CHIKUNGUNYA
Chikungunya berasal dari bahasa Shawill berdasarkan
gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that
which contorts or bends up), mengacu pada postur penderita yang membungkuk
akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini terjadi pada lutut
pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Demam Chikungunya disebabkan
oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk keluarga Togaviridae, Genus
alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti.
A. EPIDEMIOLOGI
Virus Chikungunya pertama kali
diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952. Virus ini terus menimbulkan epidemi
di wilayah tropis Asia dan Afrika. Di
Indonesia Demam Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda tahun 1973.
Kemudian berjangkit di Kuala Tunkal, Jambi, tahun 1980. Tahun 1983 merebak di
Martapura, Ternate dan Yogyakarta. Setelah
vakum hampir 20 tahun, awal tahun 2001 kejadian luar biasa (KLB) demam
Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor
bulan Oktober. Demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi Jawa Barat,
Purworejo dan Klaten Jawa Tengah tahun 2002.
CHIKV sebagai penyebab demam
Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke Indonesia. Sekitar 200-300 tahun
lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan atau savana di
Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa baboon
(Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle) di antara satwa
primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus, Aeluteocephalus, Ae opok,
Ae. furciper, Ae taylori, Ae cordelierri). Pembuktian ilmiah yang meliputi
isolasi dan identifikasi virus baru berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di
Tanzania 1952-1953.
Setelah beberapa lama, karakteristik
CHIKV virus yang semula bersiklus dari satwa primata-nyamuk-satwa primata,
dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-manusia. Tidak semua virus asal hewan dapat
berubah siklusnya seperti itu. Di daerah permukiman (urban cycle), siklus virus
chikungunya dibantu oleh nyamuk Aedes aegypti.
Beberapa negara di Afrika yang
dilaporkan telah terserang virus chikungunya adalah Zimbabwe, Kongo, Burundi,
Angola, Gabon, Guinea Bissau, Kenya, Uganda, Nigeria, Senegal, Central Afrika,
dan Bostwana. Sesudah Afrika, virus chikungunya dilaporkan di Bangkok (1958),
Kamboja, Vietnam, India dan Sri Lanka (1964), Filipina dan Indonesia (1973).
Chikungunya pernah dilaporkan menyerang tiga korp sukarelawan perdamaian
Amerika (US Peace Corp Volunteers) yang bertugas di Filipina, 1968.
Hasil penelitian terhadap
epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok Thailand dan
Vellore Madras, India menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam
interval 30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan,
kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor.
Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor (nyamuk penular) dan status
kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit chikungunya sering
tidak mudah karena serum chikungunya mempunyai reaksi silang dengan virus lain
dalam satu famili.
Dari beberapa literatur tampak ada
kecenderungan gelombang epidemi 20 tahunan. Fenomena ini sering dikaitkan
dengan perubahan iklim dan cuaca. Antibodi yang timbul dari penyakit ini
membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Perlu waktu
panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.
B. PENULARAN PENYAKIT DAN
PENYEBARAN PENYAKIT
Penyebaran CHIKV dapat ditularkan
melalui gigitan nyamuk. Nyamuk dapat menjadi berpotensi menularkan penyakit
bila pernah menggigit penderita demam chikungunya. Kera dan beberapa binatang
buas lainnya juga diduga dapat sebagai perantara (reservoir) penyakit ini.
Nyamuk yang terinfeksi akan menularkan penyakit bila menggigit manusia yang
sehat.
Aedes aegypti (the yellow fever
mosquito) adalah vektor utama atau pembawa CHIKV. Aedes albopictus (the Asian
tiger mosquito) mungkin juga berperanan dalam penyebaran penyakit ini di
kawasan Asia. Dan beberapa jenis spesies
nyamuk tertentu di daerah Afrika juga ternyata dapat menyebarkan penyakit
Chikungunya.
Masih belum diketahui secara pasti
bagaimana virus tersebut menyebar antar negara. Mengingat penyebaran CHIKV
antar negara relatif pelan, kemungkinan penyebaran ini terjadi seiring dengan
perpindahan nyamuk. Dewasa ini makin sering berbagai penyakit hewan dari tengah
hutan yang merebak (spill over) ke permukiman penduduk. Sebutlah di antaranya
St Louis Encephalitis dan Sungai Nil Barat (West Nile),
yang telah menimbulkan banyak korban. Peredaran virus memang tak bisa lagi
dibatasi oleh posisi geografi. Hutan yang tadinya tertutup menjadi terbuka,
daerah yang dulu terisolir kini bisa dengan mudah berhubungan ke mana saja.
Cara perpindahan virus bisa berupa apa saja.
Pada era globalisasi yang serba
cepat seperti sekarang ini, seseorang hari ini dapat berada di Eropa atau
Afrika, dan esok harinya sudah berada di benua lainnya seperti di Bali atau Jakarta. Dengan pola
perpindahan penduduk yang sangat cepat ini, sangat potensial terjadi penyebaran
berbagai macam penyakit termasuk virus. Orang yang tertular penyakit di suatu
negara bisa saja membawanya ke Indonesia.
Penyakit yang dibawa ada yang dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat pula
berlanjut siklusnya bila faktor pendukungnya ada. Perdagangan satwa langka yang
cukup mendapat sorotan beberapa waktu lalu, bisa saja membawa serta virus dari
hutan ke tempat yang jauh di negeri orang. Belum lagi nyamuk yang dapat
menyelundup ke dalam kabin pesawat terbang dan beterbangan di Indonesia.
C. DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI
KLINIS
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu
beberapa uji serologik antara lain uji hambatan aglutinasi (HI), serum
netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan serologis ini hanya
bermanfaant digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian, tidak
bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari.
Masa inkubasi terjadinya penyakit
sekitar dua sampai empat hari, sementara manifestasinya timbul antara tiga
sampai sepuluh hari. Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba
tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu
gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa
sakit pada tulang-tulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu
tulang. Dalam beberapa kasus didapatkan juga penderita yang terinfeksi tanpa
menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus chikungunya.
Virus yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus menyerang
semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak
penderita akan mengalami demam tinggi selama lima
hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima
hari.
Pada anak kecil dimulai dengan demam
mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata
biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang
demam. Gejala lain yang ditimbulkan adalah mual, muntah kadang disertai diare.
Pada anak yang lebih besar, demam
biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran
kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat
dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila
berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada
anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali
dijumpai perdarahan maupun syok.
Penyakit ini tidak sampai
menyebabkan kematian. Nyeri pada persendian tidak akan menyebabkan kelumpuhan.
Setelah lewat lima
hari, demam akan berangsur-angsur reda, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian
dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh seperti semula. Penderita
dalam beberapa waktu kemudian bisa menggerakkan tubuhnya seperti sedia kala.
Meskipun dalam beberapa kasus kadang rasa nyeri masih tertinggal selama
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Biasanya kondisi demikian terjadi pada
penderita yang sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri tulang dan otot.
Pada pendertita demam Chikungunya
akut tipikal mengalami gejala klinis dalam beberapa hari hingga 2 minggu.
Tetapi seperti infeksi dengue, West Nile
fever, o'nyong-nyong fever dan demam arbovirus lainnya, beberapa penderita
mengalami kelelahan berkepanjangan ”prolonged fatigue” dalam beberapa minggu.
Dalam beberapa literatur tidak pernah dilaporkan kejadian kematian, kasus
neuroinvasive, dan kasus perdarahan dalam penyakit ini.
Meskipun ditularkan oleh nyamuk yang
sama dengan penyakit demam berdarah, tetapi karakteristik penyakit ini berbeda.
Bedanya pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun
kematian.
Setelah terjadi infeksi virus ini
tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat mereka kebal terhadap
wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian, dalam jangka panjang
penderita relatif kebal terhadap penyakit virus ini.
D. PENATALAKSANAAN
Demam Chikungunya termasuk ”Self
Limiting Disease” atau penyakit yang sembuh dengan sendirinya. Tak ada
vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan yang diberikan
hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya. Seperti, obat
penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan paracetamol, sebaiknya
dihindarkan penggunaan obat sejenis asetosal. Antibiotika tidak diperlukan pada
kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi sekunder
tidak bermanfaat.
Untuk memperbaiki keadaan umum
penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama
protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar
atau minum jus buah segar.
Pemberian vitamin peningkat daya
tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk penanganan penyakit. Selain vitamin,
makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan
daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa
mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan untuk mengatasi
kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.
E. PENCEGAHAN
Satu-satunya cara menghindari
penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup
dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan
juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih.
Nyamuk bercorak hitam putih ini juga
senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di
belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini juga menyenangi tempat yang gelap
dan pengap.
Mengingat penyebar penyakit ini
adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan
adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue.
Insektisida yang digunakan untuk
membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk
mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan
dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka
hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun,
pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan
cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan
sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang
biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
Halaman atau kebun di sekitar rumah
harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama
pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka
setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari
dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.
Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.
Pencegahan individu dapat dilakukan
dengan cara khusus seperti penggunaan obat oles kulit (insect repellent) yang
mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan baju lengan panjang dan
celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah tertentu yang sedang
terjadi peningkatan kasus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar