Sabtu, 19 September 2015

PERTANYAAN-PERTANYAAN YANG UMUMNYA DITANYAKAN MENGENAI AFASIA PADA ANAK



PERTANYAAN-PERTANYAAN YANG UMUMNYA DITANYAKAN
MENGENAI AFASIA PADA ANAK

1.      Apakah Anak Afasia?
Anak afasia adalah seorang anak yang gagal mengembangkan kemampuan bahasa yang memadai atau seseorang yang mengalami ketidak mampuan menerima bahasa karena kerusakan otak. Berlawanan dengan kemampuan non-verbalnya, perkembangan bahasanya  biasanya terhambat. Lahir prematur, cacat bawaan, cedera kelahiran, penyakit ketidaksesuaian darah, perubahan kimia darah, gangguan kelenjar, epilepsi, meningitis, ensepalitis, tumor dan trauma merupakan beberapa penyebab cedera otak.
Adakalanya seorang anak yang mengalami kelemahan bahasa secara etiologi mungkin tidak dapat dinyatakan secara organis melalui pemeriksaan neurologis biasa dan EEG. Namun evaluasi bahasa dan psikodiagnostik menegakkan kerusakan dalam area persepsi, konsep dan bahasa yang bersamaan dengan sindrom perilaku tertentu mungkin mengelompokkan anak ini sebagai seorang afasia. Afasia pada anak sangat mudah membingunkan ketika tidak disertai dengan berbagai hambatan misalnya kerusakan pendengaran dan penglihatan dan penghambatan mental. Anak yang mengalami cedera otak mungkin mengalami masalah belajar dan perilaku tetapi tidak selalu mempengaruhi kelemahan bahasa.

2.      Bagaimana Mengetahui Ketika Seorang Anak Terkena Afasia?
Ini merupakan pertanyaan yang paling umum ditanyakan oleh orang tua dan guru. Diagnosanya sulit dan seringkali melemahkan temuan neurologis. Jika kerusakan lain misalnya kelemahan pendengaran dan penglihatan, palasi otak, dan penghambatan mental, gambaran diagnosa menjadi lebih rancu. Utamanya diagnosis yang akurat harus dilakukan jika seorang anak diuji. Lagi pula, kerusakan akibat afasia seringkali merangsang gejala dan kerusakan lain. Contohnya, anak dengan kelemahan pendengaran mungkin mengalami kehilangan pendengaran. Anak yang mengalami cedera otak mungkin mengalami beberapa masalah perilaku yang tidak seperti gangguan emosi pada anak. Diagnosa memerlukan opini tim ahli yang dibuat ahli syaraf, psikiatri, psikolog, dokter dan terapis wicara. Seringkali kelemahan perkembangan bahasa merupakan sasaran gejala pertama afasia yang diamati oleh keluarga. Disamping masalah bahasa, anak mungkin terlambat mengembangkan kemampuan motorik dan hubungan personal-sosial yang memadai. Pada anak yang mengalami cedera otak, pertumbuhan dan perkembangan umum selain bahan mungkin dalam taraf yang normal.
Gangguan afasia terjadi pada tiga bidang: (1) perilaku, (2) pembelajaran, dan (3) bahasa. Perilaku pada anak afasia mungkin bersifat salah satu kombinasi berikut: hiperaktivitas, hipoaktivitas, perhatian pendek, agresif, tidak sesuainya pemahaman, ketakutan, over perkumpulan, masalah emosional menengah dan parah, reaksi katastrofi, perilaku tak terduga, kecenderungan kekerasan, dan paksaan yang tak biasa.
Defisit Pembelajaran yaitu gangguan pendengaran dan penglihatan yang meliputi kekacauan bentuk tubuh, gangguan sisi depan dan belakang, lemahnya koordinasi mata-tangan, masalah visual-motorik, menggenggam tak menentu, lemahnya kemampuan untuk menggerakkan seluruh bagian dan gangguan sendi. Hasilnya terjadi kekurangan konsep pembentukan dan intisari seluruh proses.
Masalah bahasa terdiri dari agnosia audio-verbal, agnosia visual-verbal, masalah bahasa (artikulasi), lemahnya perbendaharaan kata dan bentuk kalimat, dan ketidakmampuan menerima bahasa simbolis (membaca, mengeja, aritmatika).
Masalah-masalah ini terlihat terpisah atau bersamaan pada saat pra-sekolah atau selanjutnya. Anak dengan masalah yang paling parah akan menerima evaluasi dan diagnosa pertama kali.
Hampir tidak mungkin untuk menilai masalah anak-anak dalam dasar kontak tunggal. Kebanyakan anak tidak merespon pengujian situasi dan kebanyakan terhantung pada observasi klinis tentang perilaku. Beberapa kontak seringkali memerlukan  waktu yang banyak sebelum evaluasi yang komprehensif dilakukan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar