Sabtu, 19 September 2015

OBAT GENERIK



OBAT GENERIK

A.    Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia dan merupakan salah satu modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional menuju terciptanya kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapainya, perlu dilakukan suatu upaya kesehatan. Menurut Kepmenkes nomor 1197/Menkes/Sk/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Siregar, 2004).
Permasalahan-permasalahan mulai muncul dalam usaha untuk melaksanakan upaya kesehatan tersebut. Fakta yang berkembang dewasa ini adalah kesehatan bukanlah barang murah yang dapat di beli dan nikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu contoh adalah tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan atau membeli obat, padahal obat merupakan salah satu elemen penting dalam melakukan penyembuhan penyakit (kuratif).
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat., pemerintah meluncurkan Obat Generik Berlogo (OGB) pada tahun 1991. Kemudian pemerintah juga menerbitkan kebijakan kewajiban penggunaan obat generik bagi institusi layanan medis pemerintah, melalui Permenkes nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010. Akan tetapi masyarakat memiliki asumsi bahwa obat generik adalah obat kelas dua yang artinya memiliki mutu kurang bagus. Harganya yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerk. Padahal zat berkhasiat yang dikandung obat generik sama dengan obat bermerk.
Kurangnya informasi seputar obat generik adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Padahal dengan beranggapan demikian, selain merugikan pemerintah, pihak pasien sendiri menjadi tidak efisien dalam membeli obat.

B.     Definisi Obat Generik
Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama (merek). Zat aktif amoxicillin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek ”inemicillin”, sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan seterusnya, sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut, bahannya sama: amoxicillin.
1.      Zat aktif
Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat) , antara obat generik (baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat paten. Namun Obat generik lebih murah dibanding obat yang dipatenkan.
2.      Mutu
Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan bakunya sama. Ibarat sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari dan udara dingin. Hanya saja, modelnya beraneka ragam. Begitu pula dengan obat. Generik kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada di dalamnya. Namun, yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat bermerek lebih mahal.

3.      Obat Generik Berlogo
Obat Generik Berlogo (OGB) merupakan program Pemerintah Indonesia yang diluncurkan pada 1989 dengan tujuan memberikan alternatif obat bagi masyarakat, yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan obat yang cukup.
Tujuan OGB diluncurkan untuk memberikan alternatif obat yang terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal mutu, sudah tentu sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh Pemerintah. Hanya bedanya dengan obat bermerek lain adalah OGB ini tidak ada biaya promosi, sehingga harganya sangat terjangkau dan mudah didapatkan masyarakat.
Awalnya, OGB diproduksi hanya oleh beberapa industri farmasi BUMN. Ketika OGB pertama kali diluncurkan, Departemen Kesehatan RI gencar melakukan sosialisasi OGB sampai ke desa-desa. Saat ini program sosialisasi ini masih berjalan walaupun tidak segencar seperti pada awal kelahiran OGB. Pada awalnya, produk OGB ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan obat institusi kesehatan pemerintah dan kemudian berkembang ke sektor swasta karena adanya permintaan dari masyarakat.
OGB mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.

C.    Sejarah Obat Generik
Obat Generik Berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu. Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Mengingat obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan, peningkatan pemanfaatan obat generik akan memperluas akses terhadap pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (Anonim 1, 2011).
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud, dan perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa. Setelah berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik. Obat generik ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerk (branded generic). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat aktif pada kedua jenis obat generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan merek yang terdapat pada kemasan obat. Obat generik berlogo adalah obat yang umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek biasanya menyantumkan perusahaan farmasi yang memproduksinya.
Sebagai contoh perusahaan X-Farm memiliki hak paten atas produk X-Mox® yang memiliki kandungan zat aktif Amoksisilin. Karena hak paten ini, tidak ada obat lain dengan kandungan yang sama di negara-negara yang mengakui paten ini. Jika ada, maka itu merupakan kerjasama khusus dengan X-Farm. Setelah 20 tahun berlalu, paten ini akan kadaluwarsa dan perusahaan-perusahaan farmasi lain baru akan dapat memproduksi obat dengan kandungan yang sama. Walaupun demikian, perusahaan-perusahaan lain tersebut tidak dapat menggunakan merk dagang X-Mox® yang tetap menjadi hak milik eksklusif X-Farm. Perusahaan-perusahaan ini dapat menggunakan nama generik Amlodipine (Obat generik berlogo) atau menggunakan merk sendiri (Obat generik bermerek).
Meskipun Obat generik berlogo da obat generik bermerek sama-sama merupakan obat generik, obat generik bermerek memiliki harga jual yang lebih mahal karena harganya ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi tersebut sedangkan obat generik berlogo telah ditetapkan harganya oleh pemerintah agar lebih mudah dijangkau masyarakat.
Menurut Permenkes nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010, definisi obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten. Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan.

D.    Arti Logo Generik
Obat Generik Berlogo (OGB) mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan “Generik” di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan. Sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.

E.     Undang-Undang tentang Obat Generik
1)      Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang Harga Obat Generik.
2)      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
a)      Pasal 2 :
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Pemerintah Daerah wajib menyediakan obat generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan rawat inap dalam bentuk formularium

b)      Pasal 3:
“Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya sesuai kebutuhan”
c)      Pasal 4 :
(I)         Dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis
(II)       Dokter dapat menulis resep untuk diambil di Apotek atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal obat generik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan”
d)      Pasal 7 :
Apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.”
e)      Pasal 8 :
Dokter di Rumah Sakit atau Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya dapat menyetujui pergantian resep obat generik dengan obat generik bermerek/bermerek dagang dalam hal obat generik tertentu belum tersedia.”
3)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 24 (b):
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien



F.     Penandaan pada Obat Generik
Untuk mempermudah pengelolaan obat, pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai ”tanda” untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia. Begitu juga dengan obat generik, walaupun dapat dibeli dengan harga yang relatif murah, namun pembelian obat-obat generik ini juga tidak sembarangan dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut (Umar, 2005):
1)      Kepmenkes RI No. 2380/ASK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat bebas Terbatas
2)      Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat keras Daftar G.
Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut diatas, maka obat generik juga dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:
1)      Obat bebas
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hiau dengan garis tepi hitam. Adapun contoh obat generik golongan obat bebas adalah: Paracetamol®

2)      Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam. Adapun contoh obat generik golongan obat bebas terbatas adalah: Dextrometorphan®
3)      Obat keras daftar G
Obat keras daftar G adalah obat yang dapat diperoleh hanya dengan resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Adapun contoh obat generik golongan obat keras daftar G adalah: Albendazole®


G.    Fakta tentang Obat Generik
Kesadaran masyarakat Indonesia akan konsumsi obat generik masih kurang. Hal ini disebabkan masih adanya anggapan bahwa obat generik yang harganya lebih murah tidak berkualitas jika dibandingkan dengan obat bermerek. Konsumsi obat generik di Indonesia paling rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Di Thailand, konsumsi obat generik mencapai 25% dari penjualan obatnya sedangkan di Malaysia mencapai 20% pada tahun 2007. Sepanjang tahun 2007, penjualan obat generik yang dikonsumsi masyarakat Indonesia hanya mencapai 8,7% dari total penjualan obat (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2009) . Harga obat di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan dengan harga obat di negara lain sebab harga obat tersebut termasuk ke dalam biaya distribusi, rumitnya tata niaga obat, pajak pertambahan nilai, dan biaya promosi pada para dokter.
Sebenarnya kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek lainnya. Hal ini dikarenakan obat generik juga mengikuti persyaratan dalam Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga harus lulus uji bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE). Uji ini dilakukan untuk menjaga mutu obat generik. Studi BE dilakukan untuk membandingkan profil pemaparan sistematik (darah) yang memiliki bentuk tampilan berbeda-beda (tablet, kapsul, sirup, salep, dan sebagainya) dan diberikan melalui rute pemberian yang berbeda-beda. Pengujian BA dilakukan untuk mengetahui kecepatan zat aktif dari produk obat diserap oleh tubuh ke sistem peredaran darah.
Bila kualitas dari obat generik dan obat bermerek dapat dikatakan sebanding, lalu mengapa harga obat generik lebih murah? Hal ini dapat disebabkan karena:
1)      Harga obat generik dikendalikan pemerintah melalu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang Harga Obat Generik.
2)      Obat generik dijual dalam kemasan dengan jumlah besar.
3)      Obat generik tidak memerlukan biaya kemasan yang tinggi. Seperti kita ketahui bahwa perbedaan antara obat bermerek dan obat generik hanya terdapat pada tampilan obat yang lebih menawan dan kemasan yang lebih bagus sehingga terasa lebih istimewa. Obat generik kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada di dalamnya.
4)      Obat generik tidak memerlukan biaya promosi atau iklan

H.    Simpulan
1)      Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
2)      Kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek karena obat generik memenuhi persyaratan dalam Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) dan lulus uji bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE) seperti yang distandarkan oleh BPOM.
3)      Harga obat generik lebih murah daripada obat bermerek karena : harga dikendalikan pemerintah, dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, tidak memerlukan biaya kemasan, dan tidak memerlukan biaya promosi atau iklan.











DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2011. Obat Generik : Don’t Judge It by The Name . available at : http://www.chem.itb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=1%3Anews&id=42%3Aobat-generik&lang=in
Anonim 2. 2007. Obat Generik, Harga Murah Tapi Mutu Tidak Kalah. Available at: http://medicastore.com/obat_generik/
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Siregar, C.J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Terapan. Jakarta: EGC.
Umar, M. 2005. Manajemen Apotek Praktis. Solo: Penerbit CV Ar-Rahman.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar