Senin, 21 September 2015

FARINGITIS



FARINGITIS

A.    Definisi
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses  merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Secara umum faringitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1.        Faringitis Akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat penting. Beberapa usaha dilakukan pada klasifikasi peradangan akut yang mengenai dinding faring. Yang paling logis untuk mengelompokkan sejumlah infeksi-infeksi ini dibawah judul yang relatif sederhana “Faringitis Akut”. Disini termasuk faringitis akut yang terjadi pada pilek biasa sebagai akibat penyakit infeksi akut seperti eksantema atau influenza dan dari berbagai penyebab yang tidak biasa seperti manifestasi herpesdan sariawan.
2.        Faringitis Kronis
a.        Faringitis Kronis Hiperflasi
Pada faringitis kronis hiperflasi terjadi perubahan mukosa dinding posterior. Tampak mukosa menebal serta hipertofi kelenjar limfe di bawahnya dan di belakang arkus faring posterior (lateral band). Dengan demikian tampak mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granuler.
b.        Faringitis Kronis Atrofi (Faringitis sika)
Faring kronis atrofi sering timbul bersama dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi faring.
3.        Faringitis Spesifik
a.        Faringitis Luetika
1)        Stadium Primer
Kelainan pada stadium ini terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding faring posterior. Kelainan ini berbentuk bercak keputihan di tempat tersebut.
2)        Stadium Sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada stadium ini terdapat pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
3)        Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Tonsil dan pallatum merupakan tempat predileksi untuk tumuhnya guma. Jarang ditemukan guma di dinding faring posterior.


b.        Faringitis Tuberkulosa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum mole, tonsil, palatum durum, dasar lidah dan epiglotis. Biasanya infeksi di daerah faring merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan asam jenis bovinum, dapat timbul tuberkulosis faring primer (Adams, 1997; 328 & Iskandar, dkk, 1993;170)

B.     Patofisiologi
Pada stadium awal, terdapat hiperemia, edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hyperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning, atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsila, perhatian biasanya difokuskan pada faring, dan tampak bahwa folikel atau bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Terkenanya dinding lateral, jika tersendiri, disebut sebagai ”faringitis lateral”. Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsila, hanya faring saja yang terkena (Mansjoer, 199).
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau faringitis.
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.
1.      Cara Penularan
Pada umumnya, infeksi ini menular melalui kontak dan secret (lendir) dari hidung maupun ludah (droplet infection).
Description: farincronNTnva
Gambar 1. Faringitis Akut
a)      Virus, 80 % sakit tenggorokan disebabkan oleh virus, dapat menyebabkan demam .
b)      Batuk dan pilek. Dimana batuk dan lendir (ingus) dapat membuat tenggorokan teriritasi.
c)      Virus coxsackie (hand, foot, and mouth disease).
d)     Alergi. Alergi dapat menyebabkan iritasi tenggorokan ringan yang bersifat kronis (menetap).
e)      Bakteri streptokokus, dipastikan dengan kultur tenggorok. Tes ini umumnya dilakukan di laboratorium menggunakan hasil usap tenggorok pasien. Dapat ditemukan gejala klasik dari kuman streptokokus seperti nyeri hebat saat menelan, terlihat bintik-bintik putih, muntah – muntah, bernanah pada kelenjar amandelnya, disertai pembesaran kelenjar amandel.
f)       Merokok.
Description: http://odlarmed.com/wp-content/uploads/2009/01/streptococcal20pharyngitis20fig1.jpg
Gambar 2. Faringitis Akut
Kebanyakan radang tenggorokan disebabkan oleh dua jenis infeksi yaitu virus dan bakteri. Sekitar 80% radang tenggorokan disebabkan oleh virus dan hanya sekitar 10-20% yang disebabkan bakteri. Untuk dapat mengatasinya, penting untuk mengetahui infeksi yang dialami disebabkan oleh virus atau bakteri streptokokus.
Infeksi virus biasanya merupakan penyebab selesma (pilek) dan influenza yang kemudian mengakibatkan terjadinya radang tenggorokan. Selesma biasanya sembuh sendiri sekitar 1 minggu begitu tubuh Anda membentuk antibodi melawan virus tersebut (Adams dkk, 1997).
PATHWAY FARINGITIS

                   




Droplet
Penyebab faringitis dikarenakan oleh virus dan bakteri, seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Virus
Bakteri
Jamur
· Herpes simplex virus
· Rubela
· Epstein barrvirus
· Cytomegalovirus
· HIV tipe 1
·Rhinoviruses
·Coronaviruses
·Adenoviruses
·Influenza viruses
·Parainfluenza viruses
·Respiratory syncytial virus
· Bakteri Streptococcal
· Bakteri Staphylococal
· Corynebacterium diphtheria
· Bordetella pertussis
· Neisseria gonorrhoeae
· Treponema pallidum
· Bakteri lain
·    Candida albicans

C.    Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis karena bakteri atau virus.
Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa, petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang dokter harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaliasi apakah pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar.
Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 380 C maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS.
1.      Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.
2.      GABHS rapid antigen detection test
a.       Merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up
b.      Hasil kultur tenggorok negatif
c.       Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya.

D.    Terapi
1.      Non-farmakologi
a.       Pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan air yang hangat.
b.      Tirah Baring
c.       Pemberian cairan yang adekuat
d.      Diit ringan
e.       Obat kumur hangat
Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat sehingga penderita dapat menahan cairan dngan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapae diberikan air yang lebihhangat. Anjurkan setiap 2 jam.
2.      Farmakologi
Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.  Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik.
            Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann  obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut.


























DAFTAR PUSTAKA

Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1997. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC

Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok: Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta; 118.

Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar