OBAT
GENERIK
A.
Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
manusia dan merupakan salah satu modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional
menuju terciptanya kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapainya, perlu dilakukan
suatu upaya kesehatan. Menurut Kepmenkes nomor 1197/Menkes/Sk/X/2004 tentang
standar pelayanan farmasi di rumah sakit, upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Siregar, 2004).
Permasalahan-permasalahan mulai muncul dalam usaha untuk
melaksanakan upaya kesehatan tersebut. Fakta yang berkembang dewasa ini adalah
kesehatan bukanlah barang murah yang dapat di beli dan nikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat. Salah satu contoh adalah tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan
masyarakat untuk melakukan pengobatan atau membeli obat, padahal obat merupakan
salah satu elemen penting dalam melakukan penyembuhan penyakit (kuratif).
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah
akan obat., pemerintah meluncurkan Obat Generik Berlogo (OGB) pada tahun 1991.
Kemudian pemerintah juga menerbitkan kebijakan kewajiban penggunaan obat
generik bagi institusi layanan medis pemerintah, melalui Permenkes nomor
HK.02.02/Menkes/068/I/2010. Akan tetapi masyarakat memiliki asumsi bahwa obat
generik adalah obat kelas dua yang artinya memiliki mutu kurang bagus. Harganya
yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama
berkualitasnya dengan obat bermerk. Padahal zat berkhasiat yang dikandung obat
generik sama dengan obat bermerk.
Kurangnya informasi seputar obat generik adalah salah satu
faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Padahal dengan beranggapan
demikian, selain merugikan pemerintah, pihak pasien sendiri menjadi tidak
efisien dalam membeli obat.
B.
Definisi Obat Generik
Obat generik adalah obat yang telah habis
masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa
perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek
dagang dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat
aktifnya. Dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama
(merek). Zat aktif amoxicillin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek
”inemicillin”, sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan seterusnya,
sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut, bahannya sama:
amoxicillin.
1.
Zat aktif
Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat) , antara obat
generik (baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat paten.
Namun Obat generik lebih murah dibanding obat yang dipatenkan.
2.
Mutu
Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena
bahan bakunya sama. Ibarat sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi tubuh
dari sengatan matahari dan udara dingin. Hanya saja, modelnya beraneka ragam.
Begitu pula dengan obat. Generik kemasannya dibuat biasa, karena yang
terpenting bisa melindungi produk yang ada di dalamnya. Namun, yang bermerek
dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan berbagai warna. Kemasan itulah
yang membuat obat bermerek lebih mahal.
3.
Obat
Generik Berlogo
Obat Generik Berlogo (OGB) merupakan program Pemerintah Indonesia
yang diluncurkan pada 1989 dengan tujuan memberikan alternatif obat bagi
masyarakat, yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan
obat yang cukup.
Tujuan OGB diluncurkan untuk memberikan alternatif obat yang
terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal mutu, sudah tentu sesuai
standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh Pemerintah.
Hanya bedanya dengan obat bermerek lain adalah OGB ini tidak ada biaya promosi,
sehingga harganya sangat terjangkau dan mudah didapatkan masyarakat.
Awalnya, OGB diproduksi hanya oleh beberapa industri farmasi
BUMN. Ketika OGB pertama kali diluncurkan, Departemen Kesehatan RI gencar
melakukan sosialisasi OGB sampai ke desa-desa. Saat ini program sosialisasi ini
masih berjalan walaupun tidak segencar seperti pada awal kelahiran OGB. Pada
awalnya, produk OGB ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan obat institusi
kesehatan pemerintah dan kemudian berkembang ke sektor swasta karena adanya
permintaan dari masyarakat.
OGB mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis
putih dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo
tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan
sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai
lapisan masyarakat.
C.
Sejarah Obat Generik
Obat Generik Berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991 oleh
pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke
bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu. Harga obat generik
dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat.
Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik
pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Mengingat obat merupakan
komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan, peningkatan pemanfaatan obat
generik akan memperluas akses terhadap pelayanan kesehatan terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah (Anonim 1, 2011).
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset
dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, masa berlaku paten di Indonesia
adalah 20 tahun. Selama 20 tahun perusahaan farmasi tersebut memiliki hak
eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud, dan perusahaan
lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa. Setelah
berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik. Obat
generik ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerk (branded
generic). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat aktif pada kedua jenis obat
generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan merek yang terdapat pada
kemasan obat. Obat generik berlogo adalah obat yang umumnya disebut obat
generik saja sedangkan obat generik bermerek biasanya menyantumkan perusahaan
farmasi yang memproduksinya.
Sebagai contoh perusahaan X-Farm memiliki hak paten atas
produk X-Mox® yang memiliki kandungan zat aktif Amoksisilin. Karena hak
paten ini, tidak ada obat lain dengan kandungan yang sama di negara-negara yang
mengakui paten ini. Jika ada, maka itu merupakan kerjasama khusus dengan
X-Farm. Setelah 20 tahun berlalu, paten ini akan kadaluwarsa dan
perusahaan-perusahaan farmasi lain baru akan dapat memproduksi obat dengan
kandungan yang sama. Walaupun demikian, perusahaan-perusahaan lain tersebut
tidak dapat menggunakan merk dagang X-Mox® yang tetap menjadi hak milik
eksklusif X-Farm. Perusahaan-perusahaan ini dapat menggunakan nama generik
Amlodipine (Obat generik berlogo) atau menggunakan merk sendiri (Obat generik
bermerek).
Meskipun Obat generik berlogo da obat generik bermerek
sama-sama merupakan obat generik, obat generik bermerek memiliki harga jual
yang lebih mahal karena harganya ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi
tersebut sedangkan obat generik berlogo telah ditetapkan harganya oleh
pemerintah agar lebih mudah dijangkau masyarakat.
Menurut Permenkes nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010, definisi
obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten. Obat Generik adalah obat
dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat
generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang
bersangkutan.
D. Arti
Logo Generik
Obat Generik Berlogo (OGB) mudah dikenali dari logo lingkaran
hijau bergaris-garis putih dengan tulisan “Generik” di bagian tengah lingkaran.
Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan
keamanan. Sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat.
E.
Undang-Undang tentang Obat Generik
1) Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang
Harga Obat Generik.
2) Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/068/I/2010 Tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
a) Pasal
2 :
“Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Pemerintah Daerah wajib menyediakan obat
generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan rawat inap dalam bentuk
formularium”
b) Pasal
3:
“Dinas
Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib menyediakan obat
esensial dengan nama generik untuk kebutuhan Puskesmas dan Unit Pelaksana
Teknis lainnya sesuai kebutuhan”
c) Pasal
4 :
(I)
”Dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai
indikasi medis”
(II) “Dokter dapat menulis resep untuk diambil
di Apotek atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal obat generik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan”
d) Pasal
7 :
“Apoteker
dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.”
e) Pasal
8 :
“Dokter
di Rumah Sakit atau Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya dapat
menyetujui pergantian resep obat generik dengan obat generik bermerek/bermerek
dagang dalam hal obat generik tertentu belum tersedia.”
3) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pasal 24 (b):
“Dalam
melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien”
F.
Penandaan pada Obat Generik
Untuk mempermudah pengelolaan obat, pemerintah menetapkan
beberapa peraturan mengenai ”tanda” untuk membedakan jenis-jenis obat yang
beredar di wilayah Republik Indonesia. Begitu juga dengan obat generik,
walaupun dapat dibeli dengan harga yang relatif murah, namun pembelian
obat-obat generik ini juga tidak sembarangan dan harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut (Umar, 2005):
1) Kepmenkes
RI No. 2380/ASK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat bebas Terbatas
2) Kepmenkes
RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat keras Daftar G.
Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut diatas, maka obat
generik juga dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:
1) Obat
bebas
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hiau dengan garis
tepi hitam. Adapun contoh obat generik golongan obat bebas adalah: Paracetamol®
2) Obat
bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat
diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru
dengan garis tepi hitam. Adapun contoh obat generik golongan obat bebas
terbatas adalah: Dextrometorphan®
3) Obat
keras daftar G
Obat keras daftar G adalah obat yang dapat diperoleh hanya
dengan resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan
garis tepi hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Adapun contoh obat
generik golongan obat keras daftar G adalah: Albendazole®
G.
Fakta tentang Obat Generik
Kesadaran masyarakat Indonesia akan konsumsi obat generik
masih kurang. Hal ini disebabkan masih adanya anggapan bahwa obat generik yang
harganya lebih murah tidak berkualitas jika dibandingkan dengan obat bermerek.
Konsumsi obat generik di Indonesia paling rendah jika dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya. Di Thailand, konsumsi obat generik mencapai 25% dari
penjualan obatnya sedangkan di Malaysia mencapai 20% pada tahun 2007. Sepanjang
tahun 2007, penjualan obat generik yang dikonsumsi masyarakat Indonesia hanya
mencapai 8,7% dari total penjualan obat (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2009) .
Harga obat di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan dengan harga obat di
negara lain sebab harga obat tersebut termasuk ke dalam biaya distribusi,
rumitnya tata niaga obat, pajak pertambahan nilai, dan biaya promosi pada para
dokter.
Sebenarnya kualitas obat generik tidak kalah dengan obat
bermerek lainnya. Hal ini dikarenakan obat generik juga mengikuti persyaratan
dalam Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga
harus lulus uji bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE). Uji ini dilakukan untuk
menjaga mutu obat generik. Studi BE dilakukan untuk membandingkan profil pemaparan
sistematik (darah) yang memiliki bentuk tampilan berbeda-beda (tablet, kapsul,
sirup, salep, dan sebagainya) dan diberikan melalui rute pemberian yang
berbeda-beda. Pengujian BA dilakukan untuk mengetahui kecepatan zat aktif dari
produk obat diserap oleh tubuh ke sistem peredaran darah.
Bila kualitas dari obat generik dan obat bermerek dapat
dikatakan sebanding, lalu mengapa harga obat generik lebih murah? Hal ini dapat
disebabkan karena:
1) Harga
obat generik dikendalikan pemerintah melalu Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang Harga Obat Generik.
2) Obat
generik dijual dalam kemasan dengan jumlah besar.
3) Obat
generik tidak memerlukan biaya kemasan yang tinggi. Seperti kita ketahui bahwa
perbedaan antara obat bermerek dan obat generik hanya terdapat pada tampilan
obat yang lebih menawan dan kemasan yang lebih bagus sehingga terasa lebih
istimewa. Obat generik kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa
melindungi produk yang ada di dalamnya.
4) Obat
generik tidak memerlukan biaya promosi atau iklan
H.
Simpulan
1) Obat
Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names
(INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
2) Kualitas
obat generik tidak kalah dengan obat bermerek karena obat generik memenuhi
persyaratan dalam Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) dan lulus uji bioavailabilitas/bioekivalensi
(BA/BE) seperti yang distandarkan oleh BPOM.
3) Harga
obat generik lebih murah daripada obat bermerek karena : harga dikendalikan
pemerintah, dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, tidak memerlukan biaya
kemasan, dan tidak memerlukan biaya promosi atau iklan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim 1. 2011. Obat
Generik : Don’t Judge It by The Name . available at :
http://www.chem.itb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=1%3Anews&id=42%3Aobat-generik&lang=in
Anonim 2. 2007. Obat
Generik, Harga Murah Tapi Mutu Tidak Kalah. Available at:
http://medicastore.com/obat_generik/
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang Harga
Obat Generik.
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
Siregar, C.J.P.
2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Terapan. Jakarta: EGC.
Umar, M. 2005. Manajemen
Apotek Praktis. Solo: Penerbit CV Ar-Rahman.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar