dan fleksibilitas dari bibir, lidah, rahang, laring, dan faring.
Sayangnya, rencana biaya prospektif saat ini untuk menutupi biaya rumah sakit sering membuat rehabilitasi rawat inap menjadi lebih sulit. Karena pasien secara singkat tinggal di rumah sakit setelah perawatan bedah, mereka seringkali pulang tanpa memiliki kontak dengan anggota tim rehabilitasi. Karena pasien sering tidak kuat secara fisik ketika pulang dari rumah sakit, mereka mungkin tidak dapat segera kembali ke rumah sakit untuk rehabilitasi rawat jalan. Akibatnya, beberapa minggu berlalu sebelum rehabilitasi rawat jalan dimulai. Tepat pada saat pasien mulai rehabilitasi rawat jalan, ia juga mulai melakukan radioterapi pasca operasi. Pada 3 sampai 4 minggu radioterapi, pasien mungkin menderita peningkatan gangguan fungsional dan menjadi depresi karena fungsi menelannya memburuk. Ulasan data dari studi prospektif kami 186 pasien kanker mulut dan orofaringeal yang dilakukan pembedahan di 10 rumah sakit menunjukkan bahwa hanya 50 % dari pasien menerima terapi bicara dan menelan dan kurang dari 10 % menerima intervensi prostetik rahang atas. Pada 3 bulan pasca pengobatan, 50 % dari pasien tidak menindaklanjuti. Hipotesis kami menyatakan bahwa pasien tersebut kecewa dengan kemampuan fungsionalnya dan kurang aktif melakukan rehabilitasi, dan berhenti berusaha. Rehabilitasi awal dan aktif sangat penting untuk keberhasilan fungsi pada pasien kanker kepala dan leher. Tanggung jawab menetapkan rencana rehabilitasi dan mendidik pasien dan keluarga tentang pentingnya rehabilitasi adalah pada anggota tim rehabilitasi, termasuk dokter pasien.





















Gangguan Menelan Setelah Radioterapi Rongga Mulut dan Orofaring
Selama menjalani radioterapi rongga mulut, pasien sering mengalami berkurangnya aliran air liur atau xerostomia, jika beberapa atau semua kelenjar ludah terpapar radiasi; dapat terjadi edema; dan, kadang-kadang, koreng di mulut (mucositis). Perubahan saliva tersebut permanen dan yang paling menjengkelkan bagi pasien adalah karena tidak ada strategi manajemen yang efektif. Obat untuk merangsang air liur dan produk pseudo-air liur sering kali kurang efektif. Pasien sering menjadi tidak puas dengan hal ini dan menghentikan penggunaannya. Xerostomia saja dapat menyebabkan perubahan menelan, termasuk mengurangi kecepatan gerakan lidah yang menyebabkan keterlambatan dalam waktu transit oral dan perubahan pola gerakan lidah mungkin berkontribusi terhadap keterlambatan dalam memicu faring menelan. Perubahan berikut adalah sama dengan yang dialami oleh orang yang menelan normal yang biasanya melakukannya dengan cepat dan berulang kali menelan lima atau enam kali berturut-turut (Hughes et al. 1987).
Juga terbentuk fibrosis sebagai akibat dari kerusakan pembuluh darah kecil di area yang dimediasi. Perubahan fibrosis serat otot jaringan ikat dapat terus terjadi selama bertahun-tahun. Pasien dengan gigi palsu atau prostesis mungkin perlu menghentikan memakainya selama dan setelah radioterapi, karena kontak gigi tiruan atau prostesis terhadap jaringan oral dapat membuat iritasi dan luka terbuka yang akan mengalami kesulitan penyembuhan karena kurangnya pasokan darah akibat radioterapi. Sebelum dan selama radioterapi rongga mulut, semua atau beberapa gigi pasien harus menjalani perawatan fluoride secara teratur untuk mencegah karies (Fleming, 1982). Beberapa pasien mengalami penundaan untuk memicu faring menelan selama atau kadang-kadang setelah radioterapi. Jika faring berada pada area radiasi (misalnya, ketika bagian belakang dan pangkal lidah dan tonsil adalah lokasi tumor), terjadi penurunan kontraksi faring, gerakan pangkal lidah, dan elevasi laring (Lazarus, 1993;. Lazarus et al, 1996). Masalah-masalah ini menyebabkan residu pada faring setelah menelan, sering menyebabkan aspirasi setelah menelan. Pasien-pasien ini biasanya mendapatkan keuntungan dari menelan super-supraglotik dan manuver Mendelsohn (Logemann, Rademaker, Colangelo, & Pauloski, 1997;. Logemann et al, 1993).
Tidak semua efek radioterapi terjadi selama atau setelah serangkaian pengobatan. Tidak biasa terjadi bagi pasien iradiasi mengalami masalah menelan satu tahun atau lebih setelah selesainya radioterapi. Pemeriksaan fluoroskopik paling sering mengungkapkan keterlambatan dalam memicu faring menelan, mengurangi kontraksi dinding faring, dan mengurangi elevasi laring (Lazarus en al., 1996). Penting bagi pasien yang akan menjalani radioterapi rongga mulut dan/atau faring untuk memulai latihan gerakan lidah, rahang, dan laring sebelum radioterapi dimulai dan terus melakukannya setidaknya dua kali sehari selama radioterapi dan untuk jangka waktu berbulan-bulan sesudahnya. Banyak pasien harus terus melakukan latihan ini untuk mencegah fibrosis.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar