VITAMIN D
Vitamin D tergolong vitamin yang mudah larut
dalam lemak dan merupakan prahormon jenis sterol. Vitamin D merupakan kelompok
senyawa sterol yang terdapat di alam, terutama pada hewan, tetapi juga
ditemuikan di tumbuhan maupun ragi. Vitamin D terdiri dari dua jenis, yaitu
vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3
(kholekalsiferol). Ergokalsiferol biasanya terdapat dalam steroid tanaman,
sedangkan kholekalsiferol terdapat pada hewan. Kedua jenis vitamin D tersebut
memiliki struktur kimia berbeda, namun fungsinya identik.
Sebenarnya, terdapat lebih
kurang 10 derivat sterol yang memiliki aktivitas vitamin D, namun
ergosterol dan 7α-dehidrokolesterol, merupakan provitamin D utama
yang menghasilkan secara berturut-turut D2 dan D3. Pada tuimbuhan, iradiasi ergosterol
menyebabkan terbentuknya ergokalsiferol (vitamin D2). Pada hewan,
iradiasi 7α-dehidrokolesterol menghasilkan
kholekalsiferol (vitamin D3).
Struktur Kimia Vitamin D
Vitamin D termasuk dalam grup sterol. Nama
vitamin D adalah nama umum dari semua steroid yang secara kualitatif
memperlihatkan aktivitas kholekalsiferol. Gambar 1., menampilkan struktur kimia
vitamin D2 dan vitamin D3.
|
|
|
Sifat-sifat Vitamin D
Kholekalsiferol tidak
larut dalam air, larut dalam larutan organik dan minyak tumbuh-tumbuhan. Cairan
aseton akan menyebabkan Kholekalsiferol berbentuk kristal halus putih.
Kholekalsiferol dirusak oleh sinar ultraviolet yang berlebihan dan oleh
peroksida dengan adanya asam lemak tidak
jenuh yang tengik. Bahan pangan campuran yang cukup kandungan vitamin E dan
antioksidan bisa melindungi rusaknua vitamin D.
Manfaat Vitamin D
Vitamin D2 dan D3,
memiliki nilai antirachitis yang sama untuk manusia, anjing, babi, tikus
dan ruminansia, namun pada unggas, D3 lebih bermanfaat daripada D2.
Vitamin D berfungsi dalam
homeostasis kalsium-fosfor bersama-sama dengan parathormon dan calcitonin.
Kalsium darn fosfor sangat diperlukan pada proses-proses biologik. Kalsium
penting untuk kontraksi otot, transmisi impul syaraf, pembekuan darah dan
struktur membran. Vitamin D juga berperan sebagai kofaktor bagi enzim-enzim,
seperti lipase dan ATP-ase. Fosfor memegang peranan penting sebagai komponen
DNA dan RNA, fosforilasi protein-protein untuk pengaturan jalur-jalur
metabolik. Kalsium dan Fosfor serum pada kadar tertentu penting untuk
mineralisasi tulang secara normal .
Sumber Vitamin D
Vitamin D terkandung dalam
minyak hati dari berbagai ikan, susu, mentega, kuning telur, dan tumbuh-tumbuhan
yang telah disinari.
Metabolisme Vitamin D
Vitamin D dari makanan diserap pada bagian
proksimal usus halus. Baik anak-anak maupun orang dewasa dapat menyerap sampai
80% dari jumlah vitamin D yang dikonsumsi, tergantung faktor-faktor yang membantu
atau menghambat penyerapan. Setelah
diserap, vitamin D digabungkan dengan kilomikron dan diangkut dalam sistem
limfatik. Dari sistem
limfatik, vitamin D dilepaskan, dari kilomikron dan masuk ke saluran darah. Di
dalam plasma darah, vitamin D diikat oleh suatu protein pentransport, yaitu vitamin
D-binding protein (DBP) atau
globulin. Melalui saluran darah tersebut, vitamin D ditransportasikan ke hati
dan oleh mikrosom/mitokondria hati,
vitamin D3 dihidroksilasi pada posisi ke-25, menjadi kalsidiol
(calcidiol, atau
25-hidroksi-kolekalsiferol/ 25-hidroksi vitamin D3 ) dengan bantuan
enzim 25-D3-hidroksilase. Selanjutnya 25-hidroksi vitamin D3
memasuki sirkulasi menuju ginjal.
Bila
kadar kalsium darah rendah, kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon parathormon
yang akan merubah kalsidiol menjadi kalsitriol. Proses ini terjadi di
mitokondria tubulus proksimalis ginjal, dimana 25-hidroksi vitamin D3
mengalami hidroksilasi pada posisi ke-1 menjadi 1α- 25-dihidroksi vitamin D3,
dengan bantuan enzim 1α-hidroksilase. Senyawa 1α-25-dihidroksi vitamin D3 inilah yang
merupakan metabolit vitamin D3 yang paling kuat dan berperan dalam
meningkatkan absorbsi kalsium dalam usus dan reabsorbsi kalsium dalam ginjal. Bila kadar kalsium darah tinggi, kelenjar
gondok (tiroid) mengeluarkan hormon kalsitonin (calcitonin) yang akan mengubah
kalsidiol menjadi 24,25-dihidroksi
vitamin D3 dengan adanya peran enzim 24-hidroksilase yang
menghidrolisis 25-hidroksi vitamin D3 pada posisi 24. Metabolit
24,25-dihidroksi vitamin D3 ini adalah bentuk vitamin D inaktif,
berkepentingan dalam peningkatan absorbsi kalsium dari usus, tetapi menurunkan
kalsium dan fosfor serum untuk meningkatkan mineralisasi tulang.
Defisiensi Vitamin D
Gejala
defisiensi vitamin D antara lain : (1) rakhitis, yaitu suatu kelainan dari
tulang akibat kekurangan kalsium dan/fosfor. Terjadi terutama pada bayi atau
hewan muda. Hanya mamalia dan burung yang dapat terserang rakhitis. (2)
Osteomalasia, suatu keadaan yang ditandai oleh dekalsifikasi sebagian tulang
yang mengakibatkan tulang menjadi lunak
dan rapuh. Hal ini terjadi pada orang dewasa dan hewan yang tulangnya sudah
tumbuh sempurna. (3)
Konsentrasi fosfor serum yang rendah, dan (4) Penebalan dan pembengkakan
persendian.
Penyakit
lain yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin D adalah gigi akan lebih mudah
rusak, otot mengalami kejang-kejang, pertumbuhan tulang tidak normal yang
biasanya betis kaki akan membentuk huruf O atau X.
Defisiensi
vitamin D primer, bisa terjadi apabila dalam diet kurang kalsium, kurang sinar
matahari, yang terjadi pada ibu hamil pada iklim dingin. Defisiensi sekunder
bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain gangguan absorbsi lemak,
kegagalan fungsi ginjal, hipoparatiroid, pemakaian obat antikonvulsi dalam
waktu lama.
KHASIAT
VITAMIN D UNTUK MENGOBATI PERADANGAN SARAF
Hubungan
defisiensi vitamin D dengan tingginya prevalensi, tingkat kekambuhan dan
perkembangan multiple sclerosis (MS) telah membangkitkan minat yang besar dalam
menggunakan suplemen vitamin D sebagai tindakan pencegahan dan bahkan untuk
terapi MS. Namun, kurang terdapatnya bukti tentang keberhasilan aksi vitamin D
pada usia pertumbuhan dan waktu
dimulainya profilaksis yang paling efektif masih belum diketahui.
Kami
mempelajari pengaruh suplementasi vitamin D dalam mielin oligodendrocyte
glikoprotein (MOG) yang diinduksi encephalomyelitis autoimun eksperimental
(EAE), hewan model MS, pada tiga tikus dengan tahap pertumbuhan yang berbeda.
Perlakuan suplementasi dimulai: i)
sebelum kehamilan dan dipertahankan selama tahap pertumbuhan pra dan pasca
kelahiran awal (masa kehamilan dan menyusui); ii) setelah disapih, selama
periode anak/remaja dan iii) di usia dewasa. Kami
mengamati pelemahan karena EAE pada tikus usia anak/remaja yang tercermin dalam
peradangan SSP dan demielinasi, disertai dengan jumlah IFN-γ yang lebih rendah
yang memproduksi MOG sel T. Selain itu, pola ekspresi sitokin pada tikus ini
mencerminkan fenotip anti-inflamasi dari respon kekebalan tubuh perifernya.
Namun, rejimen suplemen yang sama gagal untuk meredakan penyakit baik pada
tikus dewasa dan tikus yang diperlakukan selama pra-dan pasca tahap kelahiran.
Data kami menunjukkan efisiensi vitamin D untuk memperbaiki peradangan saraf tergantung
masa pertumbuhan, menunjukkan bahwa anak dan remaja harus menjadi target
pencegahan yang paling efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar